Bab 20

“Hei Bintang, lihat! Putingmu telah berubah warna. Apakah kamu tahu itu? Sekarang warnanya jadi lebih gelap dari yang dulu. Tetapi, aku suka dengan perubahan itu.” Lalu Felix menyentuh salah satu puncak dada Bintang yang sensitif itu, lalu menyentuh yang satu lagi. Bintang merasa dirinya sama sekali tidak memakai gaun tidur karena terasa sentuhan Felix yang telah membakar dirinya.

“Ayo naiklah sekarang!” Perintah Bintang sambil mendorong Bintang ke atas tempat tidur dengan lembut. Tetapi, Bintang masih tetap bertahan di tempatnya berdiri. Dia tampak seperti boneka pemberat sehingga sulit digerakkan oleh Felix.

Dia nyaris tidak sanggup bersuara akibat belaian yang terasa sangat hangat itu. Lalu Bintang bertanya, “Kamu tidak bermaksud tidur dengan aku di sini, bukan?”

“Kalau memang niat aku tidur bersamamu, kenapa?”

“Tidak boleh!”

“Kenapa tidak boleh, Bintang?”

“Kanapa?!” Karena aku tidak ingin kamu melakukan hal itu lagi, itulah sebabnya. Kamu boleh menginap di sini karena sekarang memang sudah larut malam. Tapi, besok pagi kamu harus pergi dari sini. Aku akan mencoba mencari jalan keluar untuk…..”

“Untuk masalah kita ini, bukan?”

“Ya, tentu saja untuk masalah kita ini.” Kata Bintang merasa kesal melihat sikap tenang Felix.

Felix membuang muka, beranjak beberapa langkah lalu berbalik dan bertanya dengan nada marah, “Oke. Baiklah. Jadi menurutmu aku harus tidur dimana? Sedangkan di kamar satunya lagi tidak ada tempat tidur. Dan aku tidak mau memaksakan diriku untuk tidur di sofa yang tidak muat untuk badanku ini. Sofa tamu yang berada di depan itu, sangat kecil sehingga tidak muat untuk ukuran tubuhku.”

“Seharusnya kamu sudah memikirkan hal itu sebelum kamu menyelonong….Oh!” Erang Bintang sambil memegang pinggulnya.

“Ada apa? Apa yang terjadi? Kamu kenapa?” Tanya Bintang cemas melihat Bintang seperti mengerang kesakitan.

“Tidak ada apa-apa.” Sahut Bintang sambil membungkuk. Dengan perlahan-lahan dia meluruskan tubuhnya sambil menepis dengan kesal tangan pria itu yang mencoba memeriksanya. “Tidak apa-apa. Jangan khawatir. Perut aku hanya kram saja. Sudah biasa seperti ini.” Ujarnya dengan napas tersengal-sengal.

“Apa kamu sudah memberitahu doktermu itu mengenai ini? Dokter itu bilang apa? Apa sekarang sudah tidak terasa lagi? Seberapa sering hal seperti ini terjadi padamu? Jangan pernah kamu menakut-nakuti aku seperti ini lagi ya. Aku sangat khawatir melihat keadaanmu tadi.” Kata Felix seperti kereta api yang terus berbicara pada Bintang.

“Aku tidak apa-apa. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan aku. Aki baik-baik saja.” Sahut Bintang.

Beberapa menit kemudian, keduanya sudah berada di atas tempat tidur. Sementara Felix memeriksa tubuh Bintang apakah ada yang terluka? Sepertinya bukan memeriksa Bintang, tetapi ini namanya sambil menyelam minum air.

“Sakitnya sudah hilang sekarang. Aku tidak apa-apa. Kamu tidak perlu khawatir dan cemas padaku.”

“Kamu yakin?”

“Iya. Aku yakin. Seyakin-yakinnya, Felix.”

“Aku senang kamu sekarang bisa memanggil namaku.”

“Felix, hentikan! Felix, aku…….”

Tetapi Felix tidak memberi kesempatan pada Bintang untuk menyelesaikan ucapannya itu. mencium Bintang dengan sangat dasyat, “Ini hanya sebuah ciuman, Bintang. Hanya sekedar ciuman.” Kata Felix sambil mencium bibir Bintang dengan mesranya. Bibir Bintang terlihat sangat menggoda sampai pria itu sendiri menjadi tidak sabar untuk menyentuhnya.

Tiba-tiba saja lidah Felix bergerak seolah sedang menakhlukkan Bintang. Dengan belaian lidahnya, pria itu berusaha membangkitkan gairah Bintang untuk membalas ciumannya itu. Sementara Bintang merasakan pertahanan dirinya mulai kendur ketika bibirnya telah menyatu dengan bibir pria itu.

Felix melumatkan bibir Bintang. Aroma tubuh dari pria itu serta sentuhan kulit tubuh pria itu yang menjadi begitu berarti baginya, seperti yang dia pernah rasakan sebelumnya.

Kebutuhan yang terpendam jauh di dalam dirinya kini mulai muncul ke permukaan. Seandainya dirinya tidak bisa lagi merasakan sentuhan dari pria itu, tetapi Bintang yakin, dia akan merasakan mati rasa. Bintang merasakan tubuh maskulin pria itu sangat hangat, sehingga bisa menghangatkan tubuhnya yang dingin saat ini. Felix juga merasakan tubuh Bintang yang hangat dan nyaman menyentuh tubuhnya. Seakan tubuh Bintang telah mengisi kehampaan dirinya selama ini.

“Bintang!” Bisik Felix ke telinga Bintang. Dia menjilat bibir Bintang dengan ujung lidahnya. “Kamu memang lezat untuk dinikmati, Bintang. Seperti sebuah kue yang sangat enak untuk disantap. Aku tidak akan pernah puas utnuk menikmati dirimu, Bintang.” Bibirnya terus menelusuri bibir Bintang yang merah. “Sudah berbulan-bulan aku mendambakan dirimu, Bintang. Aku merindukanmu sejak aku menyadari kamu telah menghilang dariku. Aku merindukan pelukanmu, belaianmu, juga kasih sayangmu, Bintang.”

Felix menyentuh gunung kembar milik Bintang. Terasa sangat hangat. Dengan lembut dia memijatnya. Dan dengan ringan mengusapkan telapak tangannya sampai ke pucak dada Bintang yang semakin mengeras. Felix membenamkan wajahnya di dada Bintang lalu menciumi gunung kembar milik Bintang melalui gaunnya yang tipis. Tiba-tiba saja Bintang mengerang dengan lirih. Lalu Felix menyadarinya dan mengangkat kepalanya.

“Sial!” Kata Felix mengumpat dirinya dalam hati.

Akhirnya Felix menjauhkan diri dan menatap Bintang dengan sorot mata yang masih mengisyaratkan sebuah percikan gairah yang masih membara. Sebuah gairah yang masih terpendam dan belum tersalurkan. Hasratnya masih menyala-nyala. “Maaf, Bintang jika aku sudah mengganggumu seharian ini. Aku juga tidak memaksakan hal ini padamu. Saat tadi aku memutuskan untuk tidur bersamamu di sini malam ini, aku bahkan telah berjanji pada diriku sendiri kalau kita akan langsung tidur, tidak melakukan hal-hal lain.” Katanya sambil memadamkan lampu tidur. “Bagaimana kamu biasanya tidur? Pakai lampu atau tidak?”

Bintang merasakan sekujur tubuhnya gemetar karena menahan gairah. Dia harus memusatkan pikirannya agar bisa menenangkan kembali pikirannya. Dia tidak ingin Felix tahu bahwa jantungnya saat ini berdetak dengan kencang. Saat ini dia menyadari apa yang harus dilakukannya. Dia menyentuh pria itu dan meletakkan tangannya di atas tubuh pria itu. Felix menyadari isyarat yang telah diberikan Bintang padanya. Felix langsung menghilangkan akal sehatnya dan mulai melanjutkan permainannya di atas ranjang bersama Bintang.

Lalu Bintang menjauh dari Felix dan tidur membelakanginya. “Aku harus tidur seperti inikah?” Tanyanya.

“Oke. Jadi aku tidak akan menabrakmu sewaktu tidur. Baiklah, sekarang kita tidur saja. Selamat tidur, mimpi indah.” Kata Felix sambil menyingkirkan rambut Bintang yang panjang dari lehernya lalu mencium leher Bintang dengan mesra.

Bintang seakan tidak percaya pada dirinya. Dirinya telah membiarkan peristiwa ini terjadi pada dirinya.

Gairah seksual yang dia alami saat ini merupakan hal yang bisa dialami oleh siapa saja. Tetapi, tidur seranjang dengan seorang pria adalah sebuah komitmen. Komitmen yang telah melibatkan sebuah perasaan berarti harus menanggung resiko yang tidak mampu dia tanggung.

Felix merupakan sosok pria yang masih asing baginya. Tetapi, entah kenapa sosok pria ini menjadi sangat dekat dengannya sekarang.

Nantikan kisah selanjutnya….

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!