Lalu Bintang mencoba memejamkan matanya, lalu berkata pada dirinya sendiri, “Aku bisa saja menjelaskan pada mereka bahwa aku sudah menikah. Tetapi, jika aku ditanya, ‘mana suamimu, Bintang?’ aku harus jawab apa pada mereka. Apakah aku harus menjawabnya dengan berkata, ‘Tiba-tiba saja suamiku menghilang entah kemana.” Katanya dengan suara yang sedih.
Tiba-tiba saja, Bintang mengingat saat-saat Felix mengucapkan kata-kata pada dirinya ketika mereka bersama di atas ranjang, "Gunung kembarmu benar-benar sangat mempesona, Bintang. Bentuk dan ukurannya sangat sempurna. Bintang, aku sangat menyukainya.”
“Tidak! Tolong hentikan! Jangan teruskan lagi kata-kata itu!” Jeritnya ke arah langit-langit mobil. Napasnya mulai memburu dan butir-butir keringat dingin memenuhi tubuhnya.
Dengan refleks cepat, Bintang menutupi gunung kembarnya dengan ke dua tangannya. Seolah-olah dengan cara seperti itu dia tidak bisa merasakan sentuhan pria itu lagi. Dan dia tidak bisa merasakan puncak dadanya yang mengeras seolah-olah baru saja dicium oleh Felix. “Hentikan! Tolong hentikan! Please!” Jeritnya.
Cuplikan kenangan itu selalu saja menghantuinya sejak pagi hari itu. Hampir tiga bulan yang lalu, Bintang meninggalkan gedung apartemen pria itu. Bayangan kelam itu selalu saja mengikutinya. Dan kata-kata itu diam-diam selalu saja mengganggu ketenangannya. Bintang tidak mau melihat dan tidak mau mengingat-ingatnya lagi. Dia ingin sekali melupakan peristiwa yang gelap itu.
“Ya, Tuhan! Aku benar-benar tidak mau mengingatnya lagi!” Gumam Bintang dalam hati.
Lalu sesampainya Bintang di depan rumahnya, dia mendorong pintu mobilnya hingga terbuka. Lalu dia keluar dari mobilnya dan melangkahkan kakinya menuju pintu depan rumahnya.
Sebuah rumah kecil dan sudah tua, tetapi dia sangat menyukainya.
Rumah itu memiliki ruang tamu, di sisi ruang tamu itu yang terdapat beberapa jendela yang membuat sinar matahari masuk menyinari ruang itu. Sebuah pojok ruangan sebagai tempat ruang makan dan sebuah dapur yang mungil. Di sisi lain rumah itu, terdapat dua buah kamar tidur yang dipisahkan dengan sebuah kamar mandi.
Dulu Bintang langsung menyukai rumah itu dan menyewanya. Dan dengan seizin pemilik rumah itu, dia melakukan perubahan sesuai dengan seleranya. Hal pertama yang dia lakukan untuk perubahan rumah itu adalah membersihkan seluruh isi rumah itu, kerena rumah itu sudah lama dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya. Dia juga mengecat semua ruangan dengan warna-warna yang cerah serta mendekorasi rumah itu dengan benda-benda yang meskipun tidak mahal, namun terkesan mewah.
Satu-satunya kamar yang masih membutuhkan perhatiannya adalah kamar tidur yang kedua. Mungkin dia akan mengecatnya akhir pekan ini. Tetapi, sebaiknya dia akan menanyakan tentang hal itu kepada dokter terlebih dahulu. Apakah menghirup bau cat baik untuk kesehatannya, terutama untuk jabang bayinya?
Pikirannya terpaku setelah dia meletakkan tasnya di atas meja ruang tamu. Lalu dia duduk di sofa ruang tamu sambil berpikir keras mengenai jabang bayinya.
“Jabang bayi?” Tanyanya pada dirinya sendiri. “Apakah sekarang aku benar-benar sudah menganggap jabang bayi yang ada di perutku ini sebagai bayiku seutuhnya? Apakah ini benar-benar bayiku? Yang nantinya menjadi seseorang yang harus aku sayangi? Seseorang yang akan menyayangiku juga?” Ujarnya pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba dia menangis sambil tertawa. “Apakah aku menginginkan bayi ini? Apakah setelah bayi ini lahir, hidupku akan terasa sangat menyenangkan, tidak hampa lagi seperti sekarang? Akankah ada seseorang yang sangat berarti dalam hidupku kelak?” Tanyanya lagi.
Dia akan berusaha meyakinkan kepala sekolah dan pemilik sekolah itu, tempat dia bekerja supaya tetap diizinkan untuk mengajar di sekolah itu. Tetapi, seandainya tidak bisa, maka dia terpaksa pindah dan mencari pekerjaan baru lagi untuknya. Dan menurutnya tidak ada seorang pun yang bisa menghalangi kebahagiannya. Dia sudah bertekad untuk melahirkan anak itu ke dunia ini.
Keesokan paginya, Bintang datang menemui ibu kepala sekolah, tempat dia bekerja dan ingin menjelaskan masalahnya pada ibu kepala sekolah dan ibu pemilik sekolah, tempat dia bekerja itu. Sebelum dia bertemu dengan pemilik sekolah itu, Bintang harus bertemu dengan ibu kepala sekolah itu terlebih dulu.
Sambil berdehem, ibu kepala sekolah itu berkata, “Ini benar-benar suatu kejutan, Bu Bulan.”
“Saya Bintang, bu. Bukan Bulan” Kata Bintang dengan tegas pada ibu kepala sekolah. Dan dia mengoreksi panggilan namanya yang salah.
Bintang meminta bertemu dengan ibu pemilik sekolah.
Setelah Bintang diperbolehkan menemui ibu pemilik sekolah, lalu dia dipersilahkan masuk dan bertemu dengannya, Bintang segera menjelaskan bahwa dirinya sedang hamil. Dan kehamilannya hampir sudah berumur empat bulan. Dan sebentar lagi pasti akan terlihat besar. Dan dia mulai membereskan masalah yang dia hadapi sekarang.
“Seperti yang sudah saya katakan tadi, bu. Kami memang sudah resmi menikah dan sekarang kami mulai hidup dengan cara terpisah.” Kata Bintang menjelaskan pada ibu pemilik sekolah tempat dia bekerja.
Sang pemilik sekolah menatap Bintang dengan tajam. Sementara pemilik sekolah itu sendiri belum mengatakan sepatah kata pun. Dia sangat kaget atas semua penjelasan Bintang barusan. Lalu dia menyeka alisnya dengan tangannya.
Dialah yang pertama kali merekrut Bintang masuk dan bekerja di sini. Dan sekarang dia merasa sangat khawatir atas dirinya yang nanti akan dipersalahkan pihak sekolah atas situasi yang kurang menyenangkan seperti sekarang ini.
“Dan sekarang kamu mengatakan bahwa dirimu sedang mengandung, Bintang?” Tanya pemilik sekolah itu pada Bintang.
Bintang membasahi bibirnya yang kering dengan lidahnya. Ini bagian yang paling sulit untuk dijawab oleh Bintang. Bagaimana caranya menyakinkan pihak sekolah bahwa dia telah bercinta dengan pria yang sudah lama terpisah darinya? Dia berpikir keras mencari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan ini.
“Ehm… I… iya, bu! Saya… Eh… Saya waktu itu….. Kami sudah mencoba untuk rujuk kembali.” Sahut Bintang sambil tersenyum kecut. “Tapi, ternyata kami tidak mencapai kata kesepatan untuk rujuk kembali. Dan saya hamil gara-gara pertemuan tiga bulan yang lalu itu.” Kata Bintang sambil memutar otaknya mencari alasan yang tepat untuk semua masalah yang sedang dialaminya.
Sekarang pemilik sekolah itu mulai memikirkan perkataan Bintang dalam hatinya. “Saya rasa, saya telah memahami penjelasan Anda, Bu Bintang. Lalu apa yang Anda ingin katakan lagi?”
“Saya ingin terus mengajar di sekolah ini, bu.” Sahut Bintang dengan tegasnya. Bintang mengucapkan kata-kata itu dengan rasa percaya diri. “Bayi saya akan lahir sekitar bulan Juni, bu. Dan kebetulan bertepatan pada liburan kenaikan kelas. Dan saat itu Anda pasti sudah mendapatkan guru pengganti untuk saya.”
Ibu kepala sekolah itu tetap diam membisu. Dia tidak akan membuat sebuah keputusan apa pun sebelum sang ibu pemilik sekolah mengambil sebuah keputusan untuk Bintang.
Sang pemilik sekolah menatap Bintang dengan tajamnya.
Apakah yang akan selanjutnya terjadi pada Bintang?
Apakah keputusan dari pemilik sekolah dan kepala sekolah tempat Bintang bekerja?
Nantikan jawabannya pada bab berikutnya.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments