Maura masih belum percaya dengan apa yang dia dengar beberapa hari yang lalu langsung dari mulut orang tua Fabian. Dia tidak percaya kalau Fabian sekarang sudah berstatus duda, padahal saat Bryan mendapatkan informasi dia juga melihatnya bahkan juga mendengar kalau Fabian sudah berkeluarga dan memiliki seorang anak. Apa dia salah lihat atau mungkin salah dengar waktu itu, pikir Maura.
Kenapa dengan cepatnya status pernikahan Fabian berubah dalam waktu singkat. Apa karena dirinya lah makanya Fabian dan istrinya memilih untuk bercerai. Maura terus memikirkan itu, dia merasa bersalah pada mantan istri Fabian yang baru dia ketahui ternyata adalah adiknya Raka, salah satu anak dari teman Bryan juga Rendy. Dan Raka juga termasuk dokter keluarga mereka.
Sampai akhirnya Maura sampai detik ini belum juga memberikan jawaban pasti atas permintaan Fabian yang ingin bertanggung jawab atas anak yang masih ada didalam rahim Maura. Dia masih bimbang karena fakta yang baru dia dengar tentang perceraian Fabian.
"Ra!!! Astaghfirullahaladzim!! Dipanggil dari tadi kagak ada nyautnya sama sekali."
Maura yang tengah duduk ruang kerjanya menoleh saat mendengar suara Amelia yang begitu keras dan sepertinya tengah mengomel. Entah, kenapa Amelia ngomel karena apa, Maura tidak tahu.
"Sorry." Ucap Maura meminta maaf. "Ada apa?" Tanya Maura pada Amelia yang saat ini sudah duduk berhadapan dengan dirinya. Saat ini Maura tengah berada di perusahaan kecil miliknya, PT. Mora Star Food.
"Tuh!! Didepan ada yang nyariin kamu." Jawab Amelia dengan menggerakkan matanya ke arah pintu.
"Siapa?" Kening Maura mengkerut menanyakan siapa orang yang datang ingin menemui dirinya, karena setahu dia hari ini tidak ada janji temu dengan siapapun.
Amelia mengangkat kedua bahunya, dia sendiri juga tidak tahu. "Aku nggak tahu, tapi dia ganteng banget. Kak Rafa aja kalah sama dia." Jelas Amelia dengan tersenyum sendiri mengingat wajah lelaki yang datang mencari Maura.
"Dia lelaki?" Tanya Maura yang langsung diangguki Amelia. "Siapa?" Gumam Maura yang merasa tidak membuat janji temu dengan siapapun.
"Apa dia, Fabian?" Batin Maura menebak siapa tamu yang ingin bertemu dengan dirinya. Maura menggeleng kepalanya pelan, bisa-bisanya dia berpikiran kalau yang datang menemuinya Fabian.
"Aku lihat dulu." Maura berdiri dari duduknya dan keluar menuju ruang tunggu yang ada di dekat resepsionis, meninggalkan Amelia sendirian di ruangannya.
Maura keluar dari dalam lift dan berjalan perlahan sambil melihat lelaki yang duduk di sofa sambil memainkan ponsel. "Fabian." Gumam Maura saat mengenali lelaki yang tengah duduk bermain ponsel.
"Ekhem!!" Maura berdehem saat dirinya sudah ada didekat Fabian.
Fabian yang tengah memainkan ponselnya segera mengangkat kepalanya melihat siapa yang datang. Dia tersenyum dan berdiri dari duduknya sambil menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celana.
"Ra! Lama tidak ketemu." Sapa Fabian dengan tersenyum menatap Maura yang entah kenapa sudah terlihat berbeda dari terakhir bertemu. Saat ini Maura terlihat semakin cantik dari biasanya di mata Fabian. Mungkin karena efek kehamilan atau mungkin karena dia sudah lama tidak bertemu Maura, pikir Fabian.
Maura tersenyum dan mengangguk pelan. "Silahkan duduk." Maura mempersilahkan Fabian duduk dan diikuti dirinya. Keduanya duduk saling berhadapan dan hanya terhalang meja. "Ada apa Dokter Fabian mencari saya?" Tanya Maura dengan bahasa formal. Dia tidak menyangka Fabian akan datang ke perusahaannya. Apa dia meminta jawaban sekarang, pikir Maura yang menebak kedatangan Fabian.
Fabian melihat Maura. " Sikapnya sungguh berbeda saat terakhir ketemu. Apa karena ini di perusahaannya atau karena dia sudah tidak menganggap aku lagi sebagai Ayah dari anak yang dikandungnya?" Batin Fabian dalam hati.
"Maaf! Apa kedatangan ku mengganggu mu?" Tanya Fabian yang tidak memakai bahasa formal. Maura menggeleng kepala pelan sebagai jawabannya.
"Syukurlah kalau tidak mengganggu." Fabian senang karena Maura tidak merasa terganggu dengan kedatangannya. "Ra! Apa sudah ada jawaban atas permintaan ku kemarin?" Tanya Fabian tanpa basa-basi lagi. Dia sudah menunggu lebih dari dua minggu dan belum ada jawaban apapun dari Maura. Jadi jangan salahkan dia kalau langsung bertanya tujuannya datang menemui Maura.
Maura membuang nafas perlahan, dia melihat sekitar, meski tidak ramai tapi ada petugas resepsionis juga beberapa karyawan yang lalu lalang. "Kita bicara di luar saja." Ucap Maura dan berdiri dari duduknya. "Tunggu sebentar. Aku ambil tas dulu."
Fabian tersenyum dan mengangguk pelan. Dia senang Maura tidak menggunakan bahasa formal lagi saat berbicara dengan dirinya. Dia juga ikut berdiri dan menunggu Maura di luar.
"Ayo!"
Fabian menoleh saat mendengar suara Maura. "Mau naik mobil ku apa mobil kamu?" Tanya Fabian menatap wanita yang tengah mengandung benih dari dirinya.
"Mobil kamu saja." Jawab Maura yang membuat Fabian senang. Dia pikir Maura akan memilih menggunakan mobil sendiri-sendiri, tapi ternyata tidak. Maura justru memilih menggunakan mobil milik Fabian.
"Hati-hati!" Ucap Fabian setelah membukakan pintu mobil untuk Maura. Bahkan dia juga melindungi kepala Maura jangan sampai terbentur saat masuk ke dalam mobil.
Keduanya saling diam selama perjalanan menuju restoran yang dipilih Maura. Tidak begitu jauh dari perusahaan, sekitar sepuluh menit.
Sesampainya di restoran dan memesan makanan, dengan basa-basi Fabian bertanya pada Maura. "Bagaimana kabar debay nya? Apa dia rewel dan membuat Mamanya muntah-muntah?"
"Kabar dia baik meski sedikit rewel." Jawab Maura yang memang akhir-akhir ini mengalami morning sickness.
"Kamu mengalami gejala morning sickness?" Tanya Fabian memastikan, karena biasanya wanita hamil memang seperti itu.
Maura mengangguk mengiyakan. "Bukannya hampir semua wanita hamil mengalami gejala seperti itu." Ujar Maura yang membantu Fabian meringis atas pertanyaan bodoh nya.
Obrolan mereka terjeda sejenak saat pelayan menyajikan pesanan mereka, dua gelas minuman juga snack ringan. "Terima kasih." Ucap Maura pada pelayan restoran.
"Kamu nggak ke rumah sakit?" Tanya Maura karena biasanya di jam seperti ini para dokter sibuk di rumah sakit dengan pasiennya. Ini justru Fabian jam sepuluh pagi menemui dirinya. Apa dia bolos kerja, pikir Maura.
"Nggak. Aku baru pulang workshop di Kota Kembang selama lima hari kemarin. Besok baru kembali sibuk lagi dengan pasien." Maura mengangguk atas jawaban yang Fabian berikan. Ternyata apa yang dia pikirkan salah.
"Soal permintaan kamu waktu itu." Maura menjeda ucapannya sebentar. Dia menatap Fabian yang ternyata juga tengah menatapnya. "Kamu boleh memberikan perhatian juga kasih sayang kamu pada debay."
Fabian tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Dia tersenyum senang bahkan dengan beraninya memegang tangan Maura erat sambil mengucapkan terima kasih.
"Sorry!" Ucap Fabian saat tersadar telah memegang tangan Maura. "Aku terlalu eksaited."
Maura diam saja, dia justru menggerutu dalam hati. "Megang tangan langsung minta maaf. Giliran kemarin waktu gendong aku di depan umum tidak ada kata maaf sedikitpun keluar dari mulutnya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Rifa Endro
dia ngedumel, dasar cewek
2023-09-24
0
Pasrah
smg mereka berdua berjodoh ya
2023-09-17
0
Mimik Pribadi
Hmm,,,apa itu tandanya gak papa nich dipegang tngnnya 😅😅
2023-09-04
0