Bab 4

Pagi ini di keluarga Abrisam terlihat berbeda. Freya banyak diam dengan mata sembab, begitupun dengan Bryan yang sedari tadi juga diam. Hanya ketiga anaknya juga Oma Lea saja yang terlihat mengeluarkan suara.

"Kak Maura bukannya semalam tidur di rumah? Tapi kok nggak ikut sarapan bareng kita?" Shaqila menanyakan keberadaan sang Kakak Maura yang tidak terlihat batang hidungnya pagi ini padahal setahu dia sang kakak pertama tidur di rumah, bukan di apartemen seperti biasanya.

"Masih tidur barang kali. Kan suka bangun siang, Kak Maura. Makanya orang yang di suka diambil orang." Seloroh Attar mengatai Maura tanpa perasaan. Putra mahkota satu-satunya keluarga Abrisam itu memang begitu pedas bila mengeluarkan kata-kata, tapi sebenarnya dia begitu penyayang.

"Ssttttthhh!! Yang baik bicaranya Attar." Tegur Oma Lea dengan lembut. Cucu lelakinya itu suka sekali mengejek saudaranya sendiri.

"Biar Nadia bangunin Kakak dulu." Nadia berinisiatif membangunkan Maura yang mereka pikir masih tidur.

"Nadia, duduk!" Seru Bryan meminta putrinya itu untuk kembali duduk. "Habiskan sarapan kamu."

Nadia dengan wajah cemberut kembali duduk dan menghabiskan sarapannya sesuai perintah Bryan. Dia menatap Attar meminta penjelasan kenapa Ayah dan juga Bundanya sikapnya berbeda pagi ini melalui gerakan mata.

Attar yang tahu maksud adiknya itu hanya mengangkat bahunya acuh. Dia sendiri juga tidak tahu dan tidak terlalu memikirkan karena hari ini dia ada ulangan harian tapi semalam dia tidak belajar, justru main game online sampai tengah malam.

"Kami berangkat dulu Ayah, Bunda, Oma.!" Pamit Attar dan kedua adiknya untuk berangkat ke sekolah setelah menghabiskan sarapan mereka.

Kini tinggal Bryan, Freya juga Oma Lea yang masih berada di meja makan. Oma Lea yang dari tadi gatal ingin bertanya saat melihat sikap aneh pada anak dan mantunya itu akhirnya mengeluarkan suara.

"Kalian berdua berantem? Kenapa diam-diaman seperti itu?" Tanya Oma Lea yang tidak suka melihat Bryan juga Freya saling diam. Dia berpikir kalau anak dan mantunya tengah bertengkar.

Freya hanya menjawab dengan gelengan kepala. Karena memang dirinya dan juga Bryan tidak lagi sedang bertengkar.

"Terus kenapa? Ada masalah di perusahaan?" Tanya Oma Lea yang penasaran. Kalau bukan bertengkar pasti karena terjadi sesuatu di perusahaan.

Lagi-lagi gelengan kepala yang Oma Lea dapatkan dari Freya dan Bryan hanya diam saja tanpa memberi tanggapan.

"Kalau kalian nggak bertengkar, nggak ada masalah di perusahaan. Kenapa kalian saling diam begitu? Kalian sakit gigi?" Sungut Oma Lea karena tidak mendapat penjelasan yang dia inginkan dari sikap Freya juga Bryan.

"Maura hamil." Ucap Bryan lirih yang sukses membuat Oma Lea syok, kedua matanya sampai melotot.

"Ha-hamil!!" Ulang Oma Lea yang tiba-tiba gagap saat mengucapkan kata hamil.

"Astaghfirullahaladzim!!" Ucap Oma Lea saat mendapat anggukan kepala dari Freya. Dia menangis, tidak menyangka cucu pertamanya hamil disaat belum memiliki suami dan baru saja ditinggal nikah sama lelaki yang disukainya.

Maura yang ada di ujung tangga menggigit bibir bawahnya melihat kedua orang tuanya dengan Omanya. Dia tidak memiliki muka untuk bertatap muka dengan mereka. Apalagi sekarang Oma Lea sudah tahu dan pasti sebentar lagi keluarga yang lain akan diberi tahu.

"Aku sudah membuat malu keluarga Abrisam. Ayah, Bunda! Maafkan Maura yang sudah membuat malu kalian." Dengan menahan tangisannya, Maura mengurungkan niatnya untuk ikut sarapan bersama anggota keluarga yang lain dan memilih kembali ke kamar.

🌷🌷🌷

"Mau kemana kamu?"

Maura menghentikan langkahnya saat suara sang Bunda terdengar di telinganya. Dia menoleh dan mendapati Freya juga Oma Lea yang tengah menatap kearahnya. Maura menundukkan kepalanya dan mencengkram erat gagang koper yang ada disampingnya. Maura berencana pergi dari rumah supaya tidak mempermalukan keluarga atas kehamilannya yang belum diketahui siapa yang telah membuahi rahimnya.

"Masuk!!" Dengan tegas Freya meminta Maura kembali masuk kedalam kamar. Bahkan tatapannya pada Maura begitu tajam tidak seperti biasanya. Ini pertama kalinya Maura melihat sang Bunda begitu marah pada dirinya setelah malam tadi.

Maura yang takut dan merasa bersalah hanya bisa mematuhi perintah Freya, dia kembali masuk kedalam kamar dan tidak lupa menyeret koper miliknya juga.

"Jangan terlalu kasar sama Maura. Mama tahu kamu sedang marah saat ini. Tapi kamu harus ingat, apa yang terjadi pada Maura saat ini adalah tabur tuai kalian dimasa lalu."

Freya menggenggam erat kedua telapak tangannya mendengar apa yang Oma Lea katakan. Ini memang hukum tabur tuai yang sudah dia dan Bryan lakukan dimasa lalu. Maura tidak salah. Dia hanya mengalami kecelakaan karena perbuatannya dulu dimasa lalu bersama Bryan.

Freya menghembuskan nafas perlahan dan melangkahkan kakinya menuju kamar Maura diikuti Oma Lea. Mereka memang tadi berencana mau menemui Maura.

Maura yang tengah duduk di tepi ranjang dalam keadaan menangis lantas berdiri saat pintu kamarnya terbuka dari luar tanpa diketuk terlebih dahulu. Dia segera menghapus air mata yang membasahi kedua pipinya saat melihat Bunda dan juga Omanya yang masuk ke kamarnya.

"Cucu Oma yang malang." Oma Lea langsung memeluk Maura dan berusaha untuk tidak menangis meski hatinya terasa sakit melihat kondisi Maura saat ini. Dia berharap Maura tidak larut dalam kesedihan dan juga lelaki yang sudah membuat cucunya hamil mau bertanggung jawab.

"Oma sudah tahu semuanya. Kamu harus kuat, harus ikhlas menjalani ini semua. Allah pasti punya rencana sendiri buat kamu. Dibalik musibah pasti ada rencana indah yang sudah Allah siapkan buat kamu. Kamu harus legowo ya sayang." Oma Lea memberi nasihat pada cucu kesayangannya itu. Tidak lupa dia juga mengusap kepala dan juga punggung Maura saat dia memeluk Maura untuk menyalurkan kehangatan dan kasih sayang.

Maura memeluk tubuh Oma Lea dengan erat. Wajahnya dia sembunyikan pada bahu sang Oma hingga membuat hijab yang Oma Lea kenakan basah oleh air mata Maura. Dia mengangguk tanpa mengeluarkan suara sebagai tanggapan nasihat yang sudah Oma Lea berikan pada dirinya.

"Apa pipi kamu masih bengkak?" Tanya Freya mengingat semalam dirinya menampar pipi Maura dengan sangat keras.

Maura langsung melepaskan pelukannya pada tubuh Oma Lea dan menatap Freya. Dia menggeleng kepala pelan, "sudah nggak bengkak lagi." Jawab Maura lirih. Dia masih takut sama amarah Bundanya itu.

"Maafin Bunda." Freya mendekat pada Maura dan memeluk tubuh putrinya itu dengan penuh kasih sayang. Apa yang terjadi pada Maura bukan sepenuhnya salah Maura. Dia tidak seharusnya menampar dan marah pada Maura, melainkan memberikan semangat dan dukungan pada putrinya itu supaya mentalnya tetap sehat.

"Ayah kamu sudah mencari tahu siapa lelaki itu. Siapapun dia, Bunda harap dia mau bertanggung jawab."

Terpopuler

Comments

ayudya

ayudya

13 tahun menunggu bukan lah waktu yg singkat rafa..., kasian maura patah hati tapi berakhir hamil di luar nikah.

2024-04-13

0

Pasrah

Pasrah

gak ada urusan nya kan dia yg gak tegas terhadap nya seandainya dia menolak cinta maura kan gak terlalu berharap banyak

2023-09-17

1

Heni Yuhaeni

Heni Yuhaeni

gimana ya klo Rafa tau Maura patah hati, sampe melakukan hal memamlukan

2023-08-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!