"Bagaimana keadaan istri kamu?"
Fabian yang baru saja masuk rumah sedikit kaget saat langsung mendapat pertanyaan dari wanita paruh baya, Shanti, mamanya.
"Mama kok ada disini?" Fabian justru bertanya balik dan terlihat kaget melihat Shanti ada di rumah nya. Biasa sang Mama kalau mau datang ke rumahnya selalu memberi kabar terlebih dahulu.
Shanti memutar bola matanya jengah mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Fabian. "Memang Mama nggak boleh datang ke rumah anak Mama sendiri untuk melihat keadaan cucu Mama?" Sungut Shanti yang merasa Fabian tidak suka dirinya datang berkunjung.
"Bian nggak pernah bilang seperti itu." Jawab Fabian sekenanya. Dia malas berdebat dengan Shanti.
"Terus gimana istri kamu? Apa dia diet lagi makanya lambung nya kambuh lagi? Sudah dibilang nggak usah diet, diet segala. Gini kan jadinya. Ngerepotin orang rumah." Shanti ngomel sendiri karena kesal pada menantunya. Dia sudah memperingati Aurel untuk tidak perlu diet padahal badannya juga tidak terlalu gemuk, tapi menantunya itu tetap saja diet dengan alasan takut kalau Fabian berpaling darinya.
Fabian menghembuskan nafas lelah mendengar omelan Shanti yang membahas Aurel diet karena memang setahu Shanti, Aurel pernah masuk rumah sakit karena diet. Tapi kali ini berbeda, Aurel masuk rumah sakit bukan karena diet, melainkan terlalu banyak pikiran. Entah apa yang Aurel pikirkan, Fabian sendiri tidak begitu tahu.
Tanpa memberi tanggapan Shanti, Fabian pergi begitu saja untuk menemui Kasih. Namun langkah terhenti saat Shanti mengatakan sesuatu.
"Mama tahu sampai saat ini kamu belum cinta sama Aurel. Seenggaknya kamu pikirkan Kasih. Bagaimana kalau dia sampai tanya kenapa kedua orang tuanya ternyata tidur terpisah selama ini?"
🌷🌷🌷
PLAKKK
Sebuah tamparan keras mendarat tepat di pipi mulus Maura sebelah kiri hingga menimbulkan bekas merah di pipi putih nan mulus itu. Maura memejamkan kedua matanya saat mendapat tamparan dari orang yang sudah melahirkan nya, siapa lagi kalau bukan Freya, sang Bunda.
Freya yang syok mendengar pengakuan Maura tanpa sadar menampar pipi putrinya dengan sangat keras. Dia sungguh marah dan kecewa pada Maura, terutama pada dirinya sendiri yang tidak becus mengurus Maura hingga putrinya itu melakukan perbuatan zina.
Dengan derai air mata Freya menatap Maura dengan bibir bergetar. Nafasnya memburu karena marah dan kecewa bercampur jadi satu. Dia bahkan tidak perduli pada Maura yang saat ini jatuh tersungkur ke lantai karena tamparan keras darinya. Meski sebenarnya dia juga sedikit terkejut akan tindakannya tadi pada Maura.
Sedangkan Bryan, lelaki itu hanya diam dengan rahang mengeras. Kedua mata tertutup dan juga kedua tangan mengepal erat. Hatinya sakit, hatinya hancur mendengar pengakuan Maura.
Kemana saja dirinya sampai tidak tahu kalau Maura sudah direnggut kesuciannya sama lelaki bahkan sampai hamil benih lelaki yang sama sekali tidak diketahui orangnya seperti apa. Padahal sampai detik ini Bryan selalu mengawasi Maura melalui orang suruhannya yang bekerja dua puluh empat jam khusus untuk mengawasi Maura. Apa yang mereka kerjakan sampai tidak tahu Maura mengalami perbuatan keji itu walau tidak disengaja.
"Maaf!" Ucap Maura dengan sesenggukan. Dia tidak berani menatap mata kedua orang tuanya. Dia begitu malu pada kedua orang tuanya atas perbuatannya.
"Maaf kamu tidak ada gunanya. Bunda kecewa sama kamu Maura. Kamu sudah melukai hati Ayah sama Bunda." Freya mengatakan itu dengan suara bergetar. Dia berlalu pergi dari ruang kerja begitu saja karena sudah tidak sanggup melihat putrinya yang sudah membuatnya kecewa.
Melihat Bunda yang dia sayang pergi begitu saja membuat air mata Maura jatuh begitu deras. Dadanya sesak karena sakit melihat kedua orang tuanya marah dan kecewa pada dirinya. Terutama Bundanya, dia tidak senang bila harus melihat Bundanya menangis, apalagi karena dirinya.
"Siapa lelaki itu?" Tanya Bryan tanpa melihat kearah Maura. Dia masih enggan menatap Maura meski hati kecilnya begitu kasihan pada putri kesayangannya itu.
"Maura tidak tahu." Jawab Maura lirih dengan gelengan kepala. Dia masih menangis sesenggukan.
"Ayah!! Ayah, maafin Maura!!" Maura bergeser mendekat pada Bryan dan bersimpuh memohon maaf pada Ayahnya.
"Seharusnya kamu minta maaf sama Bunda kamu, bukan sama Ayah." Bryan mengatakan itu sambil memejamkan kedua matanya.
Mendengar itu, Maura semakin menunduk dalam. Bahunya bergetar karena menangis.
"Berdirilah!" Bryan yang tidak tega melihat Maura seperti itu membantu Maura berdiri dan duduk disebelahnya. Bryan memeluk Maura dari samping dan gadis itu melingkar kedua tangannya pada tubuh sang Ayah. Dia menangis dalam pelukan Bryan, cinta pertama nya.
Meski saat ini Bryan tengah marah dan kecewa, dia tetap menerima Maura. Dia akan tetap menemani putrinya itu melewati masa sulit dalam hidupnya. Maura butuh dukungan dan semangat keluarga, bukan amarah dan kebencian. Semua itu kecelakaan, seperti dirinya dulu saat bersama Freya.
"Sudah jangan nangis lagi. Ayah akan cari tahu siapa lelaki itu dan Ayah akan meminta pertanggung jawaban darinya." Maura mengangguk dalam pelukan Bryan.
"Ayah sudah nggak marah lagi sama Maura?" Tanya gadis itu dan kini mengurai pelukannya menatap mata sang Ayah dengan pandangan kabur karena matanya masih sangat basah dan merah.
"Marah itu masih ada, apalagi kecewa." Maura menunduk lagi mendengar jawaban yang Bryan berikan. "Tapi rasa marah dan kecewa itu lebih kecil dan tertutup rasa sayang dan cinta Ayah sama kamu." Maura kembali menatap Bryan, dia tersenyum senang dan kembali memeluk tubuh Bryan.
"Terima kasih, Ayah." Ucap Maura yang bersyukur Bryan masih mau menerima dirinya. Masih sayang dan cinta pada dirinya.
"Mulai sekarang, kalau lagi patah hati jangan pergi ke kelab malam lagi. Apalagi sampai mabuk dan berakhir tidur sama lelaki yang tidak diketahui identitasnya. Itu untuk pertama dan terakhir kalinya. Ayah tidak mau mendengar kamu minta maaf karena kesalahan yang sama." Bryan memberi peringatan pada Maura untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
"Iya, Ayah. Maura janji." Maura mengangguk dan berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua ketiga dan seterusnya. Maura tidak mau membuat Ayah juga Bundanya semakin membenci dirinya.
"Sudah, lebih baik kamu kembali ke kamar, ini sudah malam. Nggak usah pikirkan Bunda kamu. Besok juga pasti akan luluh lagi. Bunda lagi syok aja tadi makanya bersikap seperti itu sama kamu." Bryan mengatakan itu sambil memegang pipi kiri Maura yang terlihat memerah dan sedikit bengkak karena tamparan dari Freya. "Jangan lupa, pipinya dikompres." Maura mengangguk mengiyakan.
"Maura ke kamar dulu, Ayah." Pamit Maura yang diangguki Bryan.
"Ayah!!" Bryan mengangkat kepalanya dan melihat Maura yang berdiri didekat pintu.
"Maura tidak ingat rupanya seperti apa, tapi Maura ingat namanya. Namanya Fabian, nomor teleponnya 0813xxxxxxxx." Ucap Maura sebelum akhirnya dirinya benar-benar keluar dari ruang kerja sang Ayah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Arwondo Arni
kenapa yg nidurin Maura lelaki yg sdh py istri dan anak kasihan istrinya dan juga Maura jd sedih
2023-11-23
3
Pasrah
kenapa gak ada yg kasih komentar ya,ttp semangat ya thor walaupun gak banyak yg komen
2023-09-17
0
Yani Hendayani
dukungan orangtua memang sangat di butuhkan spy anak tdk merasa terbuang dan menderita sendirian. terimakasih ayah Bryan love you sekebon♥️♥️
2023-09-15
3