Bab 2

Maura mengambil nafas dan dia hembuskan nya perlahan dan mengambil nafas lagi lalu dia hembuskan lagi secara perlahan dan dia lakukan itu beberapa kali sebelum akhirnya masuk kedalam rumah. Dia mengucapkan salam, namun tidak ada sahutan sama sekali dari dalam rumah.

"Bunda dimana ya?" Gumam Maura menanyakan keberadaan Freya. Biasanya sore seperti ini rumah terlihat ramai, tapi hari ini kenapa terlihat begitu sepi seperti tidak ada yang penghuninya sama sekali. Dia celingukan mencari keberadaan sang Bunda.

"Non Maura!"

Maura terlonjak kaget saat tiba-tiba ada yang menepuk bahunya dari belakang dan memanggil namanya. Dia bahkan sampai mengusap dadanya karena terkejut.

"Bik Mae! Bikin kaget Maura aja." Seru Maura yang kesal karena dikagetkan sama pelayan rumah. Bahkan detak jantung nya masih terasa berdebar karena kaget.

"Maaf, Non. Lagian Non Maura di rumah sendiri clingak clinguk, kaya maling." Seloroh Bik Mae yang berani mengatai anak majikannya sendiri maling.

Maura mencebikkan bibirnya, apa yang Bik Mae katakan memang benar. Dia tadi sudah seperti maling padahal di rumah sendiri. "Bunda mana?" Tanya Maura.

"Nyonya sama yang lainnya di rumah samping, Non." Bik Mae memberi tahu keberadaan Freya dan anggota keluarga yang lain.

Maura mengangguk dan berterima kasih sebelum akhirnya melangkah menuju rumah samping. Namun langkah Maura terhenti, dia mengurungkan niatnya untuk kesana dan memilih menuju kamarnya. Sudah hampir sebulan dia tidak pulang dan lebih memilih tinggal di apartemen sendiri.

"Bagaimana reaksi Ayah sama Bunda nanti ya?" Maura yang belum bercerita saja sudah merasa takut membayangkan reaksi Bryan sama Freya saat tahu dirinya hamil di luar nikah. Apalagi dengan lelaki yang sama sekali tidak dia kenal.

"Aku yakin, Ayah sama Bunda pasti akan sangat marah dan kecewa sama aku." Air mata Maura tiba-tiba jatuh tanpa dikomando. Dia belum siap bila melihat Bryan dan juga Freya marah pada dirinya. Dia juga belum siap kalau kedua orang tuanya membenci dirinya bahkan mengusir dirinya. Maura belum siap untuk menerima semua itu. Ditambah kondisinya yang sekarang, Maura rasanya ingin mati saja. Tapi dia sendiri juga tidak mau lari dari masalah dan juga tanggung jawab.

"Apa aku batalkan saja ya? Cerita nanti kalau aku sudah siap." Maura ragu sekarang. Dia bingung harus bagaimana. Kalau ditunda, pasti lama-lama akan ketahuan juga seperti bau busuk yang disimpan lama akan tetap ketahuan pada akhirnya.

"Aku sudah disini, pasti Ayah melarang aku kembali ke apartemen." Maura mengingat Bryan yang menentang keras dirinya tinggal sendiri di apartemen meski sudah dewasa. Bryan ingin anak-anaknya tetap tinggal dirumah, kecuali saat menempuh pendidikan di luar atau sudah menikah, baru boleh tinggal terpisah.

Tok Tok Tok

"Sayang!!"

Maura yang mendengar suara pintu kamarnya diketuk dari luar dan juga suara Freya memanggil dirinya, buru-buru dia menyeka air matanya dan menepuk pelan kedua pipinya pelan. Dia mencoba tersenyum supaya Freya tidak mengetahui kalau dirinya tadi habis menangis.

"Iya, Bun. Masuk!!"

Freya membuka pintu dan tersenyum saat melihat putrinya pulang ke rumah setelah hampir satu bulan tidak pulang dan memilih tinggal di apartemen.

"Kenapa pulang nggak ngasih kabar sama Bunda?" Tanya Freya saat putrinya itu memeluk tubuh nya. Dia membalas pelukan putrinya itu dengan hangat dan penuh kasih sayang. Meski sebenarnya keduanya juga sering bertemu saat di kantor, tapi tetap saja dia rindu Maura ada di rumah.

"Mau kasih kejutan sama Bunda." Freya tertawa kecil mendengar jawaban putrinya, Maura.

"Lihat! Kurus banget kamu sekarang, sayang." Freya yang sudah melepas pelukannya pada tubuh Maura mengomentari penampilan putrinya saat ini. "Apa kamu masih memikirkan Rafa terus?" Tebak Freya yang mengira kalau Maura masih memikirkan Rafa, cinta pertama yang kandas lebih dahulu sebelum dimulai. Juga mata Maura yang bengkak seperti habis menangis. Pasti masih memikirkan Rafa, siapa lagi yang Maura pikirkan selain Rafa, pikir Freya.

"Nggak kok, Bun. Maura sudah melupakan Kak Rafa. Maura sudah mengikhlaskan Kak Rafa sama yang lain. Maura hanya diet saja, makanya makin kurus." Dengan tersenyum, Maura membohongi Freya. Lebih baik dia bilang diet daripada bilang yang lainnya yang nantinya pasti akan membuat Freya syok. Bukan sekarang waktunya untuk bercerita, tapi nanti setelah keadaan rumah sudah mulai sepi. Mungkin malam nanti. Dia masih mau menyiapkan mental terlebih dahulu.

"Badan kamu sudah bagus, nggak usah diet lagi. Gadis kalau kurus itu kurang menarik. Laki-laki tidak suka yang kurus kering. Langsing boleh, tapi porsi tubuh harus pas, bukan depan belakang tepos macam triplek." Maura tertawa mendengar celotehan Freya. Bundanya itu ada-ada saja ucapannya.

🌷🌷🌷

Aurel yang berbaring membuka kedua matanya saat mendengar suara pintu terbuka. Dia tersenyum saat melihat siapa yang datang. Dia melihat jam yang tergantung di dinding sudah menunjukkan pukul setengah enam sore kurang tujuh menit.

"Sudah selesai kerjanya?" Tanya Aurel pada suaminya yang baru saja datang.

"Belum." Fabian menggeleng kepala pelan. "Nanti jam delapan aku ada jadwal operasi." Sambung Fabian memberi tahu istrinya.

"Bagaimana keadaan kamu sekarang? Apa mulutnya masih terasa pahit? Masih sering muntah apa mual aja?" Tanya Fabian sambil mengusap kening Aurel. Wajah istrinya itu masih terlihat pucat.

"Masih semuanya." Jawab Aurel yang memang masih sering muntah juga mual. Mulutnya juga masih terasa pahit.

Fabian mengambil apel dan mengupasnya. "Apa yang kamu pikirkan?" Tanya Fabian. Karena biasanya kalau Aurel tengah banyak pikiran, pasti asam lambung nya akan kambuh dan berakhir sesak nafas.

"Nggak ada." Jawab Aurel dengan menggeleng pelan. Dia tidak mungkin akan mengatakan yang sebenarnya pada Fabian atau Fabian nanti akan memarahi dirinya karena terlalu banyak pikiran.

"Aku nggak suka dibohongi, kamu tahu itu." Melihat Aurel tidak menanggapinya, Fabian tahu kalau sebenarnya istrinya itu tengah berbohong juga merahasiakan sesuatu. Pasti ada sesuatu yang membuat Aurel berpikir keras sampai asam lambung nya kambuh.

"Makanlah!" Fabian menyuapi apel yang dikupasnya tadi pada Aurel.

Aurel menerimanya dan memakan apel yang disuapi Fabian. Aurel makan dalam diam, begitupun Fabian yang tidak mengatakan apapun lagi dan hanya menyuapi Aurel.

"Aku akan pulang sebentar untuk melihat Kasih. Kamu istirahat dan nggak usah memikirkan yang macam-macam." Fabian pergi setelah selesai menyuapi Aurel.

Air mata Aurel jatuh menetes setelah Fabian hilang di balik pintu. Dadanya sesak karena menahan sakit melihat sikap dingin Fabian pada dirinya. Meski suaminya itu perhatian pada dirinya, tapi semua itu hanya sekedar perhatian belaka. Bukan perhatian sayang maupun cinta.

"Kapan kamu bisa tulus sayang dan cinta sama aku, Mas?"

Terpopuler

Comments

Nurin Kafisah Tonkyy

Nurin Kafisah Tonkyy

banyak misteri yg membagongkn

2024-02-04

3

Rengganis

Rengganis

Menarik....

2023-10-01

3

Pasrah

Pasrah

memangnya kenapa ya kok kayak gitu kehidupan mereka

2023-09-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!