"Kamu yakin dia orangnya?" Tanya Bryan yang tengah melihat berkas yang baru saja Bara berikan pada dirinya. Dari data yang dia lihat dan baca, Bryan sama sekali tidak mengenal siapa lelaki itu, tapi kalau ayah dari lelaki itu Bryan tahu, bahkan Bryan kenal.
"Hemm!!" Bara hanya berdehem, dengan tidak sopannya dia merebahkan tubuhnya di sofa ruang kerja Bryan. Semalaman dia tidak tidur hanya untuk mencari identitas orang yang sudah menanam benih pada rahim Maura. Dia beri waktu sampai pagi ini dan harus dapat informasi tentang identitas lelaki itu lengkap tanpa terkecuali.
Kening Bryan mengkerut saat melihat status Fabian, lelaki yang sudah merenggut kesucian putri kesayangannya dan membuat putrinya itu hamil. "Dia sudah menikah." Gumam Bryan lirih. Dia mendesah frustasi memikirkan bagaimana nasib Maura. Kalau lelaki itu mau bertanggung jawab, itu artinya Maura akan menjadi istri kedua dan Bryan tidak akan setuju melihat Maura menjadi istri kedua.
"Aku ketahuan sama Andre pas di rumah sakit. Mungkin hari ini lelaki itu akan dipanggil sama Andre." Ungkap Bara dengan mata terpejam. Meski mengantuk berat, dia tetap memberitahu Bryan. Karena yang berhak bertindak itu Bryan, bukan Andre yang selaku paman dari Maura.
Bryan melirik sekilas Bara yang berbaring di sofa. Dia segera menghubungi Andre untuk tidak gegabah terlebih dahulu. Ini urusan dirinya dengan lelaki itu, bukan urusan Andre. Bila memang Andre dibutuhkan untuk membantu, Bryan akan meminta sepupunya itu untuk membantunya.
Setelah menghubungi Andre, Bryan keluar dari ruang kerjanya dan membiarkan Bara tidur. Dia akan pergi ke rumah sakit dan menemui lelaki itu. Bukan untuk menghajarnya atau memberi pelajaran, dia hanya ingin melihat langsung lelaki itu dengan kedua matanya sendiri.
"Mau kemana?" Tanya Alex saat berpapasan dengan Bryan. Padahal dia akan menemui Bryan, ini justru yang dia temui seperti akan keluar dan sepertinya tengah terburu-buru.
"Keluar sebentar." Jawab Bryan singkat dan melanjutkan langkah kakinya.
"Tunggu!!" Alex mencengkeram bahu Bryan kuat, menahan lelaki itu untuk tidak pergi terlebih dahulu. "Tadi aku ke rumah, Freya sudah cerita semua." Terang Alex dan Bryan hanya diam saja. "Apa kau sekarang mau menemui lelaki itu? Apa sudah tahu dia siapa?" Tanya Alex yang penasaran karena Bryan terlihat buru-buru pergi.
"Hemm!" Bryan hanya berdehem dan mengangguk. Dia sudah ingin pergi, tapi Alex masih menahannya. Bisa saja sebenarnya dia pergi begitu saja, tapi sepertinya dia memang butuh teman untuk menemui lelaki itu. Bukan karena Bryan takut, lebih tepatnya untuk mengontrol dirinya supaya tidak emosi dan melakukan hal yang tidak diinginkan mengingat perangainya dulu saat masih muda.
"Baiklah ayo aku temani. Aku juga ingin melihat bagaimana tampang lelaki yang sudah berani menodai keponakan tersayang ku."
🌷🌷🌷
Fabian yang baru saja menyelesaikan operasi, kembali ke ruangannya. Dia duduk di meja kerjanya dengan kepala dia telungkupkan diatas meja. Semalam dia kurang tidur karena lewat tengah malam baru selesai menjalani operasi. Dilanjut setelah subuh dia kembali masuk ruang operasi dan sekarang baru saja selesai tepat pukul setengah sebelas siang.
Profesinya sebagai dokter bedah saraf membuatnya begitu sibuk keluar masuk ruang operasi juga bangsal rawat. Menyesal dengan profesi yang dimiliki saat ini, tentu saja tidak. Fabian justru senang meski badannya rasanya remuk redam bila jadwal operasinya padat.
Fabian memejamkan matanya sejenak untuk menghilangkan sedikit pening di kepalanya, namun justru bayangan kejadian malam itu muncul lagi dan lagi. Dia mende sah panjang. Sudah lebih dari tiga minggu tapi dirinya belum mendapat kabar apapun tentang gadis itu. Bahkan nomor yang dia tinggal di secarik surat tidak kunjung dihubungi.
Fabian juga sudah minta tolong sama Gerry, tapi hasilnya nihil. Tidak ada titik terang sama sekali. Mau minta tolong sama Raka, dia tidak berani. Meski sebenarnya dia tahu kalau Raka paling bisa diandalkan bila soal cari mencari orang. Tapi tidak akan dia lakukan mengingat Raka adalah Kakak iparnya sendiri, kakaknya Aurel.
PLAKKK
Tepukan pelan pada bahu Fabian membuat lelaki itu terlonjak kaget dan langsung menegakkan kepalanya. Dia melihat Gerry sang pelaku yang tertawa melihat dirinya kaget.
"Kalau mau istirahat, sana rebahan di sofa." Gerry menunjuk sofa yang ada dipojokkan dengan dagunya.
Tidak ada respon dari Fabian. Dia kembali menelungkupkan kepalanya diatas meja karena terasa begitu berat.
"Kenapa nggak langsung pulang aja? Bukannya kamu sudah tidak ada jadwal praktek sama kunjungan? Habis ini juga tidak ada jadwal operasi lagi kamu." Ungkap Gerry yang sepertinya paling tahu tentang jadwal Fabian. Sudah seperti asistennya saja.
"Apa belum ketemu?" Bukannya memberi jawaban, Fabian justru bertanya pada Gerry.
Gerry menggeleng kepala, dia paham apa yang ditanyakan sama Fabian. "Belum, aku juga sudah minta tolong sama kawan kuliah dulu. Tapi,-" Gerry terlihat bingung harus melanjutkan kalimatnya bagaimana lagi untuk menjelaskan pada Fabian. Dia sendiri juga tidak yakin.
Fabian menegakkan kepalanya kembali dan duduk menghadap Gerry yang meja kerjanya ada berseberangan dengan dirinya. "Tapi apa?" Tanya Fabian penasaran. Pasti temannya itu sudah menemukan siapa gadis itu sebenarnya.
"Hmmm!!" Gerry menyengir kuda sambil menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Dia bingung dan ragu harus mengatakan bagaimana pada Fabian.
Fabian menghembuskan nafas kasar dan berdiri dari duduknya. Dia melihat sekeliling, tidak ada orang selain dirinya dan juga Gerry. Dia melangkah menuju meja kerja Gerry. "Katakan! Ada apa sebenarnya?" Tanya Fabian menatap tajam pada Gerry. Rasa lelah dan kantuknya tiba-tiba hilang dan berganti rasa penasaran dengan hasil yang diselidiki Gerry bersama temannya.
Gerry menelan ludah sudah payah melihat tatapan tajam yang Fabian berikan pada dirinya. Hingga akhirnya dia mengatakan. "Wanita itu putrinya seorang konglomerat. Usianya dua puluh tiga tahun, tapi sudah menyelesaikan pendidikan S3 di Sydney. Keren banget dia, smart." Gerry menyengir kuda sambil memberikan acungan dua jempol pada Fabian.
"Siapa dia? Kalau kasih informasi yang jelas." Geram Fabian karena informasi yang Gerry berikan kurang jelas menurutnya. Anak konglomerat siapa yang dimaksud Gerry, karena anak konglomerat tidak hanya satu, tapi banyak.
"Putri pertama keluarga Abrisam, pemilik BRATA GRUP. Namanya Maura Hanin Az-Zahra. Dia keponakannya Direktur sekaligus pemilik rumah sakit Healthy Hospital, Dokter Andre." Dengan cepat dan satu tarikan nafas, Gerry mengatakan itu.
Fabian yang mendengar itu hanya bisa berdiri terdiam dan mematung. Pikirannya semakin kalut. Orang yang sudah dia ajak one night stand dalam keadaan mabuk ternyata orang berpengaruh. Pantas saja mencari informasi tentang wanita itu begitu sulit, ternyata memang dari keluarga berpengaruh di tanah air. Lantas, bagaimana nasibnya setelah ini.
Tok Tok Tok
"Permisi!! Dokter Fabian dipanggil Direktur ke ruangannya sekarang juga."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Yeni Fitriani
malangnya nasib maura gadis belia malah dpt om2 beristri
2025-01-09
0
Nurin Kafisah Tonkyy
awal baca sampek bab ini baguss kakk... dr kmrin ngubek cari novel yg critanya g ketebak pas diawal gini aku suka kak karyamu...
2024-02-05
2
Pasrah
lanjut
2023-09-17
0