Bab 10

Dua hari setelah Fabian dihajar habis-habisan sama Raka, keduanya terlihat saling diam bila bertemu. Tidak ada saling sapa maupun obrolan mengenai pasien meski mereka dalam satu ruangan kerja di bagian spesialis bedah.

Bahkan tanpa sepengetahuan Fabian, Raka juga sudah membawa Aurel kembali pulang ke rumah beserta dengan Kasih. Dan kini di rumah Fabian hanya tinggal dirinya dan seorang pembantu yang sudah merawat Fabian sejak kecil.

Fabian masuk kedalam kamar Kasih. Kamar itu masih sama, belum ada yang berubah. Masih banyak barang-barang Kasih yang sengaja tidak dibawa. Hanya sebagian saja yang dibawa, yang biasanya digunakan sama Kasih.

Hanya barang-barang milik Aurel saja yang sudah tidak ada. Aurel membawa semua barang miliknya tanpa terkecuali. Membuat kamar yang ada di sebelah kamar Kasih kosong menyisakan perabotan saja.

"Maafkan aku, Kak. Aku nggak bisa menepati janji aku untuk menjaga Aurel juga Kasih. Aku sudah berusaha, tapi aku justru menyakiti mereka. Maafkan adik kamu yang tidak berguna ini." Bibir Fabian bergetar menahan tangis saat meminta maaf pada kakaknya, Febry. Dia merasa bersalah pada Febry.

Dia merasa tidak becus dalam menjaga amanah yang sudah dipercayakan Febry pada dirinya. Dia sudah membuat Aurel sakit hati dan Kasih kehilangan sosok Ayah yang tiga tahun ini dia berikan pada sang keponakan yang sudah dia anggap seperti anak sendiri.

"Maafin Papa, Kasih." Fabian mengingat saat kemarin dirinya diusir sama Raka saat ingin bertemu Kasih. "Papa rindu sama kamu." Fabian memeluk selimut kecil milik Kasih yang ada di atas tempat tidur.

Air matanya akhirnya jatuh membasahi kedua pipinya saat mengingat kenangan bersama Kasih. Dia begitu senang saat Kasih memanggilnya Papa saat baru bisa berbicara. Lelahnya pekerjaan akan hilang saat melihat si kecil Kasih. Tapi kini, penghibur lelahnya sudah pergi meninggalkan kenangan. Dia hanya bisa melihat dari kejauhan karena Raka melarangnya untuk bertemu dengan Kasih.

Apalagi kemarin Raka juga memberi tahu dirinya kalau Aurel sudah mengajukan surat cerai ke pengadilan. Fabian tidak menolak maupun mengiyakan, karena sejatinya dia memang tidak memiliki rasa pada Aurel. Dia hanya ingin menepati janjinya pada Ferby. Tapi kini semuanya sudah berubah. Dia tidak bisa menepati janjinya dan justru menyakiti hati Aurel, mantan istri Kakaknya sendiri dan mungkin sebentar lagi juga akan menjadi mantan istrinya.

"Bian!!! Dimana kamu!!"

Fabian menoleh kearah pintu saat mendengar suara teriakan dari Papanya, Sandi. Dia memejamkan mata sejenak dan juga mengambil nafas sebelum akhirnya keluar untuk menemui Papanya itu karena dia yakin pasti Papanya sudah tahu semua tentang apa yang terjadi pada rumah tangganya saat ini.

"Fabian!! Keluar kamu!!" Lagi-lagi Sandi berteriak karena Fabian tidak kunjung keluar untuk menemui dirinya.

"Ada apa, Pa?" Tanya Fabian yang baru saja turun dari lantai dua. Dia bertanya seolah tidak tahu alasan Sandi berteriak marah saat memanggil dirinya.

"Dasar anak bikin malu. Apa yang kamu lakukan pada Aurel sampai Aurel pergi dari rumah dan mengajukan surat cerai?" Dengan menggebu dan penuh amarah, Sandi bertanya pada Fabian. Tidak lupa, dia juga menatap tajam pada anaknya itu.

"Kontrol emosi, Pa." Shanti mengusap lengan suaminya untuk menenangkan Sandi yang tengah emosi. Shanti takut sakit yang suaminya derita kambuh karena emosi pada Fabian. Mengingat sekitar empat bulan yang lalu Sandi baru saja menjalani operasi pemasangan ring jantung.

"Kita duduk dulu. Kita bicarakan baik-baik." Shanti mengajak suaminya duduk biar emosinya reda. Begitupun dengan Fabian, Santi meminta putranya itu untuk ikut duduk juga.

"Kenapa Aurel mengajukan cerai dan pergi dari rumah?" Tanya Sandi menatap tidak suka pada Fabian.

"Maafin Bian, Pa! Ma! Semua ini salah Bian. Bian sudah menyakiti hati Aurel. Bian juga tidak bisa menepati janji Bian pada Kak Febry." Fabian menunduk, merasa bersalah atas apa yang sudah terjadi pada rumah tangganya.

"Kesalahan apa yang sudah kamu buat sampai Aurel mengajukan cerai?" Kini giliran Shanti yang bertanya. "Kamu selingkuh?" Tebak Shanti.

Fabian memejamkan kedua matanya, dia bersyukur karena kedua orang tuanya belum tahu soal dirinya yang sudah menghamili anak gadis orang. Berarti itu tandanya Aurel tidak sampai mengatakan itu pada kedua orang tuanya.

Fabian menggeleng kepala pelan, "Bian tidak selingkuh, Ma. Bian,-"

"Kalau tidak selingkuh kenapa kalian bisa bercerai?" Sandi memotong begitu saja padahal Fabian belum selesai berbicara.

"Bian mencintai orang lain dan Aurel tahu itu." Jawab Fabian lirih. Dia memejamkan matanya saat mengatakan itu, dia tahu apa yang dikatakannya saat ini adalah sebuah kebohongan. Dia tidak mencintai siapapun saat ini, melainkan karena sebuah kesalahan satu malam yang membuat benihnya tumbuh secara tidak sengaja di rahim seorang gadis yang tidak bersalah.

Kedua orang tua Fabian menghembuskan nafas kasar mendengar jawaban dari Fabian. Mereka tahu kalau selama ini Fabian tidak atau lebih tepatnya belum bisa mencintai Aurel yang dulu kakak iparnya berubah menjadi istrinya.

"Siapa gadis itu?" Tanya Shanti penasaran. Karena selama ini yang dia tahu Fabian tidak pernah dekat dengan seorang wanita. Baik dari saat sekolah dulu sampai kuliah bahkan saat sudah bekerja, Fabian selalu menutup diri soal wanita, dekat dengan wanita saja enggan. Bahkan Shanti dulu sempat mengira kalau anaknya itu suka sesama jenis.

"Kamu masih suka sama perempuan kan, Bian?" Shanti bertanya lagi dengan wajah yang menunjukkan rasa ketakutan kalau saja ternyata selama ini anaknya itu sungguh tidak bisa menyukai seorang wanita.

"Maaa!!!!" Seru Fabian dengan suara keras. "Bian masih normal. Bahkan Bian bisa memberikan Mama cucu sekarang." Sanggah Fabian atas tuduhan yang Shanti berikan untuk dirinya.

"Cucu?!" Seru Shanti dan juga Sandi bersamaan.

"Shitt!!" Fabian mengumpat dalam hati. Dia merutuki ucapannya tadi yang mengatakan kalau bisa memberikan orang tuanya cucu sekarang.

"Maksud kamu apa, Bi? Cucu gimana?" Tanya Shanti karena Fabian seperti orang bingung dan tidak kunjung menjelaskan. "Atau jangan-jangan kamu hamili anak orang." Shanti terlihat syok bila apa yang dia katakan itu benar adanya. Bagaimana bisa Fabian melakukan hal keji seperti itu.

"Benar seperti itu Bian?" Sandi ikut menanyakan kejelasan apa yang Santi katakan. Bila memang benar, putra bungsunya itu memang harus diberi pelajaran.

Fabian menatap kedua orang tuanya bergantian. Bagaimana bisa tebakan Mamanya itu benar. Apa feeling seorang Ibu itu begitu kuat sampai Mamanya mengatakan seperti itu.

Fabian masih diam dan belum memberi jawaban atas apa yang ditanyakan sama kedua orang tuanya. Dia bingung harus jujur atau berbohong. Apalagi orang yang akan mereka hadapi nantinya adalah orang yang memiliki kuasa. Fabian tidak ingin kedua orang tuanya terlibat.

"Bukan begitu maksud Bian, Ma!! Pa!! Kalau nanti Bian nikah dengan orang yang Bian cintai, Bian akan memberikan cucu saat itu juga." Jawab Fabian dengan suara dibuat senormal mungkin biar kedua orang tuanya percaya. "Dan Mama nggak usah berpikir yang bukan-bukan. Bian nggak suka Mama tuduh sembarangan." Fabian memberi peringatan pada Shanti untuk tidak menuduhnya lagi.

Terpopuler

Comments

Rifa Endro

Rifa Endro

orang memang iya. Belepotan kan jawabnya

2023-09-24

0

Pasrah

Pasrah

aduh 😇😇😇 sendiri bacanya kalau begini ceritanya lho

2023-09-17

0

Heni Yuhaeni

Heni Yuhaeni

cemen lu bian, masak g mau ngaku,

2023-08-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!