Bughh
Bughh
Bughh
Beberapa pukulan Fabian dapatkan dari Raka. Sore ini di roof top rumah sakit, Raka menghajar Fabian habis-habisan. Fabian tidak melawan maupun membalas. Dia tahu, pasti Aurel sudah cerita sama Raka tentang apa yang mereka bicarakan tadi malam hingga membuat Raka membabi-buta memukul dirinya.
"Brengsek kau!!" Bughh
"Laki-laki tidak punya hati." Bughh
"Sudah punya istri tapi hamili wanita lain." Bughh
Fabian yang sudah babak belur hanya mampu memegang dadanya yang terasa sesak karena pukulan dan juga tendangan yang Raka berikan. Hidungnya berdarah, bibirnya sobek juga salah satu matanya lebam.
"Apa kau tidak memikirkan hati Aurel sedikit saja, Hah!!" Bentak Raka tepat didepan wajah Fabian yang saat ini sudah tersungkur di lantai.
"Kalau tahu bakal seperti ini aku tidak akan pernah setuju dengan pernikahan kalian. Masa bodo dengan keinginan terakhir Febry. Aku akan mengurus surat cerai kalian sekarang juga." Dengan masih terbakar amarah, Raka pergi begitu saja setelah mendorong tubuh Fabian.
Fabian terbatuk-batuk sambil memegang dadanya yang terasa sesak. "Arghhh." Keluh Fabian saat merasakan sakit pada bibirnya yang robek. "Aku memang pantas diperlakukan seperti ini." Gumam Fabian yang merasa apa yang dia dapat saat ini sesuai dengan apa yang sudah dia perbuat. Rasa sakit menjalar di semua tubuhnya.
Fabian meraih ponselnya yang tadi sempat terjatuh dari kantong celananya. Dia ingin minta tolong sama Gerry. "Sial!! Aku lupa kalau Gerry sore ini ada jadwal operasi." Fabian mengurungkan niatnya untuk menghubungi Gerry.
Dengan tertatih Fabian bangun dan berdiri sendiri. Dia akan pergi dari rumah sakit sebelum ada yang melihat kondisinya sekarang mengingat dirinya sudah selesai tugas. Kalau sampai ketahuan, pasti dirinya juga Raka akan menghadap dewan kedisiplinan dan juga direktur rumah sakit tentunya.
"Astaghfirullahaladzim!!"
Fabian terkejut saat dia membuka pintu ada orang dibalik pintu itu dan tengah beristighfar. Keterkejutan Fabian bertambah saat mengenali siapa sosok orang di balik pintu. Dia adalah Maura, gadis yang sudah dia renggut kesuciannya.
"Kamu?! Kamu kenapa? Siapa yang berani memukuli mu seperti ini?" Tanya Maura yang sepertinya iba melihat kondisi Fabian saat ini. Dia menatap nanar pada Fabian, lelaki yang tidak dia kenal.
Fabian menggeleng kepala kaku. Jantung nya berdetak kencang, dia belum siap bila harus dapat hantaman lagi karena saat ini badannya sudah remuk redam akibat pukulan yang Raka berikan. Bukan, tidak hanya itu, dia juga tidak mungkin menemui Maura dalam kondisi seperti sekarang ini.
"Ayo aku antar ke IGD biar diobati luka kamu." Ajak Maura yang tidak tega melihat luka yang ada di wajah juga tubuh Fabian.
"Ti-tidak perlu. Aku akan obati sendiri." Tolak Fabian. Bisa gawat kalau dirinya diobati di IGD.
"Kalau begitu aku obati saja disini. Kamu tunggu disini dulu."
Fabian hanya diam melihat Maura yang pergi tergesa-gesa. Dia berpikir, bagaimana kalau Maura tahu siapa dirinya. Apa Maura akan bersikap baik pada dirinya.
Fabian kembali ke roof top dan duduk di sebuah kursi usang. Tidak berselang lama terlihat Maura datang membawa kotak perlengkapan obat. "Dapat darimana dia?" Batin Fabian bertanya-tanya.
"Untung saja asisten nya Paman tadi tidak ada. Jadi langsung saja aku bawa." Gumam Maura setelah duduk disamping Fabian. Dia segera membuka kotak obat itu.
"Oh, jadi dia ambil milik asistennya Dokter Andre." Gumam Fabian dalam hati.
"Maaf ya, mungkin akan sedikit sakit." Ucap Maura meminta maaf terlebih dahulu sebelum mengobati luka Fabian.
Fabian hanya mengangguk. Dia diam saja saat Maura mengobati luka diwajahnya. "Gadis sebaik ini kenapa kamu tega membuatnya hamil, Fabian." Ucap Fabian dalam hati.
Tidak hanya Maura, tapi Aurel juga. Kedua wanita itu sama-sama baik. Tapi dianya saja yang jahat dan membuat kedua wanita itu hancur hatinya. Maura yang dia buat hamil di luar nikah dengan lelaki yang tidak diketahui orangnya. Sedangkan Aurel, istri yang tidak pernah dia anggap ada. Meski dia perhatian sama Aurel, tapi dia tidak memiliki perasaan sayang juga cinta pada Aurel. Perhatiannya hanya karena Aurel adalah orang yang Febry titipkan untuk dia jaga.
"Siapa yang mukulin kamu seperti ini? Ini bisa loh dilaporin ke polisi." Kata Maura yang masih sibuk mengobati luka di wajah Fabian.
"Tidak perlu lapor polisi. Ini salah aku juga, jadi pantas saja aku mendapatkan luka seperti ini." Balas Fabian sambil meringis menahan sakit.
"Heran banget, laki-laki tiap kali ada masalah pasti berantem. Kalau nggak gitu minum-minum sampai mabuk. Memang nggak bisa apa diselesaikan dengan kepala dingin." Maura sepertinya lupa kalau dirinya sendiri juga mabuk saat hatinya hancur ditinggal nikah sama Rafa.
Fabian hanya tersenyum tipis saja, tidak mau menjawab. Karena apa yang Maura katakan memang benar adanya.
"Sudah selesai. Nanti sampai rumah kamu bisa kompres lebam di sekitar mata sama bibir. Kompres pakai es batu, jangan pakai air hangat." Pesan Maura pada Fabian. Dia tidak tahu saja kalau Fabian itu adalah seorang dokter.
"Makasih. Maaf sudah membuat kamu repot." Ucap Fabian yang merasa sungkan. Dia tersenyum pada Maura.
"Santai saja. Naluri sebagai dokter, jadi lihat orang luka langsung diobati."
"Kamu dokter?" Fabian nampak terkejut mengetahui fakta kalau Maura ternyata juga seorang dokter seperti dirinya.
"Hmmm!! Iya. Aku dokter gi,-" ponsel Maura berbunyi, "-maaf ya, aku angkat telpon dulu." Izin Maura.
"Assalamualaikum, Bun. Ada apa?" Tanya Maura pada Freya yang menghubunginya.
"Kamu dimana? Ini Rafa sama istrinya ada di ruang Oma."
Maura yang awalnya tadi tersenyum langsung berubah murung. Senyum manis di bibirnya lenyap begitu saja saat mendengar nama Rafa.
"Maura!!" Terdengar suara Freya memanggil Maura karena tidak ada sahutan dari putrinya itu.
"Iya, Bun. Maura di roof top." Jawab Maura memberi tahu keberadaannya.
"Cepat turun! Nggak enak sama tamu. Ini ada Bibi Annisa juga."
"Baiklah, Maura akan kesana." Jawab Maura lesu. Dia belum ingin bertemu dengan Rafa. Karena Rafa, dia akhirnya membuat kesalahan dan mengakibatkan dirinya hamil.
Fabian diam saja melihat ekspresi wajah Maura yang sangat berubah dari yang sebelum mendapat telepon. Yang awalnya berseri kini menjadi mendung. Seperti ada sesuatu, tapi dia tidak tahu apa yang terjadi pada Maura saat ini.
"Aku pergi dulu." Pamit Maura. "Jangan berantem lagi, nanti wajah tampannya nggak kelihatan." Ucap Maura sambil tersenyum.
"Memang kamu tahu kalau aku tampan?" Tanya Fabian yang juga tersenyum pada Maura.
"Mungkin." Jawab Maura sambil tertawa. "Sudah dulu ya. Bye!!"
Fabian tertawa kecil melihat Maura yang berlalu pergi. "Apa dia akan terus tersenyum setelah tahu kalau aku orang yang sudah menghamilinya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Wahyu Kasep
jadi males buat lanjutin baca
2025-01-03
0
Arwondo Arni
semoga istri Febian rela menceraikannya dr pd menderita,dan dipertemukan jodohnya seperti Febry suaminya almarhum. Febian jodoh maura dan menerima kasih sebagai anaknya semua jd keluarga besar rukun
2023-11-23
2
Yani Hendayani
bisa ga ya??
2023-09-17
0