Malik menjenguk sang kakak ipar tidak sendirian. Melainkan bersama dengan ke dua orang tuanya dan juga para saudaranya. Mereka mengucapkan turut prihatin atas kecelakaan yang dialami oleh Imran saat ini. Dan ketika Malik beserta keluarganya sudah cukup puas berada di rumah sakitnya, mereka semua memutuskan untuk kembali pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Malik langsung disambut oleh Dyah yang sambil menggendong putri mereka.
"Mas! Bagaimana keadaan mas Imran?"
Malik menunjukkan wajah yang tidak bisa ditebak oleh Dyah. "Mas Imran belum sadarkan diri sejak kemarin. Tapi alhamdulillah dia sudah melewati masa kritisnya."
Ada perasaan lega yang dirasakan oleh Dyah. "Alhamdulillah."
Tidak bisa Dyah bohongi. Semarah-marahnya ia kepada sang kakak dan sang ibu. Tetap saja jika mereka terluka, Dyah pun seperti ikut merasakan lukanya. Sebab cuma mereka berdua saja keluarga terdekat yang Dyah miliki di dunia ini selain Malik sang suami.
"Kita jadi 'kan pergi ke rumah mbak Shanum?"
Dyah yang tadi sedikit melamun langsung teralihkan pikirannya. "Iya jadi dong Mas!"
"Ayo! Kalau begitu segera bersiap-siap. Nanti keburu mbak Shanum pergi."
"Baiklah. Tunggu sebentar." Dyah langsung segera bersiap-siap di dalam kamar untuk segera pergi ke rumah Shanum.
Singkat cerita, ketika Dyah dan Malik beserta baby mereka yang masih berumur beberapa hari sudah selesai bersiap-siapnya, mereka bertiga segera bergegas pergi ke rumah Shanum yang berada beda desa dengan rumah mereka.
Kedatangan Malik dan Dyah disambut hangat oleh Shanum. Bahkan Shanum langsung mencoba menggendong keponakannya itu yang masih sangat kecil sekali.
"Masyaallah, cantik sekali anak kalian."
Bibir Shanum tersenyum senang sekali bisa diberikan kesempatan menggendong Fatiyah sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan kampung kelahirannya.
"Namanya Fatiyah, Mbak," ucap Dyah.
"Masyaallah cantik namanya. Jadi anak yang sholehah ya Fatiyah. Semoga kelak kamu bisa menjadi ahli surga dan membawa ke dua orang tuamu masuk bersamamu. Aamiin."
Ucapan Shanum tentu saja langsung di aamiinkan oleh Malik dan juga Dyah.
"Oh ya Mbak Shanum."
"Hmm! Iya Malik." Shanum mengalihkan pandangannya ke arah Malik.
"Mas Imran kemarin kecelakaan, dan dia belum sadarkan diri sampai sekarang."
Jantung Shanum seakan berhenti berdetak mendengar laki-laki yang namanya masih tersimpan rapi di hatinya mengalami kecelakaan.
"Semoga mas Imran baik-baik saja."
"Apakah Mbak tidak ingin menjenguknya sebelum Mbak pergi. Biar Mbak diantar mas Malik?" tanya Dyah.
Shanum menggelengkan kepalanya. "Tidak! Mbak mendoakan saja dari sini. Doa pun bisa sampai ko kepada yang bersangkutan."
"Lebih baik Mbak tidak melihatnya, daripada mendapatkan rasa sakit yang berlipat lagi."
Benar Shanum! Keputusan yang kamu ambil sangat benar sekali. Daripada nanti kamu dihina dan terlihat seperti tidak ada harga dirinya, lebih baik mendoakan saja dari jauh.
Dyah pun hanya bisa pasrah tidak mau menuntut Shanum. Dyah menghormati keputusan yang Shanum buat.
"Mbak mau pindah ke luar kota mana?" tanya Malik.
Shanum menggelengkan kepalanya. "Tidak tahu. Mbak belum ada gambaran ingin ke kota mana?"
"Yang Mbak inginkan, cuma pindah di tempat yang jauh dari kebisingan kota."
"Malik ada teman yang rumahnya sangat jauh sekali dari perkotaan Mbak. Dia merantau di sini. Sepertinya, kampung teman Malik sangat cocok untuk Mbak yang membutuhkan ketenangan."
Wajah Shanum terlihat cerah mendengar ucapan Malik. "Boleh! Di mana alamat kampung itu Malik?"
Malik pun langsung menyebutkan nama sebuah kampung yang letaknya sangat jauh dari perkotaan tapi tidak terpencil. Kampung itu berada di luar kota. Walau jauh, tapi Shanum tetap mantap untuk datang ke sana.
Tiba-tiba Dyah mengeluarkan sesuatu dari dalam tas yang dibawanya. "Mbak! Ini untuk Mbak sebagai kenang-kenangan dari kami."
Untuk lebih memudahkan Shanum melihat barang yang diberikan oleh Dyah. Malik pun mengambil alih gendongan Fatiyah dari Shanum.
"Apa ini Dyah?" Shanum terlihat kebingungan.
"Buka saja Mbak," jawab Malik.
Shanum lalu mencoba membuka paper bag tersebut untuk melihat barang yang diberikan oleh Dyah dan Malik kepadanya. Ketika dirinya sudah melihat barang tersebut, alangkah terkejutnya Shanum. Sebab Dyah dan Malik memberikannya ponsel baru.
"Masyaallah. Allahu Akbar. Kalian memberikan ponsel baru untuk Mbak?"
Dyah dan Malik menganggukkan kepalanya. "Semoga Mbak Shanum suka."
Shanum belum berani membuka ponselnya. "Tapi ini terlalu mahal ponselnya untuk Mbak?"
"Tidak Mbak. Tolong diterima ya. Biar kita semua bisa saling berkomunikasi, walau nantinya kita sudah tidak bisa saling melihat lagi," ucap Malik.
"Seharusnya uang kalian ditabung saja untuk masa depan Fatiyah," Shanum bukannya tidak mau menerima ponsel tersebut. Akan tetapi mencoba menasihati Dyah dan Malik.
Dyah mengerti maksud ucapan Shanum. Dan dia tidak marah sama sekali pada mantan kakak iparnya itu.
"Terimalah saja Mbak. Kami ikhlas. Bila Mbak menolaknya, justru kami akan marah kepada Mbak."
Shanum meneteskan air matanya. Dia tidak menyangka, dibalik mantan suami dan mantan mertua yang jahat. Tapi masih ada mantan adik ipar yang sangat peduli dengannya.
Shanum menjawab dengan berlinang air mata. "Terimakasih Dyah, Malik. Semoga Allah membalas kebaikan kalian berdua."
"Aamiin," ucap Dyah dan Malik secara bersamaan.
Karena berhubung Shanum tidak bisa mengoperasikan ponsel barunya itu. Malik dengan suka rela membantu Shanum supaya bisa menggunakan ponsel tersebut.
Setelah cukup lama mereka berbincang dan mengobrol sebagai tanda perpisahan mereka. Akhirnya, Dyah dan Malik berpamitan pulang kepada Shanum.
Perasaan Shanum sangat lega sekarang sudah melihat Dyah dan Malik sebelum ia pindah. Dan keesokan harinya. Shanum pun benar-benar pergi dari kampung kelahirannya diantarkan oleh Laila ke terminal terdekat.
Peluk haru Laila ungkapkan kepada Shanum. Shanum juga sudah memberikan nomor ponselnya kepada Laila supaya mereka bisa sering berkomunikasi.
"Jaga diri baik-baik ya Shanum. Tolong jangan lupakan aku," wajah Laila benar-benar terlihat sangat bersedih sekali.
"Pasti. Aku pasti akan selalu mengingatmu dan merindukanmu Laila."
Laila melambaikan tangannya kepada Shanum yang akan masuk ke dalam bus antar kota itu.
Setelah bus yang Shanum naiki mulai berjalan pergi meninggalkan terminal. Barulah Laila benar-benar pergi dari terminal tersebut untuk kembali ke rumahnya. Rasa sesak berusaha dia tahan supaya air matanya tidak terus keluar disepanjang jalan.
"Bismillah! Semoga ini awal aku menapaki kehidupanku. Ya Allah. Lindungilah hamba di manapun hamba berada. Aamiin." Doa Shanum di dalam hatinya.
Meninggalkan Shanum kita beralih kepada Emyr.
"Apakah tidak bisa ditunda terlebih dahulu Pa, untuk satu atau dua minggu lagi Emyr ke Turkinya?" ucap Emyr kepada sang papa melalui sambungan telepon.
"Tidak bisa Emyr. Cepatlah datang ke sini. Papa tunggu!" jawab papa Hisyam.
"Iya Baiklah. Nanti akan Emyr tanyakan dulu kepada sekretaris Emyr. Assalamu'alaikum." Sambungan teleponnya lalu terputus.
Lalu Emyr gantian menelpon sekretarisnya untuk masuk ke dalam ruang kerjanya, supaya dirinya bisa menanyakan jadwal pekerjaannya.
"Bisakah untuk sementara ini kamu menghandle semua pekerjaan saya. Karena saya harus ke Turki untuk mengurus bisnis papa yang ada di sana?" ucap Emyr.
"Bisa Tuan Emyr," jawab sang sekertaris.
"Saya tidak tahu berapa lama saya berada di sana. Dan jika ada apa-apa dengan perusahaan saya yang ada di sini. Segera kamu beritahukan kepada saya. Mengerti!"
"Mengerti Tuan Emyr."
Emyr pun yang sudah mendapatkan jadwal pekerjaannya dan dirasa tidak terlalu penting. Akhirnya, hari itu juga dia terbang ke Turki untuk mengurus bisnis sang papa yang ada di sana.
Sedangkan Shanum yang sudah berjam-jam berada di dalam bus, alhamdulillah sekarang dia sudah sampai di desa yang di maksudkan oleh Malik. Desa yang benar-benar asri, jauh dari perkotaan dan pemandangannya dikelilingi tiga buah gunung serta hamparan sawah yang membentang luas.
"Masyaallah. Indah sekali pemandangannya."
Senyum di bibir Shanum merekah sangat indah sekali. Namun, sebelum ia melanjutkan perjalanannya untuk mencari kontrakan, Shanum terlebih dahulu mencari toilet umum untuk berganti baju. Dan selesai berganti baju, Shanum sekarang mantap memakai niqab yang insyaallah mulai sekarang akan menemaninya beraktifitas.
Penampilan baru, kampung baru, suasana baru, dan insyaallah kehidupan baru bagi Shanum.
...☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️...
...~TBC~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
wil wil
semangat shanum...💪💪💪💪
2023-08-16
2
marlina djalis
MasyaAllah Shanum aku suka alam desanya smoga tempat baru suasana baru ...membuka lembaran baru bagi kehidupan baru di masa depan ...lanjuuutvThor
2023-08-14
2