"Eh-eh! Lihat tuh si Shanum. Kasihan sekali ya hidupnya."
"Iya! Punya suami yang lebih memilih wanita lain!"
"Kira-kira? Apa ya? Yang membuat Imran menceraikan Shanum? Apa karena Shanum orang miskin?"
"Bukan! Yang saya dengar dari saudara saya yang bertetanggaan dengan mas Imran. Katanya Shanum mandul dan tidak bisa memberikan anak kepada mas Imran."
Begitulah setiap hari bisik-bisik yang Shanum dengar dari para ibu-ibu tetangganya. Walau ada yang secara tidak langsung, tetap saja Shanum risih dan malu mendengar itu semua.
Hidup di kampung ya seperti itulah makanan kita sehari-hari. Tidak luput dari gosip. Ada gosip terbaru langsung menjadi buah bibir untuk beberapa waktu. Dan semua itu kembali kepada orangnya sendiri. Dia suka bergosip atau tidak.
"Jika aku boleh berghibah, maka ke dua orangtuakulah yang paling berhak aku ghibahi. Karena hanya mereka berdua yang paling berhak aku serahi kebaikanku".
Salah seorang salaf juga berkata: "Apabila sampai kepadamu perkataan dari saudaramu (berupa celaan) yang menyakitimu, maka janganlah engkau risau. Seandainya perkataan itu benar, maka itu adalah hukuman bagimu yang disegerakan (daripada mendapat hukuman di akhirat). Dan seandainya perkataan itu tidak benar, maka itu akan menjadi pahala bagimu tanpa harus berbuat baik."
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." [QS. Al-Hujarat ayat 11]
Berminggu-minggu dan tidak terasa sudah berjalan dua bulan Shanum bercerai dengan Imran. Dan selama itu pula Shanum hidup dalam kesendirian untuk menata hidup yang lebih baik lagi, sambil melupakan Imran yang masih tersimpan rapi di hatinya.
"Ya Allah. Hamba tidak kuat. Berikanlah jalan yang terbaik untuk hamba melangkah."
Setiap saat dan setiap waktu Shanum memanjatkan doa kepada Sang Pemberi Hidup. Dia bermunajat kepadanya untuk mencurahkan keluh kesahnya.
Ketika pagi menjelang. Shanum yang sudah mantap dengan niatan hatinya, mencoba berkunjung ke rumah Laila.
Dengan berjalan kaki menyusuri kampung dan selalu berpapasan dengan para tetangga yang masih membicarakannya. Akhirnya, Shanum sampai juga di rumah sang sahabat kecilnya.
"Eh! Ada Nak Shanum! Ayo-ayo mari masuk. Pasti cari Laila ya?"
Shanum langsung menyalami tangan ayah Laila dengan sopan. "Iya Pak!"
"Ayo masuk dan duduk dulu. Biar Bapak panggilkan Laila. Dia ada di dalam ko."
Shanum hanya tersenyum saja. Dia pun langsung duduk di ruang tamu rumah Laila. Sedangkan ayah Laila tadi langsung berlalu masuk ke dalam rumah untuk memanggilkan Laila.
"Eh Shanum!" Laila sangat senang sekali melihat Shanum berkunjung ke rumahnya.
"Kenapa tidak bilang kepadaku kalau mau berkunjung ke sini. 'Kan aku bisa menjemputmu."
Shanum tersenyum. "Bagaimana aku bisa bilang kepadamu. Ponsel saja tidak punya."
Laila langsung menepuk dahinya sendiri. "Oh ya lupa."
Dyah dan Malik benar-benar tidak mengembalikan ponsel Shanum kepadanya. Jadi selama dua bulan itu, Shanum hidup tanpa ponsel.
Sebenarnya Shanum mampu untuk membeli ponsel lagi walau bekas. Akan tetapi dia sangat sayang dengan uangnya. Karena dia belum mempunyai pekerjaan. Jadi uang simpanan dan harta gono gini pemberian Imran. Shanum gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sampai dia mendapatkan pekerjaan.
"Sebentar! Aku buatkan minum dulu ya."
Shanum langsung mencegah. "Eh! Tidak perlu Laila."
"Tidak apa-apa ko. Tunggu sebentar ya."
Ketika Laila akan beranjak pergi ke dalam dapur. Langkahnya terhenti ketika sang ibu sudah membawakan dua gelas jus mangga untuknya dan untuk Shanum.
"Tidak perlu Laila. Nih! Sudah Ibu buatkan jus untuk kalian berdua."
Shanum merasa tersanjung diperhatikan oleh ibu sahabatnya. "Shanum merepotkan Ibu. Terimakasih ya Bu."
Ibunya Laila tersenyum manis. "Sama-sama. Kamu 'kan juga anak Ibu. Jadi jangan sungkan ya jika mau meminta bantuan kepada Ibu."
Mata Shanum berkaca-kaca. Sebab dirinya sudah sangat merindukan sekali kasih sayang seorang ibu. "Terimakasih Ibu."
"Sama-sama Shanum. Kalian mengobrollah dulu. Ibu mau lanjut bersih-bersih di belakang."
Shanum menganggukkan kepalanya. "Iya Bu," setelahnya, ibu Laila berlalu pergi meninggalkan Shanum dan Laila.
"Begini Laila. Aku ke sini mau meminjam ponselmu. Bolehkah?"
"Tentu saja boleh dong Shanum. Sebentar! Aku ambilkan dulu ya ponselnya di dalam kamar."
Shanum hanya mengangguk saja. Laila lalu pergi ke dalam kamarnya untuk mengambil ponselnya itu. Setelah ponsel berada di tangannya, Laila langsung memberikannya kepada Shanum.
"Nih! Pakailah sesukamu."
"Terimakasih Laila. Aku cuma mau menelpon Dyah."
"Tapi sebelumnya, aku ingin memberitahumu, jika sebentar lagi aku akan pindah ke luar kota."
Laila benar-benar sangat terkejut sekali mendengar ucapan sang sahabat. "Apa! Kamu mau pergi dari sini Shanum!"
Shanum mengangguk. "Iya! Aku tidak nyaman hidup di sini. Setiap hari selalu mendapatkan gunjingan dari tetangga. Dan aku juga ingin melupakan mas Imran sepenuhnya."
"Tapi semua itu bisa hilang seiring berjalannya waktu Shanum!" Laila benar-benar tidak rela jika Shanum akan pergi meninggalkannya.
"Iya! Aku tahu. Tapi tetap saja rasanya sulit jika aku masih berada di sini."
"Sekarang aku mau mengabari Dyah untuk datang ke rumahku. Sebab aku ingin memberitahunya jika aku akan segera pindah ke luar kota."
"Memangnya kamu mau pindah ke mana Shanum? Kamu kan tidak punya sanak saudara di luar kota?" Laila benar-benar sedih sekali.
"Entahlah. Setidaknya aku menjauh dari kenyataan pahit ini dulu sampai hatiku tenang."
"Tunggu sebentar ya! Aku mau mengabari Dyah dulu."
Laila hanya mampu mengangguk saja. Mulutnya seakan terkunci mendengar sang sahabat akan pergi darinya.
Tidak lama sambungan telepon Laila langsung diangkat oleh Dyah.
"Halo! Assalamu'alaikum. Ini siapa ya?"
"Wa'alaikumussalam Dyah. Ini Mbak Shanum. Apa Mbak sekarang mengganggumu?"
"Tidak! Oh Mbak Shanum! Mbak menelpon pakai ponsel siapa? Sudah beli baru ya?" tanya Dyah.
"Belum. Mbak sekarang sedang pinjam ponsel Laila."
"Oh. Emm! Mbak Shanum! Dyah ada kabar bahagia untuk Mbak."
"Apa itu Dyah?" Shanum sangat penasaran sekali.
"Dyah sudah melahirkan sejak empat hari yang lalu. Anak Dyah perempuan Mbak. Sangat cantik sekali. Semoga kelak menjadi anak yang sholehah seperti Mbak Shanum."
Terdengar jelas di telinga Shanum, jika Dyah saat ini sedang merasa bahagia sekali. Tapi mendengar hal itu air mata Shanum malah menetes dengan sendirinya. Sebab Shanum menjadi tidak tega untuk memberitahukan kepergiannya kepadanya.
"Selamat ya Dyah! Mbak sangat senang sekali mendengarnya. Dan maafkan Mbak yang belum bisa menjenguknya."
"Iya! Dyah mengerti ko Mbak. Nanti kapan-kapan Dyah akan berkunjung ke rumah Mbak Shanum dan mengenalkan putri Dyah kepada Mbak."
"Dyah!"
"Iya Mbak Shanum," jawab Dyah.
"Ada sesuatu yang ingin Mbak sampaikan kepadamu," suara Shanum terdengar sangat serius sekali. Hingga Laila yang daritadi mendengarkan sudah meneteskan air matanya.
"Apa Mbak? Sepertinya Mbak serius sekali."
"Mbak menelpon kamu. Karena Mbak ingin memberitahumu, jika Mbak ingin pindah ke luar kota untuk memulai hidup yang baru."
"Apa!" Dyah benar-benar sangat terkejut sekali.
"Mbak bercanda 'kan kepada Dyah?"
Walau Dyah tidak melihat. Tapi Shanum refleks menggelengkan kepalanya. "Tidak Dyah! Mbak sangat serius sekali."
"Kapan Mbak akan pindah ke luar kotanya?"
"Lusa depan. Lebih cepat lebih baik. Dan Mbak sudah menyiapkan semua barang-barang Mbak dari sekarang."
"Lalu rumah Mbak Shanum bagaimana?"
"Biarlah kosong. Akan Mbak kunjungi kapan-kapan jika ada waktu berkunjung ke sini."
Mencoba ikhlas dan tidak tahu harus berbuat apa. Walau sedih, Dyah tetap mendoakan yang terbaik untuk Shanum.
"Baiklah! Semoga di tempat yang baru. Kehidupan Mbak Shanum bisa berubah menjadi lebih baik lagi."
"Aamiin." Shanum langsung mengaamiinkan ucapan Dyah.
"Dan besok. Dyah sama mas Malik mau bertemu dengan Mbak Shanum sebelum Mbak Shanum pergi."
"Iya! Mbak akan menunggu kedatangan kalian berdua."
"Cuma itu yang ingin Mbak sampaikan kepadamu. Mbak tutup dulu ya teleponnya. Assalamu'alaikum."
Dyah langsung menjawab salam tersebut. Dan setelahnya, sambungan mereka lalu terputus.
Selesai menghubungi Dyah. Shanum langsung mengembalikan ponselnya kepada Laila. Dan Shanum juga mengucapkan terimakasih kepada sang sahabat yang selalu ada untuknya, baik suka maupun duka.
...☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️...
...~TBC~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
wil wil
ya begitu lebih baik shanum.. semoga itu jalan terbaik untukmu 👍👍👍
tetap semangat 💪💪
2023-08-14
2
sinti
lanjut kak semangat up nya
Oya kak,novel kak Maria yang berjudul My Stupid Angel kok gk up kak
2023-08-13
1
marlina djalis
Allahuakbar...Smoga langkah yang diambil Shanum terbaik...
Dipertemukan dengan jodoh terbaik .Aamiin upnya lebih dari satu Thor ...mkn penisirian aku...👍🥰🙏
2023-08-12
2