Ibu Mu'idah, ibu mertuanya Shanum setelah keluar dari dalam rumah Shanum. Dia mengomel sendiri tidak jelas sambil terus berjalan ke rumahnya.
"Punya menantu wanita ko tidak becus memberikan seorang cucu! Aku ini juga ingin menimang cucu dari anak laki-lakiku! Dasar Shanum mandul, bodoh!"
Ada dua orang ibu-ibu yang berpapasan dengan ibu Mu'idah. Lalu mereka mencoba menegornya.
"Ibu Mu'idah kenapa? Ko menggerutu sendiri sambil berjalan."
"Eh Ibu Maemunah, Ibu Maesaroh. Itu lho Bu. Saya itu sedang sebal dengan menantu saya si Shanum. Dia sudah lama menikah dengan anak saya Imran. Tapi tidak kunjung hamil juga!"
"Hamil itu 'kan pemberian Allah, Bu. Janganlah Ibu seperti itu. Kasihan Nak Shanumnya."
Ibu Maesaroh menanggapi ucapan ibu Maemunah. "Iya memang itu pemberian Allah, Bu. Tapi jika si Shanum mandul, tetap tidak akan bisa hamil juga."
Ibu Mu'idah langsung membenarkan ucapan ibu Maesaroh. "Nah! Itu maksud ucapanku."
Ibu Maemunah mencoba mengingatkan ibu Mu'idah. "Istighfar Bu. Jangan seperti itu. Jangan jadi mertua yang dzalim. Nanti Allah bisa murka. Lebih baik Ibu doakan saja si Shanum supaya segera bisa punya anak."
"Mendoakan si Shanum! Iih! Ogah! Lebih baik saya carikan wanita lain saja untuk anak saya Imran. Biar Imran cerai sama si Shanum lalu menikah dengan wanita pilihanku itu."
"Astaghfirullah," ucap ibu Maemunah dan ibu Maesaroh secara bersamaan.
"Walau mandul. Tapi ibu jangan seperti itu sama menantu sendiri. Nanti bisa kualat lho Bu!"
"Yang kualat 'kan saya! Kenapa kalian berdua yang repot. Setidaknya saya bisa dapat cucu dari anak laki-laki saya! Humpt!"
Ibu Mu'idah seakan menulikan nasihat dari ibu Maesaroh dan ibu Maemunah. Dia langsung berlenggang pergi dengan pongahnya dari hadapan ibu Maesaroh dan ibu Maemunah.
Yang bisa ibu Maesaroh dan ibu Maemunah lakukan cuma beristighfar saja sambil mengusap dadanya. Setelahnya, mereka berdua memilih melanjutkan lagi langkah kakinya untuk pergi ke tempat tujuan.
Sedangkan seseorang yang daritadi tidak sengaja mendengar ucapan ibu Mu'idah kepada ibu Maesaroh dan ibu Maemunah. Dia langsung saja segera bergegas menuju ke rumah Shanum.
"Assalamu'alaikum."
Shanum yang mendengar ada tamu datang ke rumahnya. Dia pun langsung segera keluar rumah. "Wa'alaikumussalam. Eh Dyah. Ayo masuk."
Ternyata yang datang ke rumah Shanum adalah si Dyah. Adik iparnya sendiri.
"Ada apa Dyah?"
Bukannya menjawab. Dyah malah balik bertanya kepada Shanum. "Apakah Mbak Shanum baik-baik saja?"
Shanum menunjukkan wajah kebingungannya sambil tersenyum tipis. "Maksudnya apa Dyah? Mbak tidak apa-apa ko?"
"Tadi Dyah dengar sendiri. Ibu marah-marah lagi 'kan sama Mbak."
Dyah benar-benar sangat kasihan sekali dengan sang kakak ipar yang selalu di sakiti hatinya oleh sang ibu.
Shanum mencoba tegar. "Tidak apa-apa. Memang salah Mbak ko Dyah yang belum bisa memberikan seorang anak untuk mas Imran."
"Tapi semua itu bukan salah Mbak. Kehamilan itu pemberian dari Allah, Mbak!"
"Mbak tahu. Tapi apa suara Mbak pernah didengar oleh Ibu, Dyah?"
"Menjelaskan kepada orang yang sudah membenci kita itu percuma saja. Karena di otaknya kita sudah dinilai buruk olehnya. Membuat capek saja."
“Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (al-Lauhul mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (QS al-Hadiid:22).
"Ini ladang pahala bagi Mbak, Dyah. Walau sulit dan sakit. Jika Mbak bisa melewatinya. Mbak yakin derajat Mbak akan diangkat oleh Allah."
Dyah yang duduk di samping Shanum langsung menggenggam tangan Shanum dengan lembut. "Terbuat dari apa hati Mbak Shanum bisa sesabar dan selembut ini. Jika Dyah ada di posisi Mbak. Dyah pasti tidak kuat memiliki mertua seperti ibu dan suami seperti mas Imran."
Dyah memang baik sifatnya. Sejak awal Shanum menikah dengan Imran. Dyah tidak pernah sekalipun membenci atau mempunyai pikiran buruk sama sekali kepada Shanum. Itulah yang membuat Shanum merasa tenang di keluarga sang suami. Karena ada Dyah di dalamnya.
Shanum cuma bisa tersenyum saja menanggapi ucapan Dyah. Dan Dyah sebagai adik ipar yang sangat mengerti sekali bagaimana sifat Shanum selalu berdoa. Semoga sifat dari sang kakak laki-lakinya dan ibu kandungnya bisa berubah seperti sedia kala.
"Maafkan Dyah ya Mbak. Yang sudah hamil lebih dahulu dari Mbak."
Shanum tertawa. "Kamu ini bicara apa sih Dyah. Padahal tadi kamu sendiri yang mengatakan jika kehamilan itu dari Allah."
Dyah hanya bisa tersenyum tipis melihat suara tawa sang kakak ipar. Dyah sangat tahu jika dibalik tawa sang kakak ipar ada luka yang menganga di dalam hatinya. Sebab Dyah bisa melihat jelas di matanya.
Setelah mengobrol sebentar dengan Shanum. Dyah pun memutuskan kembali pulang ke rumah sang ibu.
Semenjak Dyah menikah. Dyah tidak tinggal dengan ibunya. Melainkan ikut dengan sang suami yang jarak rumahnya hanya sekitar dua puluh menit saja dari rumah sang ibu.
"Ibu. Bisakah kita berbicara."
Ibu Mu'idah yang sedang sibuk memotong kacang panjang langsung menanggapi ucapan sang putri. "Hmm! Ada apa?"
Dyah lalu duduk di depan sang ibu sambil ikut membantu memotong-motong sayuran yang dilakukan oleh sang ibu.
"Ibu janganlah kasar sama Mbak Shanum. Kasihan dia Bu. Bagaimana Mbak Shanum bisa hamil jika Ibu selalu membuatnya stres dan banyak pikiran."
Ibu Mu'idah menghentikan gerakan memotongnya. "Apa dia mengadu denganmu! Apa dia mencoba mengadu dombamu dengan Ibu!"
Dyah menggelengkan kepalanya. "Tidak! Tapi Dyah melihat dan mendengarnya sendiri."
Ibu Mu'idah memilih melanjutkan lagi kegiatannya dan tidak mau menanggapi Dyah.
"Bu. Sekali saja jangan ikut campur urusan rumah tangga mas Imran dan mbak Shanum. Bila mereka tidak dikaruniai anak itu urusan mereka sama Allah. Janganlah Ibu menambahi beban kepada mereka. Terutama kepada mbak Shanum."
"Kamu masih kecil. Lebih baik diam saja dan jangan coba-coba menasihati Ibu. Fokuslah saja sama kehamilanmu itu. Karena Ibu tidak mau terjadi apa-apa dengan calon cucu Ibu!"
Ibu Mu'idah memilih melenggang pergi dari hadapan Dyah dan tidak mau lagi melanjutkan pembicaraan mereka.
Dyah menatap sedih sikap sang ibu yang selalu seperti itu jika ia ajak berbicara.
Sore pun tiba. Itu artinya waktunya Imran pulang dari bekerja. Shanum sudah menunggunya sejak tadi. Dan ketika melihat kedatangan Imran. Shanum langsung menyalami tangan Imran dengan patuh.
"Mas pasti capek. Mau Shanum buatkan sesuatu?"
"Kepala Mas pusing. Tolong pijatlah sebentar."
Dengan sigap Shanum langsung memijat kepala Imran dengan penuh rasa hormat.
"Bisa lebih keras sedikit tidak sih! Lemah sekali jadi istri!"
Shanum mencoba lebih menguatkan lagi pijatannya. Dan ketika sedang sibuk memijat. Shanum baru teringat jika ia sedang mengisi bak mandi.
Shanum tentu saja langsung bergegas menuju ke dalam kamar mandi untuk mematikan kran airnya. Hal itu tentu saja membuat Imran menjadi penasaran dan mengikuti langkah kaki Shanum.
"Dasar istri bodoh! Sudah tahu sedang mengisi air malah ditinggal. Pantas saja pembayaran air setiap bulan selalu membengkak. Karena kamu ceroboh dan tidak bisa menghemat uang!"
Mencoba menahan air mata supaya tidak tumpah. Shanum pun hanya bisa menunduk saja ketika dimarahi sang suami. Sedang Imran lebih memilih berlalu masuk ke dalam kamar meninggalkan Shanum sendirian di depan kamar mandi.
...☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️...
...~TBC~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Zeyn Seyi
keren
2024-02-04
1
Ambar Wati
/Good/
2024-01-06
1
Salimah Nh
lempar aja pakai gayung
2023-12-04
1