Seharian itu Laila bermain di rumah Shanum. Mereka bercanda, bertukar pikiran, saling curhat. Dan Laila juga membantu Shanum membersihkan rumah yang belum sempat Shanum bersihkan.
"Oh ya Num! Lusa depan ada pengajian di kota. Di masjid Al-aamiin yang ada di sana. Kita datang yuk!"
Shanum terlihat berpikir mendengar ajakan Laila kepadanya.
"Kenapa diam saja? Bukannya kamu dulu suka datang ke pengajian begitu bersamaku?"
"Iya! Itu dulu. Tapi semenjak aku menikah dengan mas Imran, aku sudah jarang sekali mendatangi pengajian besar seperti itu."
"Sekarang kamu 'kan sudah tidak bersamanya lagi. Daripada kamu pusing memikirkan masalah yang tidak kunjung habisnya. Mending kamu buat untuk mendekatkan diri kepada-Nya."
Shanum mengangguk setuju. Dan tidak berpikir panjang lagi, dia langsung mengiyakan ajakan Laila. "Iya baiklah! Ayo besok kita berangkat."
"Emm! Tapi nanti kita berangkat naik apa? Memangnya kamu berani berangkat naik motor sendiri melewati jalan raya yang besar itu?"
"Sebenarnya berani. Tapi ya demi keselamatan, nanti motornya aku titipkan di penitipan saja. Lalu kita ke sananya naik angkot. Bagaimana?"
"Boleh deh! Aku setuju. Nanti kamu kabari ya jika akan ke sana."
Laila mengangguk dan tersenyum kepada Shanum.
"Oh ya Laila. Bolehkah aku meminta tolong kepadamu?"
"Boleh. Memangnya kamu mau meminta tolong apa kepadaku?"
"Tolong kamu belikan kartu perdana untukku. Karena aku ingin mengganti nomor teleponku."
"Oh, ok! Baiklah. bawa sini ponselnya. Biar aku belikan sekarang juga di konter sana."
Shanum tersenyum senang. "Terimakasih Laila. Aku sudah sangat merepotkanmu."
"Iya sama-sama."
"Kalau begitu aku ke konter dulu ya," ucap Laila lagi.
Shanum hanya mengangguk saja. Dan Laila lalu pergi sebentar untuk membelikan kartu perdana untuk Shanum.
Tidak lama. Cuma sekitar setengah jam kemudian. Laila sudah kembali ke rumah Shanum dan memberikan ponselnya kembali.
"Ini ponsel kamu. Di situ sudah ada nomor teleponku. Dan nomor teleponmu yang baru juga sudah aku catat di dalam ponselmu. Atau ini bungkusnya kamu bawa, biar kamu tidak lupa."
"Terimakasih Laila. Maaf sudah merepotkanmu."
Laila tersenyum. "Sudah jam setengah lima sore. Aku pamit pulang dulu ya. Kapan-kapan aku ke sini lagi jika tidak sedang sibuk."
Shanum mengangguk. "Oh ya Num. Jika kamu ingin pergi ke mana pun. Hubungilah aku. Aku siap membantu dan mengantarmu ke manapun."
"Masyaallah Laila. Semoga keberkahan selalu menyertaimu. Terimakasih banyak."
"Kalau begitu aku pulang dulu ya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam. Hati-hati naik motornya." Shanum melambaikan tangannya.
Ketika motor Laila sudah pergi dari halaman rumahnya. Shanum pun langsung kembali masuk ke dalam rumahnya.
Malam harinya. Adalah malam ke dua bagi Shanum tanpa adanya Imran di sampingnya.
Namun dibeda tempat. Lebih tepatnya di rumah ibu Mu'idah. Saat ini sedang ada kumpul keluarga yang terdiri dari Imran, ibu Mu'idah, Dyah, Malik dan jangan lupa dengan Linda.
Dyah menatap Linda dengan tatapan tidak suka. Perbedaan yang sangat jauh mencolok sekali antara Shanum dan Linda.
"Dyah! Perkenalkan, dia Linda. Calon kakak ipar kamu yang baru."
Dyah seperti tidak mempedulikan ucapan sang ibu. Hal itu terlihat jelas di mata ibu Mu'idah.
"Dyah! Kamu mendengarkan Ibu apa tidak!"
"Tidak! Untuk apa Dyah mendengarkan ucapan Ibu yang tidak masuk akal itu!"
Malik mengeratkan genggaman tangannya, supaya Dyah bisa mengontrol emosinya.
"Apa maksud ucapanmu Dyah! Kamu berani melawan Ibu, hah!"
"Sampai kapanpun Dyah tidak akan sudi mengakui dia sebagai kakak ipar Dyah!" Dyah menunjuk Linda.
Linda yang awalnya tersenyum, sekarang menunjukkan wajah marahnya mendengar ucapan Dyah.
"Apa-apaan kamu Dyah! Siapa kamu sampai melarang Mas menikah dengan Linda!"
"Mas! Mas Imran kamu itu bodoh!"
"Hei! Beraninya kamu mengatai Mas bodoh!"
"Kalau tidak bodoh lalu apa?" tantang Dyah.
"Mas meninggalkan wanita sholehah seperti mbak Shanum dan memilih peelaacur seperti dia!"
"Jaga ucapan kamu Dyah!" ibu Mu'idah refleks menampar pipi Dyah dihadapan Malik.
Malik tentu saja tidak terima dengan tamparan yang ibu Mu'idah berikan kepada Dyah.
"Ibu! Malik tidak terima bila Ibu sampai menampar Dyah!"
"Kamu itu sama saja Malik! Tidak bisa menasihati istri kamu sendiri!"
"Lalu bagaimana dengan Ibu sendiri? Yang juga tidak bisa menasihati anak laki-laki ibu untuk berbuat baik kepada istrinya. Tapi justru Ibu menyuruhnya untuk mendzalimi istrinya."
Semuanya terdiam mendengar ucapan Malik. Imran sampai mati kutu di skakmat oleh Malik.
"Jika anak yang mas Imran dan mbak Shanum permasalahkan. Ambillah anak Dyah ini Mas! Ambil saja selagi bisa membuat keutuhan rumah tangga kalian. Dyah ikhlas. Karena pasti anak Dyah akan di didik menjadi anak yang sholeh dan sholehah oleh mbak Shanum. Sebab Dyah tidak akan meragukan bagaimana mbak Shanum dalam mendidik seorang anak."
"Jaga ucapan kamu Dyah! Ibu tidak setuju dengan apa yang kamu ucapkan!" ucap ibu Mu'idah. Sedangkan Imran dan Linda hanya diam saja mendengarkan.
"Kamu setuju atau tidak. Tiga hari lagi Imran dan Linda akan segera menikah."
"Lagi pula bukan kamu yang akan menikah. Kenapa Ibu harus repot mendengarkanmu! Ibu menyuruh kamu ke sini untuk memberitahumu!
Hati Dyah sangat sakit sekali mendengar ucapan sang ibu.
"Ingat Mas Imran. Allah tidak tidur. Di saat mbak Shanum sedang terpuruk seperti ini. Mas malah bersenang-senang di atas penderitaannya. Suatu saat Dyah yakin. Mbak Shanum akan berada sangat jauh bahagia dibandingkan Mas Imran saat ini."
Setelah mengatakan hal itu. Dyah langsung menggandeng tangan sang suami untuk dia ajak pulang ke rumah.
Imran hanya diam saja. Hatinya bimbang sekarang. Karena di dalam hati kecilnya ada rasa bersalah dan takut jika dia akan mendapatkan balasan atas perbuatannya kepada Shanum.
Lamunan Imran buyar ketika mendengar ucapan sang ibu. "Ibu tidak mau tahu. Tiga hari lagi kalian berdua harus segera menikah."
Linda tersenyum senang mendengar ucapan calon ibu mertuanya.
"Iya Bu. Imran sudah menyiapkan semuanya."
"Bagus!"
"Imran pamit pulang dulu Bu. Assalamu'alaikum."
"Tunggu Mas Imran!" cegah Linda.
Imran langsung mengalihkan pandangannya ke arah Linda. Linda lalu mengambil tangan Imran untuk dia salami. Dan tanpa Imran duga. Linda langsung mencium pipi Imran dengan mesra dihadapan ibu Mu'idah.
Imran hanya diam saja dan tidak menunjukkan ekspresi apa-apa. Setelahnya dia berlalu pergi dari dalam rumah sang ibu. Meninggalkan sang ibu yang sedang tersenyum senang melihat kedekatannya dengan Linda.
Malam itu Linda menginap di rumah ibu Mu'idah. Dan ibu Mu'idah sangat senang sekali bisa mempunyai calon menantu yang kaya seperti Linda, dengan mobil yang terparkir rapi dihalaman rumahnya.
Untuk sekedar informasi. Linda ini pemilik dua ruko yang ada di dekat pasar. Dia menjual kebutuhan rumah tangga dan peralatan rumah tangga.
Linda bisa mengenal ibu Mu'idah. Karena ibu Mu'idah sering berbelanja di tokonya. Apalagi Linda juga sering melihat Imran mengantarkan sang ibu berbelanja ke tokonya.
Karena sering melihat Imran. Linda lalu bertanya kepada ibu Mu'idah tentang Imran. Mendengar alasan ibu Mu'idah yang sudah teringin mempunyai cucu. Linda pun gencar memprovokasi ibu Mu'idah untuk menjadikannya menantunya walau menjadi istri ke duanya Imran.
Namun tidak Linda sangka. Ternyata Imran lebih memilih menceraikan Shanum demi untuk menikahinya. Alangkah senangnya Linda mendengar hal itu.
Sungguh mereka bertiga, Imran, ibu Mu'idah dan Linda, termasuk orang-orang yang rugi. Dan tinggal menunggu balasan saja dari Allah Subhanahu wata'ala.
...☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️...
...~TBC~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
marlina djalis
Astaghfirullah...
Ibu Mu'idah & Imran perbuatan yang zhalim mu kpd Shanum akan dibalas....nantilh tiba saatnya ...🤲🙏🙏🙏
2023-08-07
2
Maria Kibtiyah
yg mandul si imran x tuh
2023-08-06
2
Ilham Risa
kasih karma untuk mereka bertiga mak, gedeg aku bacanya mak😡😡
2023-08-06
2