"Sudah bangun!"
Deg ...
Aurora terhenyak mendengar suara bariton milik sang lord.
Tadi Aurora memang langsung bangun ketika merasa sang lord sudah pergi namun nyatanya sang lord hanya pura-pura pergi karena tahu Aurora sudah bangun sejak tadi.
Salah jika Aurora mengelabui sang lord yang tahu segalanya.
Aurora menatap jelas pahatan di depannya. Tubuh tinggi atletis dengan wajah nyaris sempurna bak dewa Yunani.
Baru kali ini Aurora bisa menatap dengan jelas suami kertasnya itu.
"Lumayan!"
"Bicara apa?"
"Tidak!"
Ketus Aurora sambil menyibak selimut yang menutupi tubuhnya.
"Mau kemana?"
"Haus!"
"Duduk!"
Tegas sang lord menatap tajam Aurora yang menghela nafas berat. Ia sudah lelah menangis dan berdebat pada akhirnya Aurora memilih duduk di atas shopa ingin tahu juga apa yang akan suami kertasnya ini lakukan.
Sang lord menyeringai duduk dengan angkuhnya menatap Aurora tajam.
"Sekarang kau istriku!"
"Istri di atas kertas CATAT ITU!"
Tekan Aurora sudah tak peduli lagi apa laki-laki di hadapannya akan marah atau tidak.
Aurora rasanya sudah lelah menjalani drama hidupnya ini. Ia sudah muak dengan semuanya, berharap ia akan bebas ketika sudah di buang oleh keluarganya.
"Baca!"
Sang lord melempar berkas di hadapan Aurora membuat Aurora mengepalkan kedua tangannya erat. Aurora tak suka dengan keangkuhan dan kesombongan ini.
Dengan malas Aurora membuka berkas tersebut.
Surat perjanjian!
Batin Aurora membaca surat tersebut raut wajahnya berubah-ubah bahkan kedua alisnya sampai menyatu. Namun, mata Aurora kembali melebar ketika membaca perjanjian paling akhir.
"Aku setuju, tapi tidak dengan poin yang terakhir!"
"Cih!"
"Kau tak bisa mengurungku, aku tak suka di kurung!"
"Suka tak suka kau harus menurut!"
"Kau jangan seenaknya sialan!"
Brak ...
Sang lord menggebrak meja membuat Aurora terperanjat sungguh apa tega sang papa memberikan ia pada laki-laki tempramen seperti ini.
"Tak ada negosiasi!"
"Lakukan apapun yang kau inginkan tapi tidak dengan keluar dari neraka ini!"
"Hey, kau tak bisa seenaknya!"
Deg ...
Aurora terkejut ketika tak mendapati sang lord. Menghilang secepat kilat membuat Aurora terkejut yang lebih terkejutnya lagi di mana ia.
Sebuah bangunan yang sangat luas dengan dinding-dinding kokoh. Auranya sangat menyeramkan dengan arsitek kuno di hiasi lukisan-lukisan abstrak aneh.
Aurora mengusap tengkuknya yang meremang di mana ia berada.
"Suami kertas!"
Teriak Aurora merinding hanya bisa itu yang ia bisa panggil karena Aurora tak tahu siapa nama asli suami kertasnya itu.
Aurora terus menelusuri lorong-lorong mencari jalan keluar.
Gerr ...
Buk ..
Aurora menubruk tembok terkejut ketika mendengar suara hewan buas menyeramkan seperti macan atau harimau.
"Suami kertas!"
Teriak Aurora lagi dengan amarah dan kekesalannya bercampur jadi satu. Aurora ingin bernegosiasi bahkan belum sempat meminta dan mengungkapkan pendapatnya suami kertasnya sudah pergi meninggalkan ia di bangunan yang sangat menyeramkan.
"Kenapa aku berjalan ke sini terus!"
Aneh Aurora kenapa ia tak bisa keluar padahal ia sudah berjalan dan menelusuri lorong tapi kenapa ia balik-balik lagi ke tempat semula.
Aurora tak tahu jika bangunan itu di desain seperti labirin dengan teknologi canggih supaya mengecoh musuh bila mana musuh menyerang.
Akhhh ...
Sialan!!!"
Kesal Aurora memandang dinding sana prustasi.
Aurora kembali masuk kamar seolah-olah tempat itu memang di ciptakan khusus untuk Aurora supaya tak bisa keluar.
Sedang sang lord hanya menyeringai melihat amarah Aurora yang meluap-luap seolah sang Lord sangat menyukai mainan barunya.
Sang lord tak akan membiarkan Aurora keluar dari neraka yang ia ciptakan.
"Lord!"
"Hm,"
"Tuan pertama menyuruh anda pulang, nona muda jatuh sakit!"
"Sittt,"
"Apa anda akan memperkenalkan nyonya, saya rasa tuan pertama sudah tahu!"
Sang lord terdiam memikirkan sesuatu kakaknya pasti akan mencari tahu apapun.
Karena sang lord tahu bagaimana tabiat kakaknya itu.
Hari ini adalah hari kematian sang putri di mana setiap kali mengenang kematian sang putri Cherry pasti akan jatuh sakit.
Jika seperti itu maka hanya sang lord yang bisa menenangkan Cherry.
"Persiapkan keberangkatan ku!"
"Bagaimana dengan Nyonya?"
"Dia bukan NYONYA MU!"
Edward hanya bisa menghela nafas berat melihat punggung sang lord sudah menghilang di lorong sana.
Entah bagaimana pernikahan mereka nantinya. Dua manusia yang di satukan dalam keadaan kacau.
Sebuah takdir kejam yang membuat keduanya tak terima.
Edward tahu sang lord sangat alergi dengan wanita tapi harus bagaimana semuanya sudah terlanjur bahkan kini sang lord sudah menjadi suami dari putri king Asia.
Sang lord harus hati-hati memperlakukan Aurora karena semuanya berdampak pada kekacauan rencananya.
.
Di dalam kamar tak hentinya Aurora mengupat dengan tangis yang menemani kepahitan hidupnya.
Aurora menatap ke atas sana di sana ada rembulan yang nampak tenang tak seperti hatinya.
"Benarkah aku sudah menjadi seorang istri!"
Gumam Aurora bagai mimpi buruk, tak bisakah mimpi buruknya berhenti berganti keindahan.
"Bagaimana dengan perusahaan!"
Cih!
Aurora masih saja memikirkan perusahaan sedang dirinya sudah di depak dari Al-biru dan segalanya.
Aurora tak tahu bagaimana ia harus menjalani kehidupan nya. Sedang ia di kurung di sebuah menara tinggi dan tak tahu arah keluar selain menjatuhkan diri.
Aurora bak Rapunzel yang terkurung di dalam menara kutukan sang peri kegelapan.
Aurora melebarkan penglihatannya ke setiap arah.
Menara ini bagai berdiri kokoh di tengah hutan dengan luasnya rumput hijau di bawah sana.
Bahkan jika kabur Aurora harus menggunakan tali entah berapa meter saking tingginya. Dan di kamar itu ia bisa melihat ke segala arah.
Ya kamarnya tepat berdiri di tengah-tengah bangunan kokoh menjulang benteng tinggi seperti sebuah kastil.
"Inikah hidupku!"
Monolog Aurora sakit entah sudah berapa besar rasa sakit itu membuat Aurora membenci semuanya. Bahkan katanya sang Bunda akan menemuinya di Jerman sampai detik ini tak ada batang hidungnya.
Huh ...
"Sudah cukup Aurora!"
Tegas Aurora membuang nafas kasar berpikir ke depan.
Ini bukan tentang kesakitan ia di buang, ini tentang dirinya bagaimana cara ia meloloskan dari suami kertasnya itu.
Ya, Aurora sudah tak peduli lagi dengan semuanya yang Aurora pedulikan sekarang tentang dirinya harus mencari cara ia kabur dari menara neraka ini.
Seperti menara ini di bangun dengan desain labirin yang memang seperti itu. Jika Aurora ingin keluar maka Aurora harus hati-hati karena jika ia salah jalan maka ia akan kembali ke tempat semula.
"Baiklah, akan ku ikuti semua permainan ini dan aku harus mencari tahu siapa suami kertas itu!"
Aurora langsung beranjak dari lamunannya mencari di mana ponsel dan laptop nya.
Namun sialnya barang berharganya tak ada di dalam kamar bahkan koper dia pun tak ada.
"Kertas!"
Panggil Aurora karena yakin suami kertasnya yang menyembunyikan kopernya.
"Kertas!"
Teriak Aurora sekali lagi namun tak ada tanda-tanda suami kertasnya. Aurora keluar kamar menatap tajam lorong-lorong di depannya.
"Kemana aku harus mencari!"
"Kau cari ini!"
Deg ...
Aurora terperanjat kaget tiba-tiba sang lord sudah ada di belakangnya setia dengan wajah datarnya.
"Kembalikan!"
Prang ...
Aurora melotot tak percaya melihat laptop dan ponsel yang sudah hancur akibat bantingan tangan kekar sang lord.
Mata Aurora berkaca-kaca menatap bangkai laptop nya di mana di dalamnya ada barang berharga.
"Putriku!"
Duarrr ...
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih .....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments