"Aurora terima asal papa mengijinkan Aurora jadi dokter!"
Tegas Aurora menatap sang papa dingin hanya itu jalan satu-satunya Aurora bernegosiasi dengan sang papa.
"Jangan bernegosiasi dengan Papa Rora!"
Queen menahan lengan sang suami agar jangan terlalu keras pada Aurora. Aurora baru pulang dari liburannya Queen tak mau Aurora malah kabur-kabur lagi.
"Hanya satu syarat, kenapa susah sih pa!"
"Rora gak meminta apapun selain jadi dokter bukan pebisnis seperti kalian!"
Farhan mengepalkan tangannya kuat dengan rahang mengeras bagaimana mungkin putri satu-satunya yang ia sayangi bisa membangkang perintahnya.
"Rora selalu menuruti keinginan papa, tak bisakah papa menuruti keinginan Rora kali ini!"
Brak ...
Farhan menggebrak meja membuat Queen terperanjat begitu juga Aurora bahkan tatapan Farhan terlihat berbeda kali ini.
Terlihat sangat menyeramkan seolah itu bukan tatapan Farhan yang biasanya.
Farhan tak pernah marah atau membentak sekeras ini namun entah kenapa Farhan bisa sekeras ini pada Aurora.
"Pa!"
Aurora tetap pada pendiriannya menatap sang papa penuh kesakitan. Sedang Farhan hanya diam saja dengan tatapan dinginnya tatapan yang sangat aneh baru kali ini Aurora melihatnya.
"Buktikan maka papa akan memberikan satu kesempatan itu!"
"Papa!"
Lilir Aurora menatap sendu sang papa yang pergi begitu saja meninggalkan ruang kerjanya.
"Bunda!"
Queen menarik Aurora kedalam pelukannya. Queen faham bagaimana perasaan Aurora saat ini. Namun Queen tak bisa berbuat apa-apa selain diam.
"Salahkah Rora berbeda bunda?"
Isak Aurora kesal, marah, sedih bercampur jadi satu.
"Kamu tak salah sayang, maafkan papa ya!"
Maafkan bunda nak, bunda yakin suatu saat nanti kamu akan berterimakasih pada papa. Semua ini untuk kebaikan kamu!
Batin Queen tak kuat kenapa harus seperti ini.
Queen memilih diam saja membiarkan waktu yang menjawab segalanya.
Queen berharap putrinya bisa mengerti dengan keadaan ini.
.
Karena terlalu lama menangis Aurora sampai ketiduran di pangkuan Queen.
Cklek ...
Farhan masuk melihat Queen dan Aurora sejenak Farhan menghela nafas.
Dengan hati-hati Farhan menggendong Aurora. Walau di usianya sudah tak muda lagi Farhan tetap kuat menggendong Aurora.
Queen mengekor dari belakang, Queen tersenyum melihat suami dan putrinya. Queen teringat dulu ketika Aurora masih remaja. Farhan selalu memindahkan Aurora ketika tidur di mana tempat.
Perlahan Farhan membaringkan Aurora di atas ranjang.
"Maafkan papa nak!"
Cup ...
Farhan mengecup lembut puncak kepala Aurora. Sudah selesai Farhan memutuskan keluar di ikuti Queen dari belakang.
"Pa, apa ini tak terlalu menyakiti Aurora?"
Ucap Queen semenjak anak-anak dewasa Queen memang selalu memanggil Farhan papa atau sayang.
"Entahlah, tapi ini yang terbaik. Kita tunggu sampai dimana kelak Aurora berani mengatakan semuanya pada kita. Papa tak mau ambil resiko di saat Aurora belum memiliki keberanian!"
"Tapi Bunda tak tega melihatnya!"
"Untuk itu papa akan menjaganya, Aurora berbeda dengan Fatih!"
"Di usinya yang masih remaja Fatih sudah bisa mengendalikan dirinya sendiri tapi tidak dengan Aurora!"
"Aurora sama seperti papa hatinya penuh kelembutan, ketidak nyamanan dan tak tega!"
Farhan tersenyum mendengar ucapan sang istri. Memang seperti itu berbeda dengan Fatih dan Aksara yang mempunyai jiwa pemberani di usai muda sama seperti Queen dulu.
"Untuk itu papa tak akan membiarkan putri kita celaka!"
"Bunda pikir semuanya sudah berakhir kenapa harus putri kita yang mereka cari!"
"Karena dia keturunan Al-biru yang menguasai kecerdasan kakek!"
Farhan menerawang jauh mengingat masa kecil dia dulu sebelum adanya pembantaian.
Tragedi yang sangat menyakitkan terjadi bahkan sampai sekarang Farhan masih mengingat dengan jelas bagaimana kakek dan neneknya meninggal begitupun dengan kedua orang tuanya sampai Farhan mengalami depresi.
"Berjanjilah jangan biarkan Aurora terluka!"
"Janji!"
Queen memeluk sang suami erat sangat erat mencoba tenang dan berpikir jernih.
Begitupun Farhan membalas pelukan sang istri tak kalah erat.
Queen tak menyangka masa lalu akan kembali.
.
Perlahan kedua mata Aurora terbuka ketika sudah mendengar pintu kamarnya di tutup.
Aurora memegang keningnya yang Farhan kecup tadi.
"Apa yang sedang papa dan Bunda sembunyikan?"
Gumam Aurora pada dirinya sendiri Aurora merasa ada sesuatu yang tidak beres.
Entahlah Aurora tak bisa menebaknya apa yang akan terjadi kedepannya. Aurora berharap sang papa bisa menepati janjinya itu saja.
"Baiklah Rora kamu harus semangat, karena kamu hanya mengajukan satu syarat saja. Jalani demi menjadi dokter dan Mentari!"
Monolog Aurora menyemangati dirinya sendiri.
Aurora sama seperti Fatih sangat menyayangi Mentari baby mungil lahir tanpa melihat kedua orang tuanya.
Andai saja om Alam masih ada dan Fatih tak memutuskan tinggal di Jerman mungkin nasib Aurora tak seperti ini yang harus mengalah demi semuanya.
Mengalah akan melepas Fatih mengejar kebahagiaan dan mengalah menunda studi nya demi Mentari.
Apakah daya, Aurora tak cukup berani untuk menentang kedua orang tuanya.
Walau Aurora keras kepala dan pemberani tapi di hadapan kedua orang tuanya Aurora sangat lembut dan patuh.
Padahal di luar Aurora terkenal garang dan jago berantem itulah Aurora.
Aurora kembali memutuskan untuk istirahat berharap esok hari yang baik untuk ia jalani.
Esok adalah hari pertama dan pengalaman pertama bagi Aurora memegang alih perusahaan.
Apa Aurora mampu atau tidak kita tidak tahu. Jam terus berputar seiring dengan putarannya.
Bulan telah berganti mentari yang selalu menebarkan senyum semangat pada penghuni bumi.
Bahkan nampak malu-malu mentari nerobos masuk dai celah-celah ventilasi membangunkan Aurora yang masih terbungkus selimut.
Dengan sangat malas Aurora bangun dari tidurnya. Aurora membuka semua gorden mengizinkan mentari menyebarkan aura semangat kedalam kamarnya.
Huh ...
Aurora menghela nafas berat melihat pantulan dirinya yang sudah rapi dengan stelan kantor.
Aurora berusaha belajar tersenyum manis agar para karyawan tak kabur. Namun semakin di paksakan senyuman Aurora bukannya manis malah semakin menyeramkan.
"Bodo amat tak usah ramah!"
Kesal Aurora karena tak bisa menjadi diri orang lain. Aurora tak suka senyum ke sembarang orang.
Wajah yang datar dengan pelit senyuman membuat Aurora terlihat angkuh.
Apa boleh buat emang sejatinya seperti itu Aurora.
"Senyum dong kak!"
Cetus Aksara sangat kesal melihat Kaka tercantik nya selalu datar.
"Hm,"
"Jangan gitu juga!"
Beo Aksara gemas melihat wajah datar kakak cantiknya.
"Diam de!"
Tekan Aurora melotot kesal sendari tadi adik gantengnya selalu menggoda dia.
"Sudah-sudah kakak adek habiskan sarapannya!"
Potong Queen sambil memasukan sandwich kedalam mulut Aksara membuat Aurora tersenyum puas.
"Aisstt, Bunda!"
Rengek Aksara tak jelas dengan mulut penuh sandwich.
Begitulah keluarga itu menjalani pagi harinya. Pasti selalu ada pertengkaran ataupun perdebatan kecil di antara anak-anak.
Dulu Fatih selalu menjahili Aurora kini Aksara yang melakukannya.
Suasana itu membuat Queen rindu tanpa terasa ternyata putra putrinya sudah beranjak dewasa.
Usia Aurora sudah menginjak dua puluh dua tahun sedang Aksara baru menginjak lima belas tahun.
"Adek bawa motor jangan ugal-ugalan dan kakak berangkat kantor bareng papa!"
"Siap papa!"
Hormat Aksara sedang Aurora hanya diam saja membuat Queen menghela nafas.
Bersambung ....
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Ai si 01
penuh tuka keti???
2023-10-25
0