Senyuman Aurora mengembang ketika ia mendapatkan apa yang sang papa inginkan.
Karena kerja keras Aurora salama ini bahkan tiga hari berturut-turut terus bergadang ternyata usahanya membuahkan hasil yang sempurna.
Ya, Aurora berhasil memenangkan tender itu bahkan di acara lelang Aurora yang berhasil juga mendapatkan benda langka itu.
Sekarang Aurora bisa bernafas dengan lega karena pekerjaan sudah usai kini waktu Aurora mengistirahatkan sejenak tubuhnya agar tidak kelelahan.
Ting ...
Suara pesan masuk ke dalam ponsel Aurora membuat Aurora langsung menyambarnya.
Aurora melebarkan penglihatannya mencari sosok sahabat. Seketika senyum Aurora mengembang melihat sahabatnya yang terlihat bingung mencari keberadaan dia.
Aurora melambaikan tangannya membuat sahabat Aurora tersenyum karena sudah berhasil menemukan Aurora.
"I Miss you!"
Pekik Vivi memeluk erat Aurora begitupun Aurora membalas pelukan Vivi mereka berdua begitu bahagia bisa bertemu kembali.
Mereka berdua tak peduli dengan pandangan orang yang memandangnya aneh. Apa memang seperti itu perempuan ketika bertemu akan selalu heboh sendiri tanpa peduli sekitar.
"Bagaimana kabar kamu, sungguh aku seakan mimpi!"
Vivi terus menggenggam tangan Aurora bahagia bisa bertemu sahabatnya.
"Kabar ku tak terlalu buruk!"
"Aisst, kau ini selalu saja seperti itu!"
Mereka kembali tertawa dengan lelucon mereka sendiri tanpa peduli orang.
Tanpa mereka sadari kehebohan yang mereka ciptakan mengundang tatapan tajam seseorang yang mengepalkan kedua tangannya erat.
Mereka sama-sama di privat room di salah satu restoran terkenal di Jerman. Namun kehebohan yang Vivi dan Aurora ciptakan telah membangunkan singa yang sedang tidur.
Brak ...
Tendangan kuat membuat dinding kaca seketika pecah membuat Vivi terkejut bukan main.
Sosok gagah berdiri di sana dengan tatapan menghunus tajam seolah menguliti keduanya membuat Vivi beringsut memeluk lengan Aurora erat.
Sedang Aurora sendiri hanya diam dengan tangan mengepal erat. Entah orang gila dari mana sudah menggangu kehebohan mereka.
Sosok yang sendari tadi menahan amarah karena kesal harinya terganggu oleh suara bebek mereka.
Menghunus tajam Aurora yang berani menahan tatapannya. Tatapan teduh namun siapa sangka di balik tatapan itu sama-sama menghunus tajam membuat atmosfer di ruangan tersebut membuat sesak.
"Bisakah kalian menjaga mulut bebek kalian, suara kalian telah mengusik lord kami!"
Bentak Edward kesal karena bisa saja sang Lord meratakan tempat ini jika ia tidak segera bertindak.
Brak ...
Deg ...
Edward terkejut dengan apa yang Aurora lakukan sungguh berani gadis ini. Tanpa rasa takut Aurora menendang meja di depannya karena kesal dengan apa yang Edward lakukan.
Siapa yang mengusik siapa, harusnya di sini Aurora yang marah bukan laki-laki tak tahu asal usulnya.
Vivi langsung menahan tangan Aurora yang mengepal kuat, Vivi tak akan membiarkan singa di dalam diri Aurora keluar bisa bahaya apalagi ini di tempat umum.
Sang lord yang duduk bertopang kaki angkuh menyeringai melihat apa yang Aurora lakukan. Berani sekali gadis kecil itu, batin sang lord.
Dengan angkuhnya ia berdiri membuat rekan kerjanya sudah bergetar karena takut manusia satu ini selalu membunuh orang yang sudah mengusik ya.
Sang lord kesal karena Edward tak bisa mengatasi dua cecunguk itu.
"Cih, banci!"
"Lord!"
Gugup Edward karena sang lord malah turun tangan. Edward tadi terkejut melihat tatapan aneh Aurora yang berbeda.
"Minggir!"
Deg ...
Edward sudah menahan nafas melihat keberanian Aurora yang menyenggol bahu sang lord karena menghalangi jalan Aurora.
Edward memejam kan kedua matanya menunggu apa yang akan terjadi. Namun anehnya sang lord malah diam dengan pikiran kosong ya.
"Lord!"
"Sitt!"
Umpat sang lord mengepalkan kedua tangannya erat dengan rahang mengeras.
Parfum ini!
Batin sang lord seolah tak asing dengan bau parfum yang Aurora pakai seolah parfum ini mengingatkan sang lord pada sesuatu.
"Edward, kau tahu apa yang harus kau lakukan!"
"Siap, lord!"
Edward mengetik sesuatu di layar ponselnya seperti nya Aurora sudah salah berurusan dengan manusia iblis satu ini.
.
Di sepanjang jalan Aurora terus mengupat karena Vivi malah menahannya. Andai saja Aurora tidak bersama Vivi sendari tadi tangannya sudah gatal ingin melayangkan tinju pada wajah menyeramkan Edward.
Walau Aurora sedikit tersentak melihat kedatangan sang lord auranya begitu kuat membuat Aurora memilih membawa Vivi pergi karena bahaya jika tetap di sana.
Siapa dia, kenapa Aura nya sangat kuat!
Batin Aurora mengepalkan kedua tangannya erat.
"Ra sudah jangan marah ya,"
Bujuk Vivi karena sahabat nya satu ini memang berbeda jika marah. Vivi hanya takut amarah Aurora kembali keluar seperti kejadian delapan tahun lalu di mana Aurora menghajar teman satu kelasnya karena sudah berani membuat Vivi ketakutan.
"Aku tak apa, ketakutan itu sudah bisa ku kendalikan, tadi hanya terkejut saja!"
"Cih,"
Aurora mencebikkan bibirnya malas menanggapi ocehan Vivi.
Vivi satu-satunya orang yang Aurora percaya bahkan Vivi orang yang mengetahui siapa jati diri Aurora.
"Kapan kamu kembali?"
"Lusa!"
"Tak bisakah lama di sini?"
"Gak!"
"Tambah ya satu hari lagi, kalau perlu biar aku yang telepon Bunda!"
"Jangan macam-macam!"
"Aisst, kau ini tak asik mana bisa kita ketemu sebentar saja!"
"Cih, besok kau pun ada jadwal operasi!"
"He .. He ...,"
Vivi menggaruk tengkuknya yang tak gatal sulit sekali membujuk Aurora otaknya terlalu keras untuk sekedar di lunakkan.
Aurora memutar kemudinya menuju lestoran sederhana karena perutnya merasa lapar.
Gara-gara laki-laki songong tadi Aurora jadi melewatkan makan siangnya dan Aurora yakin Vivi pun begitu.
Mereka makan dulu sebelum benar-benar pulang menuju apartemen Aurora.
Di sana mereka bisa makan dengan tenang tanpa ada gangguan ataupun yang terusik. Mereka bebas mengekspresikan diri mereka sendiri.
Makanan seafood selalu menjadi favorit Aurora begitu juga dengan Vivi. Apalagi Aurora tidak terlalu suka makanan yang berbaur daging atau ayam.
Aurora lebih suka seafood dan sayur-sayuran apalagi Aurora seorang dokter jenius dan tentu makanannya harus sehat.
Sesudah makan mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan nya menuju apartemen di mana Vivi berencana akan menginap di apartemen Aurora.
Ya, di Jerman Aurora mempunyai apartemen sendiri tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya ataupun Fatih. Yang tahu hanya Shofi saja.
Vivi menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang empuk Aurora.
"Ra profesor menanyakan tentang kamu terus?"
"Biarkan saja!"
"Ini sudah tujuh tahun loh kamu vakum, semua orang membutuhkan kamu!"
Aurora menghela nafas berat jika membahas masalah satu ini. Karena memang itu mustahil terjadi.
Ada banyak cerita yang selalu Aurora pendam sendiri bahkan diceritakan pun sulit karena posisi Aurora memang terjepit.
"Bisakah kamu tetap menjaga rahasia, jangan sampai bocor identitas ku!"
"Semua orang mendesak kamu muncul Ra, bahkan idola kamu begitu banyak aku tak menjamin!"
"Setidaknya sepuluh tahun lagi, sudah itu terserah!"
"Kau gila, Ra!"
Vivi menggelengkan kepala tak percaya, sepuluh tahun bukan waktu yang sedikit melainkan panjang.
Namun Aurora bisa apa, tak mungkin Aurora membiarkan kedua orang tuanya tahu jika dia sudah mendapatkan gelar seorang dokter Jingga.
Jika kedua orang tuanya mengetahui sekarang maka tamatlah riwayat dia.
"Aku percaya padamu, please!"
Aurora memelas karena tak bisa berbuat apa-apa. Setidaknya biarkan gelar itu Vivi yang menyandangnya.
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments