12.

12.

Alex dan Tirta kembali bersamaan tiga puluh menit sebelum Mahesa datang. Luka yang baru saja mandi hanya diam mendengarkan laporan kosong mereka.

Tidak ada informasi apa pun mengenai Bintang di luar sana, bahkan dari tangan informan kecil.

"Menurut gue, Bos, sebagian enggak mau ngomong biarpun tau. Yah, gue sengaja sih enggak ngancem buat ngeliat." Alex pergi ke sudut ruangan, mengambil setangkai anggur dari keranjang buah. "Bang Lio mungkin cuma iseng pengen lo penasaran sama tikus lo?"

"Lex." Tirta mendelik. "Manggil Trika tikus depan Luka itu sama aja bilang Luka pasangannya tikus."

Alex mengernyit. "Ngapa lo baperan banget sih? Bos yah Bos."

"Lo tuh, hah." Tirta mendadak malas menegurnya. "Gue ke tempat Sena buat nanyain soal Bintang, tapi dia minta nama belakangnya."

"Sena?" Luka menoleh. "Sena Sadawira?"

"Ah, si Setan piaraan Mahesa." Alex langsung mendengkus. "Gue juga curiga sama dia, Luk. Seenggaknya itu Setan pasti tau sesuatu. Minimal siapa Bintang sebelum jadi Trika."

Nama belakang?

Benar juga. Siapa nama belakang Bintang? Luka tak tahu. Tidak ada yang Luka tahu tentangnya karena memang Luka menolak tahu sejak dulu.

"Lo enggak minta sama Mahesa?" Tirta mendadak bertanya. "Kalo ada yang tau soal Trika selain Bang Lio, itu pasti dia."

Luka tidak sudi meminta sesuatu dari orang sialan itu.

"Lupain," kata Luka kesal. Beralih menyerahkan skesta yang tadi Bintang buat dan ia sempurnakan. "Kerjain ini."

Tirta dan Alex sama-sama cengo.

"Bos, lo minta mainan?" tanya Alex saking cengonya.

"Lo minta mati?" Luka membalas ketus.

"Ah, shiit." Alex menggeleng-geleng. "Jangan bilang ini buat si Tikus, Luk? Please don't say yes."

Luka menatap Tirta. "Cari berlian cokelat buat gue."

"Hah?"

"Cari yang paling mirip matanya Tri."

Keduanya melongo kagok, tapi Luka abai, memasang luaran terakhir pakaiannya sebelum ia keluar, siap menghadapi si Iblis Mahardika itu.

Alex mengerutkan kening jijik pada skesta pemberian Luka. "You gotta be kidding me, Luk," umpatnya tak percaya bahwa Luka menuruti permintaan tolol perempuan itu.

Walau begitu mereka tidak bisa menolak kalau Luka sudah memerintah. Mereka berbalik menyusul Luka, menahan semua protesan.

*

Mahesa keluar dari mobilnya dan langsung menyentak rapi jasnya, tersenyum menatap kediaman kecil Narendra itu. Warna serba hitam dari atap hingga lantainya benar-benar khas Narendra.

Mahesa melangkah penuh percaya diri. Mendorong pintu terbuka dan masuk ke kediaman itu, disambut oleh meja besar tempat Luka dan Bintang duduk bersama.

Tatapan Mahesa langsung tertancap pada Bintang.

Udah besar, bintang kecil, pikir Mahesa geli. Perasaan kemarin masih anak ingusan yang nangis karena dunia jahat.

Tapi sekarang matanya terlihat yakin. Walau mati, dia terlihat siap menghancurkan dunia yang dia benci.

"Oke, stop." Mahesa terkekeh dengan mata terpejam, saat Alex dan Tirta berdiri di belakangnya memegang senjata tajam masing-masing. "Gue cuma ngeliat istrinya Luka secantik apa. Cewek gue banyak, oke? Jauh lebih cantik daripada Trika."

Alex sangat ingin menggo-rok leher Mahesa sekarang. "Bacot lo, brengsek."

Mahesa membuka mata, kini menatap Luka. "Ayolah, Luk. Ini sambutan Narendra buat Mahardika?"

"Itu sambutan gue buat lo," balas Luka kasar. Tapi kemudian mendengkus dan berkata, "Mundur."

Alex dan Tirta mundur, membiarkan Mahesa berjalan masuk. Dia menarik kursinya sendiri, duduk berseberangan dengan Bintang yang di belakangnya berdiri Yogi.

Lio yang mengundangnya tapi Lio juga menyiapkan pembatas. Memang dasar pria merepotkan.

"Salam kenal, Calon Nyonya Narendra." Mahesa mengedipkan sebelah mata. "Kamu udah istri Luka tapi belum ada pengumuman jadi saya harus manggil kamu Calon dulu."

Bintang menatap dia malas. "Mahesa Mahardika. Kamu bikin banyak legenda sama nama kamu, tapi saya kecewa ternyata kamu cuma cowok nyentrik. Enggak menarik."

Bibir Mahesa justru dibuat tersenyum. Gadis kecil ini tidak tahu dia sedang bicara dengan siapa dan itu membuatnya jadi menggemaskan.

Mata Mahesa sempat melirik Yogi di sana. Ia tahu keberadaan dia adalah peringatan dari Lio.

Jangan banyak bicara.

Tapi Mahesa bukanlah bawahan Lio. Jadi buat apa ia menuruti Lio?

"Bintang Abkariza."

Ekspresi Yogi berubah, begitu pula Bintang, dan terutama Luka.

"Saya lebih suka Bintang," ucap Mahesa main-main. "Saya mau panggil kamu Bintang mulai sekarang."

*

Abkariza? Itu nama belakang Bintang?

Luka langsung melirik Yogi untuk memastikan dan ekspresi tak senang di sana mengonfirmasi bahwa itu benar. Seketika Luka menatap Alex dan Tirta, isyarat agar mereka segera mencari informasi soal Bintang Abkariza, tapi Mahesa lebih dulu mencegah.

"Percuma," gumam dia tanpa melepas tatapan dari Bintang. "Bintang Abkariza enggak pernah lahir di dunia. Bener, Bintang?"

Berbeda dari Luka yang mengerutkan kening, Bintang cuma berdecak sebab dia benci cara bicara itu.

"Entah apa maksud kamu nyinggung soal nama saya." Bintang meraih minuman di meja. Diam-diam masih merasakan efek racun di tubuhnya dan itu jadi penenang. "Mahardika, kamu enggak ada urusan sama saya kecuali soal Narendra."

"Enggak juga, Bin. Saya yang ngasih kamu ke Lio."

Luka mau tak mau harus menyimak sebab Mahesa memberi banyak informasi yang sangat ia cari.

"Ngasih saya ke Lio?" Bintang tertawa remeh. "Kamu ternyata delusional juga. Saya yang ngasih diri saya ke Lio. Itu saya sendiri, bukan kamu."

"Dari semua sudut, Bin," Mahesa tersenyum, "gimana Lio bisa nemuin kamu yang enggak bersinar?"

Ekspresi Bintang mendadak berubah terkejut.

"Bintang kecil sayang. Udah saya bilang, saya yang ngasih kamu ke Lio. Saya yang ngasih tau Lio soal kamu, semuanya soal kamu dan Lio jemput kamu. Jelas saya juga tau soal ayah kamu—"

"BERISIK!"

Mahesa terkekeh geli menghindari lemparan gelas Bintang tiba-tiba. Berbeda dari Luka yang terkejut melihat ekspresi di wajah Bintang terlihat sangat jelas.

Dia marah. Dia marah tapi juga terlihat trauma dan takut.

Ayah? Abkariza? Apa maksudnya?

"Mahardika." Yogi akhirnya bersuara.

"Maaf, maaf." Mahesa berdehem seolah semuanya hanya lelucon, kemudian berpaling pada Luka. "Anggep aja enggak ada, Luk. Bukan urusan penting."

Luka mengetatkan rahang. Mahesa jelas tahu Luka sangat ingin tahu dan dia juga tahu Luka tak sudi meminta diberitahu.

"Hari ini saya dateng buat bahas posisi Bintang sebagai Narendra kedepan. Berhubung yang main di belakang layar itu Bintang, kayaknya saya sama dia bakal sering banyak urusan. Makanya saya pengen kita deket."

Mahesa beranjak.

"Tapi sayang banget istri kamu lagi enggak mood, Luka. Kalau gitu, sebagai orang tau diri, saya permisi."

Alex dan Torta sama-sama menahan diri untuk menusuk-nusuk pria sombong sialan itu. Cih, kalau bukan karena Lio, sudah lama mereka mengirim misil ke kediaman Mahesa.

"Ohya, Bintang." Mahesa yang tahu keadaan telah keruh berkatnya malah semakin memperkeruh dengan berkata, "Langit nyariin kamu."

*

Terpopuler

Comments

dewi

dewi

sebenarnya bintang siapa kk

2023-07-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!