Luka tak menyangkal bahwa ia memang tertarik pada boneka mainannya ini. Dan Luka akui ini memang pertama kali. Berbeda dari Alex dan Tirta yang bahkan hobi mengundang sekelompok wanita untuk pesta *3**, Luka secara keseluruh benci wanita apa pun tentang mereka.
Bagi Luka, wanita itu cuma makhluk yang seharusnya tidak diciptakan. Seharusnya kelangsungan dunia ini tidak diletakkan di rahim seorang wanita padahal mereka hanya pengacau.
Namun Bintang terasa berbeda. Dia tidak takut pada Luka, tidak juga tertarik, dan tidak sedikitpun terusik.
Dia seolah bukan 'wanita' yang selama ini Luka lihat.
"Kamu ngerayu saya?" bisik Luka saat ciuman itu lepas. "Kamu kira saya bakal lembut ke kamu cuma karena kamu mau ngangkang?"
"Saya enggak ngerayu." Bintang meniup bibir Luka. "Kamu yang murahan di depan saya."
Luka menatap wajah pucat itu, sebelum kembali menciumnya lamat-lamat.
Dia tidak cantik. Dia tidak secantik gadis-gadis cantik selera Alex dan Tirta. Dia bahkan tidak secantik Rina. Dia tidak cantik.
Namun perempuan ini tajam.
Dia terasa seperti sebilah pedang alih-alih bunga mawar. Menyentuhnya berbahaya namun dia merayu pria datang padanya meskipun dia hanya diam.
Tak puas pada satu ciuman saja, Luka memegang rahang Bintang dan menciumnya lagi. Berbeda dari cara bicara mereka yang kasar dan jelas tidak melupakan sesi pukulan kemarin, ciuman itu justru lembut.
Seolah butuh kesabaran dan konsentrasi halus untuk bisa saling menikmati.
"Siapa?" gumam Luka saat ciuman berulang-ulang itu akhirnya berakhir. "Yang kamu pikirin kemarin, Tri, siapa?"
Bintang hanya menatap Luka tanpa suara. Keterdiamannya justru memberi kesan misterius yang menjengkelkan bagi Luka.
Alasan Bintang datang ke kediaman ini, yang dia tahu adalah neraka baginya, di mana dia bahkan tidak boleh punya harga diri, namanya diganti demi Luka, keluarganya dihapus tanpa sisa—sebenarnya kenapa dia memilih semua itu?
Siapa dia sebagai Bintang sebelum dia menjadi Trika?
"Ini kesempatan terakhir saya nanya ke kamu baik-baik, Tri. Siapa yang kamu pikirin?"
Bintang menatap Luka dan menyadari bahwa dia tidak bisa terima jika dia diabaikan. Harga dirinya tinggi, sama seperti Bintang.
Tapi bukan berarti Bintang mau Luka tahu tentangnya. Dia tidak punya urusan pada hal itu. Urusan mereka berdua hanyalah saling menikah lalu mengembangkan Narendra.
"Luk." Bintang menepuk-nepuk pipi Luka lembut. "Urus anjing kamu," ucapnya kembali ke topik semula. "Urusan saya selesai jadi kamu boleh pergi."
Tangan Luka diam-diam terkepal. Sejak awal perempuan ini memang berani menantang. Dia selalu bersikap seolah dia tidak peduli pada statusnya sebagai budak Luka.
"Tirta buat kamu." Luka beranjak. "Dia bakal selalu ada nemenin kamu, Tri."
Untuk pertama kali Bintang tercengang. Dia langsung mendelik murka pada Luka seolah-olah perkataan itu adalah dosa besar.
"Kalo saya masih liat anjing kamu di sini, saya mutilasi dia sebelum buang dagingnya ke meja kamu!" ancam perempuan itu serius.
Tapi Luka hanya menatapnya tak peduli. "Sekali lagi kamu kurang ajar ke saya, Tri, jangan salahin saya kalau tulang kaki sama tangan kamu saya patahin. Saya mungkin enggak mau bunuh kamu, tapi matahin tiga empat tulang itu gampang."
Setelahnya Luka beranjak, meninggalkan Bintang yang mengepal tangannya kuat-kuat karena kesal.
Dia yang mulai duluan, lagipula.
*
Lio menikahi Rina di usia dua belas tahun, tapi mengumumkan pernikahan itu di usia tujuh belas tahun, sebagai Yasa. Karena itulah pernikahan Luka dan Bintang akan menjadi pesta pernikahan pertama atas nama Narendra. Pesta yang juga pertama kali digelar oleh Lio sebagai pemimpin Narendra, untuk menegaskan posisi Luka sebagai ahli warisnya.
Tujuh bulan adalah waktu yang singkat menyiapkan pesta sebesar itu. Tapi Bintang tidak menduga kalau Lio jadi berbuat gila.
"Kamu bikin danau?" tanya Bintang datar tapi juga mengandung makna tidak percaya dia segila itu walau tahu dia memang gila. "Kamu bikin danau di depan, Lio? Enggak sekalian kamu jatuhin bulan?"
Lio tersenyum usil. "Kamu mau bulan atau bintang, Tri? Saya jatuhin ke bumi sekarang."
Dia tidak waras.
Bintang menatap aneh situasi penggalian danau persis di depan bangunan utama. Suara mesin besar yang digunakan menggali tanah itu mengganggu telinga Bintang dan yang menyebalkan mereka baru mulai. Dilihat dari pembatas yang diberikan, ukuran danau ini sangat-sangat besar dan butuh waktu sangat lama untuk menggalinya.
"Jangan ngurusin itu dulu, Tri." Lio merangkulnya berjalan pergi, tak peduli tatapan Bintang membunuhnya. "Kamu kan udah baikan. Sekarang kamu sama Luka latihan."
Bintang menatap dia dengan keinginan mau mencekiknya.
Walau Lio tahu, dia malah tertawa. "Apa? Kamu enggak ngira nikahan kamu beneran biasa, kan? Kalian mesti gladiresik mulai sekarang. Pastiin kalian jauh lebih romantis dari Cinderella sama Pangeran di pesta dansa."
Ayo tinggalkan orang gila ini.
Bintang buru-buru pergi dari Lio, melintas sesuka hati karena peraturan Luka tentang dirinya tidak boleh terlihat itu sudah dicabur.
"Mana Luka?" tanya Bintang pada anjing setia Luka yang mengikutinya.
Tirta mengangkat alis sebelum menjawab sok ramah. "Bos sedang keluar, Nyonya. Mungkin kembali dua tiga hari lagi."
Seketika Bintang menoleh. "Maksud kamu Luka ninggalin saya dengerin kerjaan berisik Lio itu sementara dia kabur sendirian?"
"Nyonya sedang dalam masa pemulihan jadi—"
"Suruh Luka jemput saya."
"Nyonya, peraturan mengatakan Anda tidak boleh meninggalkan kediaman ini sebelum peresmian pernikahan."
Bintang berhenti berjalan seketika. Syarla yang mengikuti Bintang juga diam-diam memejam, sudah tahu apa yang akan terjadi. Jika ada satu hal yang bisa Bintang benci lebih dari rasa gandum, maka itu adalah balasan dari perintahnya.
Dia benci dijawab.
"Anjing memang anjing yah," kata Bintang menatap anak buah Luka itu. "Saya tau kamu siapa. Saya ngerti kamu spesial buat Luka."
Pria ini, Tirta dan kakaknya, Dirga, anak dari pengikut Yasa. Anggap saja mereka itu seperti berteman sangat dekat termasuk dalam hal bisnis dan kekeluargaan. Tapi saat Lio membantai Yasa, Lio juga menghabisi semua pengikut Yasa, termasuk keluarga Tirta dan Dirga.
Tirta dan Dirga melakukan hal sama persis seperti Luka, cuma diam menyaksikan keluarga mereka dibunuh karena memilih Lio.
Kesetiaan dia tidak main-main pada Luka. Maka dari itu dia bebas berkeliaran di sekitar Luka bahkan menjadi teman dan saudara Luka.
"Tapi itu enggak bikin kamu spesial buat saya." Bintang menarik kerah pria itu, memaksanya untuk membungkuk agar dia yang mendongak, bukan Bintang. "Biar saya ajarin kamu cara jadi anjing."
Tirta hanya tersenyum, tak takut pada Bintang.
"Saya pasti berbuat kesalahan secara tidak sadar, Nyonya," kata Tirta tapi sedikitpun tanpa rasa bersalah. "Tolong beri hukuman apa saja. Saya akan menerimanya dengan senang hati."
Karena Tirta sedikitpun tidak peduli apa kata Bintang. Baik dia dan Alex sama-sama sudah menganggapnya musuh sejak Bintang menggores kening Luka.
Yang anjing di sini adalah Bintang. Yang tidak boleh menggigit itu dia.
Tapi tidak jarang anjing memang suka lupa bahwa anjing. Hanya karena dia sedikit dimanjakan oleh tuannya.
*
Bantu author ngembangin karya dengan dukungan kalian, yah ☺
Dan buka juga karya-karya Candradimuka lainnya, terima kasih 🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Widhi Labonee
tuh kan .. ap we blg,,, gejala awal bucin noh ngana luk
2023-07-09
3