16

Sebagai seorang informan, Tama memang seringkali terlibat hal berbahaya sampai nyawanya terancam. Pekerjaannya itu seperti menyimpan rahasia seseorang lalu ia menjual rahasia itu pada orang lain yang akan memanfaatkannya sesuka hati mereka. Tama bahkan sering digampar oleh Genta karena dia ikut terlibat bahaya gara-gara Tama.

Namun mungkin yang paling berbahaya adalah ketika Tama menyambut kedatangan pewaria Narendra di kediamannya.

Sialan. Bukan Lio Narendra tapi Luka Narendra yang datang? Buat apa?!

Pertama, ayo pura-pura tidak tahu.

"Cari siapa?" ucap Tama sok kebingungan.

Alex memutar-mutar belati emas di tangannya. "Mau jantung atau hati?"

Tama langsung bergeser, memberi jalan untuk Luka masuk. Dasar orang tidak tahu hukum!

Baiklah, tenang. Belum tentu Luka Narendra datang karena dia mau membunuh seseorang atau karena dia marah soal drone itu. Mari kembali berpura-pura tidak tahu.

"Luka Narendra kayaknya main terlalu jauh," kata Tama datar. "Kalian Narendra punya informan sendiri, kan? Kenapa repot-repot dateng ke gubuk saya?"

Alex menancapkan belatinya ke sofa tempat dia duduk, lalu tertawa. "Padahal enggak tajem, tapi bisa nusuk juga ternyata. Cowok sejati emang gue."

Oke, mari berhenti pura-pura karena sepertinya dia benar-benar mau membunuh!

"Saya enggak mau ada urusan sama Narendra." Tama menghela napas kasar. "Apa pun urusan kamu, Luka Narendra, tolong cari orang lain karena saya enggak mau. Narendra seenggaknya tau cara menghargai keputusan orang lain, kan?"

Tak sedikitpun menjawab perkataan Tama, Luka justru menyerahkan selembar kecil sketsa detil namun cukup jelas. Siapa pun yang melihat itu, kalau dia tahu wajah Bintang, akan segera tahu sketsa itu dijiplak dari wajahnya.

"Keluarin semua soal dia," titah Luka tenang.

Tama menelan ludah. Tentu saja ia gelisah karena kalau menolak, anjingnya Luka di sana bakal menggigit tapi kalau ia terima, sama saja Tama mengkhianati Langit.

Bentar. Tama mendadak terbelalak. Kenapa Luka nanyain Bintang ke gue? Harusnya dia tau kan? Itu calon istrinya.

Tama mau tak mau mengingat pesan Sena yang berkata bahwa 'Bintang Abkariza' akan resmi mati dan digantikan oleh 'Trika Narendra'. Kalau begitu Luka tidak tahu siapa Bintang?

Ada rumor bilang Luka sama Lio itu beda jenis, pikir Tama yang masih diam. Kalo gitu misalkan gue—

"Lidah lo dimakan kucing, br3ngsek?" Alex tersenyum. "Atau mau gue potong biar dimakan kucing?"

"Nama." Tama harus terjun bebas sambil berharap ia tetap hidup! "Kasih gue nama. Sketsa muka enggak cukup."

"Wah-wah, Bos, kayaknya main halus sama wibu tuh emang enggak bisa. Gimana kalo—"

Luka menghentikan ucapan Alex dengan isyarat tangan tanpa mengalihkan pandangan dari Tama.

"Nama?" gumam Luka, mengulang pertanyaan Tama. "Kamu lupa nama sodara temen kamu yang ilang tujuh tahun lalu?"

Luka hanya menebak tapi itu pasti benar.

Bulan, Langit, Bintang. Mereka bertiga bersaudara. Karena Langit sekarang menempuh pendidikan lanjutan dari kedokteran, Koass, maka berarti dia kakaknya Bintang.

Dan ketika Tama menghela napas, Luka tahu dia akhirnya berhenti berkelit.

"Setelah ngambil anak orang seenaknya," Tama melotot pada Luka, "sekarang kamu dateng nanyain siapa Bintang ke saya, Narendra?"

Alex yang tak pernah membiarkan seseorang berteriak pada Luka jelas langsung marah. Namun sekali lagi Luka mengisyaratkan dia diam, tetap fokus pada Tama.

"Jangan terlalu ngerasa saya enggak bisa ngelawan kalian, Narendra. Saya mungkin mati hari ini, tapi besok semua yang Lio bangun buat kamu bisa ancur karena saya mati. Kamu tau saya enggak main-main."

"Kamu bahas Azka?" balas Luka yang mengerti. Kedekatan Azka dan Lio itu bisa mengamankan dia tapi Tama sepertinya tidak mengerti.

Luka juga bisa menginjak-injak usaha Lio kalau ia sudah terlalu kesal pada kakaknya. Ia tak peduli pada apa pun itu.

"Lex."

"Ya, Bos?"

"Cari semua orang yang punya hubungan sama ini orang. Semuanya. Keluarga, temen, pacar, mantan, musuh, semuanya. Termasuk keluarga sahabat, temen, pacar, musuhnya."

Luka menatap dingin Tama yang menahan amarah di sana. "Pastiin semuanya mati hari ini kecuali dia jawab pertanyaan gue."

Alex tersenyum lebar. "Ayey, Bos."

"Jadi, Pratama," Luka berucap tenang, "satu pertanyaan?"

Cuma satu yang mau Luka tahu. Bahkan kalau dia tidak mau memberitahu tentang segalanya, Luka hanya butuh satu jawaban.

Jawab itu atau dia hancur di tangan Luka.

*

*

*

Narendra punya kekuasaan memalsukan kematian banyak orang sesuka mereka. Itu bukan ancaman saja.

Tama merasakan jantungnya tercekik saat mau tak mau ia berkata, "Fine."

Cuma satu pertanyaan, kan? Yah, bahkan kalau lebih dari satu, sebenarnya Tama bisa apa?

Orang ini sudah gila, lalu kakaknya lebih gila, dan kakaknya itu berteman dengan orang gila pula. Tama orang waras jadi ia mengalah.

"Satu pertanyaan, Narendra."

Luka tiba-tiba memberi isyarat Alex pergi, seolah itu hanya sesuatu yang mau dia ketahui sendiri. Tentu Alex bingung, namun perintah tetap perintah.

Alex keluar, memastikan pintu tertutup, meninggalkan Luka bersama Tama di sana.

Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Tama.

"Kamu lebih waras dari yang saya denger." Tama mulai berbasa-basi. Tujuannya menarik informasi secara tidak langsung. "Sena yang bilang ke saya kalau Bintang itu istri kamu sekarang. Terus kenapa kamu dateng ke saya padahal jelas-jelas Bintang sama kamu?"

Tama mau memastikan apakah Luka peduli pada Bintang atau tidak. Jika dia tidak peduli, dia seharusnya tidak datang jauh-jauh cuma baut bertanya. Lagipula, Lio Narendra tahu segalanya. Luka tinggal bertanya pada dia alih-alih orang asing seperti Tama.

Begitu pikir Tama ketika Luka mengeluarkan pistol dari sakunya tiba-tiba.

"Ini peluru jarum," ucap pria itu tanpa ekspresi. Meletakkan pistol itu di atas meja.

"Senjata khusus buatan Rina. Satu jarumnya cukup buat bunuh orang dua puluh empat jam kemudian. Efeknya itu satu badan kamu terbakar di dalam."

Maksudnya jangan banyak omong.

Tama mengangkat tangan, langsung menyerah. "Oke, pertanyaan kamu?"

Terserah mau dia peduli tidak peduli, intinya segera pergi!

"Apa alasan Trika ninggalin namanya?"

Satu pertanyaan yang cukup untuk memberi Tama jawaban.

Ah, jadi begitu. Pria ini jatuh cinta pada Bintang. Entah bagaimana, entah mengapa, entah sampai kapan, tapi dia, Luka Narendra, sekarang, memberi cintanya pada Bintang.

Sebab dia tidak perlu mempertanyakan itu jika tidak mencintai Bintang.

Maka Tama yakin dia tidak akan menembak pistol jarum itu.

"Benci," jawab Tama apa adanya. "Dia benci."

"Kamu tau itu bukan jawaban pertanyaan saya, Nara."

"Dia anak yang lahir dari kasih sayang semua orang, Luka." Tama menjatuhkan punggungnya ke sofa, mendongak pada langit-langit. "Anak bungsu kesayangan ayah bundanya, cucu kesayangan kakeknya, anak super genius yang bisa segalanya. Otak dia waku kecil kayaknya lebih berat dari otak saya sekarang."

Luka diam mendengarkan.

*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!