Mobil yang membawa Aileen dan Jovanka berbelok mulus di halaman rumah yang cukup luas. Di depan mereka sebuah rumah sederhana berbahan kayu. menyambut dengan ramah. Cat berwarna hijau sudah luntur dari dindingnya tapi rumah itu tetap memberikan kesan hangat saat Aileen pertama kali melihatnya.
"Rumah kamu?" tanya perempuan itu pada Jovanka.
"Ya." Jovanka melepas sabuk pengamannya. Merapikan rambut yang sebenarnya masih rapi sebelum berkata, " Kali ini saya yang akan jadi pemeran utamanya. Kamu cukup diam aja. Deal?"
"Oke, deal!" sahut Aileen tanpa perlu berpikir. Tenaganya memang sudah habis dipakai bertempur dengan nenek dan ayahnya. Sekarang giliran Jovanka yang menjalankan perannya.
Mereka berdua pun turun. Baru beberapa langkah meninggalkan mobil pintu rumah mendadak terbuka lebar. Dua orang perempuan berbeda usia menyambut dengan kening berkerut hebat di depan pintu. Jovanka segera menghampiri keduanya. Menyalami perempuan yang lebih tua selanjutnya mencubit pipi peremuan yang masih muda, jauh lebih muda daripada Aileen.
"Cewek itu siapa, Mas?" Gadis itu bertanya dengan rahang terangkat tinggi. Raut wajahnya menggambarkan rasa penasaran sekaligus ketakutan.
Aileen maklum. Rata-rata anak-anak akan takut atau tergidik ngeri ketika melihat penampilannya.
"Ajak dia masuk dulu, yuk. Nggak enak bicara di depan pintu." Jovanka mendorong adiknya, Lia, melewati ambang pintu. Kemudian laki-laki itu mempersilakan ibunya masuk.
Setelah kedua perempuan itu masuk, Jovanka menghampiri Aileen. “Yuk, masuk. Selamat datang di rumahku."
Aileen duduk tenang di lantai kayu rumah itu. Cukup nyaman meskipun lantainya hanya dilapisi karpet plastik bermotif bunga. Jovanka duduk di sampingnya sedangkan ibu dan adiknya. duduk di seberang mereka. Menatap Aileen dengan alis berkerut sembari menyipilkan mata.
"Ini Aileen Erlangga, Bu, Lia." Jovanka mulai membuka kisahnya.
Aileen menunduk sopan sebagai bentuk sapaan. Walaupun dibilang nakal, setidaknya dia tahu cara bersikap pada orang lain apalagi orang yang lebih tua darinya.
"Aileen Erlangga dari keluarga Erlangga itu, Mas?" Lia, bertanya dengan mata terbuka lebar.
Jovanka mengangguk. "Iya."
"Yang jadi salah satu keluarga terkaya itu, Mas?"
"He-eh."
"Yang katanya cantik tapi tomboy itu?"
Jovanka mengedik. "Kamu lihat aja sendiri." sahutnya.
Dan Lia memang melakukannya. Dia menatap Aileen lekat-lekat. Membuka lebar matanya. Lalu menyipitkannya lagi. Terus begitu sampai akhirnya dia tersenyum lebar.
"Astagaaa, memang asli cantik banget!" pekiknya riang.
Dipuji begitu mau tidak mau membuat Aileen melambung tinggi. Jujur, dia hampir tidak pernah mendengar pujian cantik keluar dari mulut orang lain dengan begitu tulus seperti yang dilakukan Lia. Rata-rata orang yang melihat Aileen hanya mengernyitkan alis. Mungkin dalam hatinya sedang mengutuk cara berpakaian Aileen yang "menyimpang".
"Wow!" Lia menganga. Takjub.
"Biasa aja, Lia. Nanti baju Aileen kedodoran kalau kamu memasang wajah kayak gitu." Jovanka mengerling pada Aileen. Dibalas tatapan tajam oleh perempuan cantik itu.
"Kok dia bisa sama kamu, Jo?" Sarah, ibu Jovanka yang sejak tadi diam dengan kening berkerut lantas mulai menginterogasi anaknya. "Jangan-jangan kamu bikin masalah sama keluarga Erlangga? Apa yang sudah kamu perbuat? Kamu menggores mobilnya? Kamu menabraknya? Kamu nggak sengaja melakukan itu, kan?"
Laki-laki berlesung pipi itu tergelak.
Nggaklah, Bu," sanggahnya. "Jo sengaja ngajakin dia ke sini buat dikenalin sama kalian berdua."
"O-ooh?" kepala Sarah terteleng." Maksudnya, Jo?"
"Ya... gitu, Bu."
"Begitu gimana?" desak Sarah.
"Ngomong itu yang jelas dong,"
"Tahu nih, Mas Jo. Memangnya kita lagi main tebak-tebakan?" Lia ikut menggerutu.
Aileen yang sejak tadi diam mengamali jelas tahu kalau Jovanka ragu-ragu mengenalkannya sebagai calon istri. Mungkin Jovanka takut sang ibu akan terkena serangan jantung dan langsung meregang nyawa di tempat.
Tidak heran, sih. Siapa yang tidak terkejut jika anaknya tiba-tiba membawa perempuan kaya-yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya- dan mengenalkannya sebagai calon istri.
Tidak ingin berdiam diri seperti pajangan, Aileen akhirnya bersuara, "Salam kenal, Bu, Dek. Saya Aileen Erlangga. Saya ca-"
"Sssttt!" Jovanka menyenggol Aileen. Tanda agar perempuan itu menyimpan kembali kata yang ingin diucapkannya. Sayangnya, gelagat Jovanka semakin menimbulkan tanda tanya di wajah Sarah dan Lia.
"Ada apa, sih?" tanya Lia semakin ingin tahu.
Aileen mengembangkan senyum lebar sampai mata indahnyanya hampir tertutup. Mencoba bersikap sesopan yang dia bisa di hadapan kedua perempuan ini. Aileen cukup tahu diri untuk tidak berjongkok sambil mengisap rokok. Padahal sejak tadi tangannya sudah gatal untuk merogah kantong demi bisa mengambil sebatang rokok lalu mengisapnya sampai puas.
"Me-mending kalian kenalan dulu, deh ." Jovanka melambaikan tangan pada Lia. "Lia, sini. Kenalin diri kamu ke Aileen."
Walaupun bingung, Lia tetap menurut. Dia mengulurkan tangannya pada Aileen dan berkata, “Halo, Kak Aileen. Aku Lia. Adik kesayangan mas Jovanka. Panggil Lia aja, Kak." Dia menyalami Aileen dengan gaya bersahabat. Lia juga tersenyum manis pada perempuan itu. Senyum tulus dan hati Aileen menghangat ketika melihatnya.
Dan ketika Aileen melihat jari-jari kurus Lia, dia langsung tercengang. Jari-jari itu terlihat kurus dan ringkih. Ketika baju lengan panjang Lia tersingkap, Aileen melihat dengan jelas kondisi tubuh gadis kecil yang hanya sisa tulang ini. Dia menatap Lia dengan cemas sementara yang ditatap hanya tersenyum simpul lalu segera menyentak tangannya.
"Kak Aileen cantik banget. Kayak bule."
Aileen sedikit tersanjung mendengar pujian itu. Mungkin, darah bule dari almarhum kakeknya diwariskan padanya. Warna bola mata yang senada dengan warna rambutnya serta hidung mancung khas orang barat menghiasi wajahnya. Bibirnya tipis dan berwarna merah muda. Serta kulitnya yang putih bersih seolah mempertegas kalau dia memang tidak berdarah murni Indonesia.
"Kakak Aileen itu cewek sempurna," ujar Lia lagi.
Aileen memang sempurna, kecuali sifatnya. Jika Lia tahu apakah dia masih menganggap Aileen sempurna atau bahkan merasa ngeri padanya.
"Ada maksud apa ya seorang keturunan Erlangga datang ke rumah kami?"
Sarah tidak bisa berhenti curiga. "Kami nggak ada urusan apa-apa sama keluarga kamu, kan? Jovanka nggak bikin masalah, kan? Dia nggak ngutang sama kalian, kan?"
Aileen menggeleng pelan. "Nggak ada, Bu." Tersenyum setelahnya.
"Terus... gimana ceritanya kamu bisa kenal sama Jovanka dan ...." Untuk yang kesekian kalinya dahi Tida mengernyit. Dia lalu menatap Jovanka dan berkata, "Kamu nggak pernah cerita apa-apa ke kami, Jo. Sebenarnya ada apa ini?"
Jovanka hanya menggigit bibir dan menunduk dalam.
Aileen tahu Jovanka sedang berada di titik lemah sekarang, Sungguh tidak mudah mengatakan hal mengejutkan di depan ibu dan adiknya. Memberitahu kalau mereka akan menikah sepertinya bukan pilihan yang tepat. Terlalu mendadak bahkan hampir tidak bisa dinalar.
Setelah menghela napas panjang, Aileen memutuskan mengambil alih peran Jovanka. Dia meneguk ludah berkali-kali lalu berucap, "Kami mau menikah, Bu. Saya ke sini ingin memperkenalkan diri sebagai calon istri mas Jovanka."
"Hah?!"
Lia dan sang ibu sontak ternganga dan membelalakkan mata. Mereka menggerakkan kepala dengan lambat. Tatapan mereka kosong menatap Jovanka dan Aileen bergantian.
"Kami nggak salah dengar, Kak?" Lia memastikan. Berharap apa yang didengarnya hanyalah efek dari rasa takjub melihat Aileen berada di rumah sederhana mereka. Bidadari di tengah gubuk tua.
Namun, gelengan kepala Aileen menegaskan segalanya. Ditambah ucapan lirih Jovanka.
"Aileen benar. Kami akan menikah dalam waktu dekat."
Sarah langsung memijit pelipis. Astagaaa," lirihnya. "Apa yang sedang terjadi, Jovanka? Kenapa super mendadak kayak gini? Ibu nggak pernah menduga ini akan terjadi. Nggak pernah secuil pun Ibu membayangkan hal ini. Katakan dengan jujur, kamu cuma bercanda."
"Nggak bercanda sama sekali, Bu."
Sarah meraih tangan anak pertamanya dan meremasnya. "Ceritakan yang sejujur-jujurnya ke Ibu apa yang sedang kamu rencanakan ini, Jo! Kalian akan menikah? Kamu? Dengan gadis ini?" Dia menatap Aileen dengan ekor matanya lalu kembali berkata, "Dengan Aileen Erlangga, Jo! Kamu tahu betul siapa dia, kan? Kok bisa-bisanya kamu menikah dengan dia? Kamu nggak pantas, Jo! Ingat, kita dari keluarga rendahan. Jadi babunya aja sudah syukur banget."
Aileen diam saja. Setidaknya dia bersyukur ibu Jovanka ini tidak mengalami serangan jantung lalu mati mendadak. Rupanya, jantungnya cukup kuat untuk menerima informasi menggemparkan ini.
Sarah lalu menatap Aileen. "Kenapa kamu mau menikah dengan anak saya? Dari mana kalian kenal? Permainan orang kaya macam apa yang sedang kamu mainkan, Aileen Erlangga? Kamu dan orang kaya lainnya memang punya hobi bermain-main dengan hidup orang miskinkah?"
Aileen menyanggah dengan cara menggelengkan kepala. "Nggak, Bu."
"Terus ada apa dengan kedatangan kamu yang tiba-tiba ini, Aileen?"
"Seperti yang sudah saya bilang tadi, Bu. Saya dan Mas Jovanka mau me-"
"Jawab jujur, Nona!" tukas Sarah. " Kamu salah kalau berpikir orang miskin seperti saya bisa dibohongi. Apa tujuan kamu sebenarnya?"
Aileen tertunduk. Baru kali ini dia merasa terpojok di hadapan orang lain. Jika berhadapan dengan Manda dan ayahnya sudah pasti dia akan balas menantang mereka. Tapi lain dengan Sarah. Ibu Jovanka ini memang punya aura yang tidak biasa.
"Saya ... jujur kenal mas Jovanka baru beberapa minggu ini," tutur Aileen sembari menundukkan kepala.
"Benar itu, Jo?"
"Iya, Bu." Jovanka mengangguk lemah.
"Terus? Kalian saling jatuh cinta dan memutuskan menikah?" tanya Tida lagi.
"Iya!"
"Nggak!"
Aileen dan Jovanka menyahut bersamaan. Tapi jawaban mereka bertentangan satu sama lain. Aileen pikir Jovanka akan berbohong dan mengatakan: ya. Nyatanya, laki-laki itu berkata sebaliknya.
Sarah tiba-tiba terkekeh. "Kan, ketahuan banget bohongnya. Ngapain sih susah-susah membohongi Ibu, Jo? Ibu tahu betul siapa kamu. Dan... kisah cinta kamu. Bukannya kamu berjanji hanya akan menikah dengan Lola setelah dia lulus kuliah nanti?"
"Kak Lola kayaknya masih lama, Bu." Lia yang sejak tadi diam kini menyahut. Kasian mas Jovanka nunggunya kelamaan
"Tapi Mas kamu sudah janji menunggu dia, Mel." Sarah mencubit pipi anak keduanya dengan gemas. "Lagian tahu apa kamu?"
Aileen mendelik ke arah Jovanka. Baru tahu kalau laki-laki ini sedang menunggu seseorang. Jovanka tidak pernah bercerita apa pun tentang kisah cintanya. Tidak adil! Jika tahu akan sepert ini Aileen tidak akan membawa Jovanka menghadap keluarga besar Erlangga. Dia tidak mau dituduh merebut cowok orang!
"Mas Jovanka." Wajah Aileen memerah. "Apa itu betul? Apa kamu sudal punya seseorang di hatimu?"
Laki-laki itu menyugar rambutnya. " Iya. Tapi-"
"Dan kamu nggak pernah bilang?!" Aileen meradang, Merasa sudah dibohongi dan terlanjur jatuh ke lubang. "Kenapa nggak bilang dari awal?! Kamu sengaja membuat aku seolah jadi perebut cowok orang? Oh, atau kamu sengaja biar aku kembali mengecewakan keluargaku?"
"Aileen, aku nggak-"
Aileen tidak berniat mendengarkan ucapan Jovanka lebih jauh. Dia langsung berdiri, mengepalkan tangan lalu menatap Jovanka dengan dagu terangkat tinggi.
"Aku nggak akan meneruskan rencana pernikahan ini lagi."
Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Ara Julyana
hebat dua bab sekaligus
2023-07-14
1