Bab 11

Aileen asyik berjalan di sepanjang jalan, setapak di sekitaran hotel. Angin malam bertiup cukup kencang tapi tidak sanggup membuatnya menggigil. Matanya fokus menatap layar ponsel yang menampilkan kontak bertulisanJovanka. Menahan tangannya untuk tidak memencet tombol panggil. Dia merasa ngengsi menelepon Jovanka lebih dulu hanya untuk mengetahui perkembangan rencana laki-laki itu.

Manda memang bukan lawan yang mudah. Neneknya sedang berusaha keras merealisasikan pernikahannya dengan Haykal, Aileen merasa diburu waktu. Penolakan blak-blakan Lily tidak cukup menjadi alasan untuk membatalkan pernikahan. Bahkan Haykal yang notabenenya adalah ayah Lily tidak mengindahkan penolakan anaknya.

Setelah menghela napas panjang untuk yang ke sepuluh kali Aileen akhirnya menelepon Jovanka. Cukup lama. menunggu sampai laki-laki itu menjawab panggilannya.

"Ini aku." Aileen membuka percakapan.

"Oh, hai." Suara Jovanka terdengar parau di telepon. "Kamu tahu jam berapa sekarang?"

Aileen menggigit bibir bawahnya sejenak sambil meringis. "Jam dua. Kamu sudah tidur, ya?"

"Hm, jam satu di tempat saya. Dan pertanyaan macam apa itu? Jelas saya sudah tidur. Saya bukan kamu yang belum tidur juga sampai sekarang dan malah mengganggu acara tidur orang lain."

Mereka diam selama beberapa saat dan akhirnya desah napas gusar milik Jovanka memecah keheningan. "Nggak minta maaf?"

"Hah?" Aileen terperanjat. Kepalanya terteleng. "Minta maaf karena?"

"Karena sudah membangunkan saya dari mimpi indah saya dan mengganggu waktu istirahat saya. Oh, jangan lupa berterima kasih juga karena saya sudah mau repot-repot bangun dan menjawab panggilan kamu."

Perempuan itu hanya diam mematung. Matanya mengerjap mencoba mencerna ucapan Jovanka seolah ucapan laki-laki tadi adalah bahasa yang tidak dipahaminya. Aileen paling alergi dengan kata maaf dan terima kasih. Dia hampir tidak pernah mengucapkan kata-kata itu selama hidupnya. Bahkan kepada Manda dan ayahnya. Lalu siapa Jovanka sehingga perlu mendapatkan kata limited edition dari Aileen.

"Aku menelepon kamu karena kamu nggak ada kabar sama sekali."

"Ck! Baru beberapa hari, Nona Aileen. Bukannya saya minta waktu setengah bulan?"

"Kelamaan!" sungut Aileen sambil mengentakkan kaki. "Dan jangan panggil aku Nona. Namaku Aileen. Kamu harusnya memanggil namaku saja. Satu lagi, jangan bersikap formal. Aku nggak suka." Mendengar kata nona yang diucapkan Jovanka membuat kupingnya geli. Bukannya tidak terbiasa, hanya saja laki-laki itu mengucapkannya dengan gaya dan nada yang khas -seperti sedang mengejeknya. Aileen tidak suka dipermainkan seperti itu.

"Baik, Aileen Nathania Erlangga." Jovanka terkekeh di seberang dan hal itu sukses membuat Aileen memutar mata. "Kalau kamu menelepon cuma untuk mengganggu tidur saya- ah, maksudnya, tidurku, lebih baik tutup teleponnya sekarang. Sebelum itu ucapkan maaf dan terima kasih. Aku masih menantikannya sampai sekarang."

"Errr..." Aileen tampak berpikir sebelum berkata, "Bisa nggak waktunya dipercepat? Maksudku jangan sampai setengah bulan. Kurang dari satu minggu kalau bisa kamu sudah menemui nenekku dan bilang akan menikahiku." Aileen mengalihkan perhatian Jovanka dari menunggunya mengucapkan maaf dan terima kasih.

"Aku sedang di Singapura menjenguk anak dari laki-laki yang dijodohkan denganku. Dan nenek sedang gencar-gencarnya berunding dengan laki-laki itu untuk membicarakan pernikahan kami," sambungnya.

Jovanka menarik napas panjang." Apa aku harus mengundurkan diri aja, ya? Sepertinya kita nggak bisa saling bekerja sama. Nggak ada jalan untukku masuk ke kehidupan kamu. Aku-"

"Dan kamu merelakan uang ratusan juta lenyap begitu saja?" potong Aileen menyebabkan Jovanka terdiam cukup lama. "Aku nggak tahu uang itu untuk apa, tapi aku tahu kamu ada keperluan super mendesak. Bayangkan, uang sebanyak itu, yang sanggup membayar semua yang kamu inginkan, sudah ada di depan mata kamu. Tinggal mengulurkan tangan untuk mengambilnya tapi kamu malah berpaling. Kamu sudah bisa dicap sinting kalau sampai melakukan itu."

"Curang kamu," umpat Jovanka pelan. "Menggunakan kelamahanku untuk menekanku."

Aileen cukup terkesan karena Jovanka tidak tersinggung dengan ucapannya barusan. Laki-laki itu juga mudah mengakrabkan diri. Jujur, dia merasa sudah kenal Jovanka sejak lama berkat sifat mudah bergaul yang dimilikinya.

"Jadi gimana?" Perempuan itu tidak sabar dengan apa yang akan dilakukan Jovanka.

"Nanti aku kasih kabar, ya."

Nanti itu kapan? Keburu janur kuning sudah melengkung di depan rumahnya. baru Jovanka akan datang sebagai pahlawan kesiangan.

Sialnya, saat Aileen ingin memprotes ucapan Jovanka telepon sudah diputus secara sepihak. Mendengus kesal, perempuan itu memasukkan ponselnya ke saku celana gombrongnya. Kembali melanjutkan acara jalan-jalan malam. Menikmati angin semilir sambil meratapi hidupnya yang mendadak mengenaskan.

Aileen benci ketika kembali disuruh memakai gaun dan menemui Haykal di rumah sakit jam tujuh pagi. Dia yakin para suster dan semua yang ada di sana menyangka dirinya adalah simpanan sugar daddy. Dia paling benci tatapan penuh intimidasi itu. Seolah mengulitinya tanpa sisa. Tapi orang yang paling dia benci adalah dirinya sendiri.

Pada akhirnya dia tetap tidak bisa menolak permintaan Manda. Tidak punya kemampuan untuk itu. Manda bukan musuh yang setara dengannya. Diancam bagaimana pun Manda tidak terpengaruh. Yang ada malah Aileen yang terjebak ancamannya sendiri. Seperti mengancam akan minggat, malah Manda menantangnya untuk segera angkat kaki.

...ΩΩΩΩΩ...

"Datang lagi Lo?"

Baru saja selangkah memasuki kamar inap Lily, dia sudah mendapat sambutan " ramah" dari sang empu kamar. Aileen membalas sambutan Lily dengan tersenyum manis cenderung meringis. Berjalan menuju meja nakas dan meletakkan sekeranjang penuh buah-buahan.

"Bokap gue lagi makan di kantin rumah sakit." Lily mengamati pergerakan Aileen yang saat itu sedang menyingkap gorden kamarnya. Mendadak kamar yang tadinya agak gelap menjadi terang benderang.

"Baguslah. Kalau dia datang, gue langsung pergi." Aileen mendekati ranjang Lily kemudian duduk di tepinya. Dia menatap wajah Lily yang pucat. Pipinya agak tirus dan tubuhnya juga kehilatan lebih kurus.

"Gue nggak butuh belas kasihan Lo!"

Seolah tahu kalau Aileen sedang mengasihaninya, Lily memilih membuang muka ke samping

"Gue nggak mengasihani Lo. Lo tenang aja" Lily berdecih .

"Mau apa Lo kemari?"

"Menjenguk Lo. Apalagi? Tujuan gue ke Singapura adalah untuk itu."

"Bukannya niat Lo mau ketemu bokap gue dan bermesraan sama dia?"

Aileen tersentak hebat. Matanya terbuka lebar-lebar. Detik berikutnya dia masih melongo sampai Lily kembali menariknya dari rasa terpana.

"Kenapa kaget? Tebakan gue benar, kan? Lo mau menggoda papah gue."

Seribu persen salah! Atas dasar apa Lily sampai menarik kesimpulan kalau tujuannya datang kemari karena ingin bermesraan dengan Haykal. Sumpah mati, jika bukan karena ancaman Manda, Aileen tidak akan mau menapakkan kaki di tempat di mana Haykal berada.

"Papah Lo bukanlah seseorang yang pantas untuk digoda, Lily Herani Trisakti. Atas dasar apa gue harus mendekatinya? Uang? Gue punya banyak. Jabatan perusahaan? Well, gue pewaris tunggal perusahaan Erlangga. Pendamping hidup? Haha, cowok bukan papah Lo aja seorang. Gue bisa mendapatkan yang lebih ganteng dari dia." Aileen menyeringai menampilkan susunan giginya dan tangannya bersedekap angkuh di depan dada.

"Terus kenapa Lo ada di sini?" Lily memandangi Aileen dari ujung rambut sampai ujung kakinya. "Pakai pakaian kayak gini lagi." Dia memasang tampang jijik. "Kayak bukan Lo aja."

Lily benar. Aileen juga merasa kalau dirinya yang sedang memakai gaun dan memakai riasan tipis ini adalah orang asing. Dia seolah kehilangan jati diri.

"Aneh ya, kalau gue makai gaun sama make up kayak gini?"

"Nggak aneh!" pekik Lily. Dia mencoba bangun dan menyandarkan punggung di kepala ranjang lalu menatap. Aileen lekat-lekat. "Lo cantik banget! Lebih cantik dari gue! Dari zaman kita SD gue memang nggak bisa mengalahkan kecantikan Lo! Sialan!"

"Dan sampai sekarang Lo marah ke gue karena masalah ini? Karena Lo merasa gue lebih cantik daripada Lo?"

"Bukan gue aja yang merasa gitu. Tapi semua orang juga bilang gitu! Sejak dulu, Ay! Nyokap gue bahkan pernah membandingkan gue dengan Lo!"

Aileen tahu betul bagaimana rasanya dibanding-bandingkan. Apalagi oleh orang tuanya sendiri.

"Bahkan dari segi prestasi Lo lebih unggul dari gue!"

"Dulu, iya, pas SMP. Tapi setalh itu sampai sekarang?" Aileen terkekeh kecil sebelum menggeleng, Gue terancam di drop out karena skripsi gue nggak selesai-selesai."

Tiba-tiba Lily menatap Aileen dengan kesedihan yang jelas di kedua matanya. “Lo yang sekarang beda banget, Ay. Sifat Lo yang berubah. Kenapa?"

Untuk yang satu ini Aileen tidak akan mengatakan alasannya pada Lily. Menurutnya, dia sudah terlalu banyak membuang tenaga untuk membicarakan hal yang tidak penting. Tujuan awalnya kemari hari ini adalah membujuk Lily bekerja sama dengannya agar pernikahan Haykal dan dirinya tidak terlaksana.

"Gue singkat aja, ya, Ly." Aileen memasang wajah super serius. Dan Lily mendengarkan dengan tubuh tegang.

"Gue nggak mau menikah sama bokap Lo karena gue sudah punya gebetan." Bagian ini memang kebohongan. Biarlah, harapan Aileen dengan mengatakan itu Lily bisa mengerti.

"Kami saling mencintai, Ly. Gue nggak bisa hidup tanpa dia dan dia juga nggak bisa hidup tanpa gue. Dia perlu waktu setengah bulan untuk mempersiapkan diri melamar gue di hadapan nenek dan orang tua gue. Tapi mereka malah memaksa gue menikah sama bokap Lo. Please, Ly," Aileen menggenggam kedua tangan Lily dan memasang wajah memelas. "Tolong bujuk bokap Lo supaya membatalkan pernikahannya. Lo boleh ngejelekin gue. Lo boleh menghina gue. Lo boleh melakukan apa pun."

"Hmm itu...." Bola mata Lily bergerak tak tentu arah. Ketika sampai di satu titik, pupilnya melebar seiring dengan matanya yang terbelalak. Wajah Lily memucat dan tubuhnya gemetaran.

"Ne-nenek Manda?," ucapnya." Se-sejak kapan Nenek berdiri di sana?"

Mendengar nama neneknya disebut, Aileen langsung terlonjak. Spontan menoleh dan mendapati Manda berdiri di depan pintu dengan raut tidak terbaca. Yang jelas, kemarahan memupuk di kedua matanya. Siap diledakkan untuk Aileen.

"Ikut Nenek, Aileen. Kita perlu bicara."

Bersambung......

Terpopuler

Comments

Fitri Amalia

Fitri Amalia

kasian alin,,,gc ad yg ngertiin dia, gc nenek gc ayah x egoois semua

2023-07-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!