Bab 7

"Kurang adab banget kamu, ya! Haykal lagi bicara sama kamu, kamunya malah langsung pergi kayak gitu! Didikan mana yang kamu terapkan itu, Aileen?!" Manda langsung menyemprot ketika sang cucu keluar dari mobilnya yang disopiri salah satu dari empat anak buahnya.

Tanpa menjawab, Aileen berjalan gontai masuk ke dalam rumah. Mengenyakkan pantat dengan kasar pada sofa lalu menutup mata dengan punggung tangan. Berada di rumah membuat semua sendinya terasa seperti dilolosi. Kegiatan yang paling benar dilakukan ketika berada di sini adalah tidur.

"Kami tadi sudah sepakat. Kamu dan Haykal akan menikah secepat mungkin. Dan sekarang-" Wanita paruh baya itu menarik tangan Aileen agar berdiri sebelum kembali berkata, "Kita harus ke butik untuk memesan baju pengantin kamu."

Aileen menurut saja ketika Manda menyeretnya masuk ke mobil. Di dalam sana sudah duduk anak buah Manda, di belakang kemudi. Ketika Manda dan Aileen sudah duduk manis, laki-laki sangar itu mulai menjalankan mobil. Ban berdecit di kerikil pekarangan rumah dan meninggalkan debu di belakang ketika meninggalkan halaman yang luas itu. Keputusan Manda mutlak. Tidak bisa diganggu gugat apalagi sampai dilanggar.

Tak perlu waktu lama setelah mobil mereka berhenti di depan butik, Manda langsung menyeret Aileen masuk. Suasana butik tampak lengang. Hanya ada enam karyawati butik yang berjejer menyambut mereka. Seharusnya Aileen tahu Manda sudah menyewa butik ini selama mereka ada di sini karena itu tidak ada satu pengunjung pun di butik terkenal ini.

Tanpa basa-basi wanita paruh baya itu langsung membawa Aileen ke salah satu gaun pengantin yang dipamerkan di tengah-tengah butik. "Ini bagus!"

"Nek, tolong dengerin aku," ucap Aileen dengan nada putus asa. "Aku nggak siap menikah sekarang. Kalaupun siap, aku nggak mau menikah dengan om Haykal."

"Alah kamu, nanti juga bilangnya nggak siap menikah. Kapan kamu siapnya kalau nggak dipaksa, Ay?" Manda menariknya menuju jajaran gaun pengantin yang lain.

Jujur, pertama kali masuk ke sini Aileen langsung takjub. Melihat jajaran gaun yang didominasi warna putih dengan berbagai macam model dan hiasan. Dia tidak menyangka ternyata gaun pengantin bisa seindah dan seanggun ini.

Aileen merasa bangga jika suatu saat dia bisa memakai salah satu dari mereka. "Cantik, kan?" Manda seolah mengetahui kekagumannya. "Hanya ini yang Nenek inginkan sebelum meninggal, Aileen. Melihat kamu menikah."

"Tapi, bukan berarti Nenek sesuka hati memaksaku menikah."

Manda menghela napas panjang sebelum berkata, "Setidaknya, Nenek mau kamu diurus oleh orang yang bertanggung jawab. Bayangkan jika Nenek sudah nggak ada. Siapa yang bisa mengurus kamu, Ay? Apa kamu mengharapkan ayahmu? Dia bahkan nggak bisa diatur, nggak heran sifat ayahmu menurun ke kamu."

"Aku bisa mengurus diri sendiri, Nek."

"Dengan cara pergi ke kelab tiap malam, mabuk-mabukkan, dan merokok?"

Aileen mengenyakkan pantat di salahnsatu sofa. Berdebat dengan Manda benar-benar menguras tenaganya. Dia tidak bisa marah-marah di depan umum seperti ini. Padahal, ada banyak sekali unek-unek yang mengendap di dada. Sesak jika tidak dikeluarkan segera.

"Kamu nggak bisa, Ay." Manda turut mendudukkan diri di sebelah Aileen." Banyak yang belum bisa kamu lakukan sendiri. Bagaimana kamu bisa mengurus diri kalau kamu masih sangat bergantung pada orang lain?"

Gadis dengan senyum manis itu diam. Bukan berarti kehabisan argumen. Dia sepenuhnya sadar bahwa tidak ada gunanya mendebat Manda. Apa pun yang dia katakan, neneknya itu tidak mau repot-repot mendengarkan.

"Gini deh," lirih Aileen setelah sekian lama mereka diliputi keheningan. "Kalau nenek mau aku berubah, aku akan berubah. Nenek mau aku bisa mengurus diri sendiri, aku akan belajar mulai sekarang. Semuanya nggak harus diselesaikan dengan menikah, Nek. Lagian, nggak ada jaminan seseorang akan berubah jadi lebih baik setelah mereka menikah. Aku akan melakukan semua perintah nenek. Tapi, maaf, untuk urusan menikah, aku nggak bisa melakukannya."

"Karena calon suami kamu om Haykal?"

"Iya dan nggak. Aku nggak mau menikah dengan om Haykal tapi bukan berarti aku mau menikah dengan laki-laki lain. Intinya-" Aileen menatap Manda lekat-lekat, "Aku nggak mau menikah."

Dia menekankan setiap kata berharap sang nenek mengerti letak masalahnya.

Sayangnya Manda tidak peduli. " Kenapa kamu membenci Haykal?"

Aileen menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa lalu menutup mata. “Aku nggak benci. Cuma nggak suka aja. Aku nggak suka sifatnya."

"Kalau calon suami kamu adalah orang lain? Kamu tetap nggak mau menikah?"

"Iya. Aku sudah bilang kayak gitu tadi."

"Terus kamu akan membiarkan Nenek mati membawa keinginan terdalam? Nggak bisa melihat kamu pakai baju pengantin dan bersanding dengan seorang laki-laki di altar?"

Manda benar-benar memunculkan kebingungan di kepala Aileen. Dari semua. alasannya memaksa Aileen menikah, mana alasan yang paling benar? Ingin mengubah dirinya menjadi manusia normalkah? Ingin melepaskan tanggung jawab mengasuhnyakah? Atau hanya sekedar obsesi ingin melihatnya memakai baju pengantin saja?

Sungguh Aileen ingin ketenangan hidupnya kembali. Jika itu bisa didapatkannya dengan mengiyakan permintaan sang nenek, bukankah dia harus mencoba? Apa pun alasan Manda menyuruhnya menikah, Aileen tidak peduli. Dia hanya ingin hidupnya kembali tenang dan menghkhiri perdebatan menguras emosi ini.

"Aku mungkin akan menikah jika laki-laki itu bukan om Haykal."

Manda terperangah sejenak sebelum tersenyum kecut. "Mungkin? Nggak ada kepastian dari kalimat kamu itu. Dan mungkin, Nenek keburu mati sebelum melihat kamu menikah."

"Terus aku harus bagaimana, Nek? Aku cuma mau keluar dari pembahasan ini. Hidupku jadi nggak karuan selama beberapa hari ini. Aku jadi nggak fokus menikmati hidup karena dibayang-bayangi kata laknat itu."

Tiba-tiba, atmosfir tegang yang tercipta di antara nenek dan cucu ini pecah karena dering telepon. Manda segera merogoh tasnya demi mengambil ponsel.

"Haykal?" lirihnya dengan kening berkerut. Dia segera menempelkan benda canggih itu ke telinga setelah menggeser ikon telepon ke sebelah kanan.

"Ada apa, Haykal?"

Aileen membuang muka ketika Manda menatapnya. Dia sama sekali tidak tertarik dengan pembicaraan sang nenek. Keinginan Aileen hanya satu: Haykal mengurungkan niat untuk menikahinya. Mungkin, Aileen perlu bersikap seperti orang gila agar Haykal ilfil dan mundur.

Kurang lebih tiga menit berbicara, Manda memasukkan kembali gawainya ke dalam tas. Berdeham beberapa kali sebelum berkata, "Om Haykal bilang, dia akan menunda pernikahan. Anak perempuannya, si sulung itu, yang seumuran kamu, tiba-tiba pingsan. Haykal langsung membawanya ke rumah sakit Singapura, nggak tahu kenapa, padahal rumah sakit kita nggak kalah bagusnya. Om Haykal mau menemaninya di sana."

"Oh." Aileen berusaha menahan senyum. Kabar yang didengarnya ini sudah mirip oasis di tengah sahara. Sumpah, Aileen senang setengah mati. Jika bisa melonjak atau berjingkak akan dilakukannya sekarang juga. Namun, mengingat di sini ada banyak pasang mata yang mengawasi mereka, dia cukup sadar diri untuk tidak mempermalukan sang nenek.

"Cuma ditunda loh, Aileen." Manda menangkap gurat lega Aileen dan tidak membiarkan cucunya salah paham." Bukannya nggak jadi."

Aileen mengangguk tak kentara. Di kepalanya sudah berseliwaran skenario. untuk membatalkan pernikahan mereka. Seperti menabrakkan diri di pembatas jalan dan gegar otak. Mendatangi Haykal saat sedang mabuk berat dan menumpahkan semua sumpah serapah pada laki-laki itu sehingga membuat Haykal membencinya. Atau menyakiti ketiga anak Haykal sehingga mereka tidak menyukainya dan meminta sang ayah mencari perempuan lain saja.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

jaran goyang

jaran goyang

jgn trll pjg ea KK...🙏🙏🙏biar gk bsen

2023-07-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!