Eps 2 Flashback

Aileen bangkit dari ranjang ia berjalan pelan menuju lemari dan mengambil sebuah kotak kecil. Di kotak itu berisi liontin berbentuk love yang memperlihatkan foto Ayah dan Mammynya kala di buka.

"Mama aku rindu, aku rindu Mam...." Tubuhnya merosot jatuh tangannya mendekap liontin itu di dadanya. Tangisnya pecah semua kenangan buruk itu membuatnya hancur.

"Mam kalau tahu begini lebih baik aku saja yang mati. Andai malam itu aku tidak memaksa pergi mungkin kita masih bersama." Menatap foto Hilda di dalam liontin tak hentinya Aileen menangis

"Mam aku merindukanmu, ajak aku bersamamu. Aku butuh kamu Mam" menagis tersedu Aileen mengingat masal itu. Masa dimana dirinya kehilangan kebahagiaannya dan segalanya. Hari itu......

Flashback...

"Aileen Sayang ayo bangun." Suara lembut terdengar di telinga Aileen yang masih memejamkan mata tidur di atas ranjangnya.

"Sayang bangun!"Hilda kembali bersuara membangunkan Aileen yang enggan terbangun.

"Hmmm..., Males Mom, Aileen masih ngantuk." Menyamankan dirinya memeluk bantal Aileen begitu manja dengan Hilda

"Sayang besok hari anniversary Ayah dan Mama. Sebelum besok Mama dan Ayah merayakannya terbang ke paris. Mama ingin merayakan dengan mu." Menepuk pipi Hilda selalu bersikap lembut pada anaknya.

"Kita mau kemana Mam? Apa kita akan jalan-jalan?" tanya Aileen dengan mata berbinar.

"Tentu saja, tidak ada sekolah, hari ini kita habiskan bersama-sama!" "Asyik! Tapi Mam, Mocha ikut ya."

Mengusap kucing putih yang tidur di sampingnya Aileen begitu menyayangi hewan berbulu itu.

"Ayolah sayang cepat mandi, Ayah sudah menunggu."

"Tapi aku boleh bawa Mocha kan Mam?" tanyanya lagi tidak ingin meninggalkan kucing kesayangan.

"Baiklah, sepertinya Mocha juga butuh jalan-jalan." Ujar Hilda bangkit membuka tirai jendela yang menutupi sinar cahaya yang masuk ke kamar Aileen.

"Makasih Mam, kalau gitu aku mandi dulu" Aileen bangkit dan bergegas bersiap.

Sepanjang hari ini keluarga Arash tengah jalan-jalan menghabiskan waktu begitu nyaman. Keluarga itu begitu hangat dan penuh kebahagiaan. Namun di tengah kehangatan itu kucing Aileen tiba-tiba sakit hingga mereka memutuskan untuk membawanya ke dokter hewan. Karena cukup parah kucing Aileen dianjurkan menginap.

Aileen yang begitu menyayangi kucingnya enggan pergi.Setelah dibujuk olah Hilda akhirnya Aileen mau meninggalkan kucingnya. Kini keluarga Arash menghabiskan makan malam mereka di sebuah restoran terkenal.

Aileen yang masih remaja begitu dimanjakan oleh Hilda, berbeda dengan Arash yang memperlakukan Aileen sedikit tegas.

Di tengah hangatnya suasana makan malam. Tiba-tiba ada pengumuman akan adanya Hujan lebat sehingga restoran tutup lebih awal.

"Sayang kita pulang sekarang, sepertinya akan Turun hujan lebat." titah Arash.

"Iya mas sebelum badai tiba sebaiknya kita sudah dirumah. Ayo sayang kita pulang." ajak Hilda bangkit dari duduknya.

"Tapi Mocha bagaimana Mam." Setelah kucingnya sakit Aileen terus saja cemberut.

"Mocha akan baik-baik saja besok pagi kita akan menjemputnya" dengan lembut Hilda menjelaskan.

"Mam kita jemput sekarang ya, aku mau Mocha sekarang. Please." Menggerak-gerakkan tangan ibunya Aileen mendesak.

"Sayang tidak bisa, mocha butuh perawatan..."

"Please, please Mam." Aileen merengek.

"Tidak bisa Aileen kucingmu sakit harus diberi perawatan. Lagipula kita harus pulang sekarang "Titah Arash tegas.

"Ayah..."

"Sudah Ayah bilang besok ya besok." Arash menegaskan dengan nada suara cukup tinggi.

"Mas, jangan terlalu keras." Hilda menenangkan.

"Besok pagi-pagi sekali kita ambil Mocha ya. Jangan sedih lagi." Aileen yang menunduk ketakutan saat dibentak Arash mengangguk setuju saat di bujuk ibunya.

Keluarga Arash pun pulang ke rumahnya. Aileen membuka jendela rumahnya ia menatap derasnya hujan bersama angin yang menggoyangkan ranting-ranting pepohonan.

"Sayang tutup jendelanya anginya sangat kencang. "Titah Hilda yang melihat putrinya membuka jendela rumah.

"Iya Aileen di luar tidak aman sebaiknya pergi tidur." Sahut Arash yang duduk diruang tamu. Aileen yang memang sedikit takut pada Arash mau tak mau menurut.

Baru saja Aileen menutup jendela tiba-tiba telpon rumah berdering, Aileen yang berada di dekatnya mengangkat telepon itu.

"Halo! Apa Mocha hilang. Mama Mocha hilang. Mocha hilang Mam." Menangis sedih Aileen tidak menyangka kucing kesayangannya akan hilang.

"Astaga kenapa bisa hilang." Hilda yang terkejut mendekat dan mengambil telepon di tangan Aileen.

"Halo kenapa bisa hilang. Apa..., astaga ceroboh sekali. Aku tidak mau tahu tolong cari keberadaan kucing kami." Mematikan telponnya Hilda sedikit kesal.

"Ada apa Sayang, kenapa Mocha bisa hilang?"

"Ada insiden kebakaran kecil karena panik semua hewan di keluarkan semua sudah ditemukan tinggal mocha yang masih belum jelas." Hilda menjelaskan kini pandangannya tertuju pada putrinya yang terus menangis.

"Sayang jangan sedih ya pasti Mocha kembali." Memegang tangan putrinya Hilda mencoba menenangkan putrinya.

"Mam aku harus cari Mocha, pasti dia kedinginan." Menangis sesegukan Aileen mendesak.

"Sayang hujan begitu deras nanti Ayah suruh orang mencarinya" Arash berpendapat.

"Aku tidak mau yah, aku mau cari sendiri, Mocha kucingku hanya aku yang bisa mencarinya." Khawatir membuat Aileen berani melawan.

"Aileen tidak bisa, lihat di luar ada badai kamu ngerti gak."

"Tapi Mocha kucingku yah, dia pasti kedinginan di luar." ucap Aileen di sela tangisnya

"Cukup! Urusan Mocha biar Ayah yang urus kamu tidur saja, aku minta jangan membantah lagi."Arash mulai tak sabar.

"Tapi, yah aku mau cari Mocha. Mam aku mau cari Mocha." Aileen memaksa pada ibunya.

"Hilda, ajak Aileen ke kamarnya." titah Arash mulai emosi.

"Ayo Sayang kita ke kamar mu." Dengan lembut Hilda mengajak putrinya yang terlihat begitu sedih

"Tapi Mam. Pasti mocha kedinginan gimana kalau nanti dia kenapa-kenapa " ujar Aileen mengusap air matanya yang terus jatuh.

"Kita berdoa saja sayang, semoga Mocha baik-baik saja dan kamu harus percaya Ayah akan melakukan yang terbaik untukmu terutama untuk mencari Mocha" mengusap air mata putrinya Hilda menenangkan.

"Tapi Mam!"

"Percayalah pada Mama." Aileen mengangguk dan mau masuk kamarnya.

Di kamar putrinya Hilda menarik selimut menutupi tubuh Aileen. "Tidurlah jangan cemas Mama di sini." Jam berputar cepat Aileen mulai tertidur. Hilda yang sejak tadi menemaninya mencium kening Aileen dan melangkah pergi dari kamar putrinya.Aileen yang memejamkan mata terbangun ia tidak bisa tidur dengan tenang jika tidak ada kucing kesayangannya.

"Aku harus mencari Mocha pasti dia kedinginan. Aku tidak mau dia kenapa-napa." Aileen bangkit dari tidurnya ia berjalan Perlahan membuka pintu Aileen berniat mencari sendiri meski belum cukup umur tapi untuk mengendarai motor matik ia mampu.

Mengendap-endap keluar dari rumahnya ia berencana mencari sendiri. Tangannya terulur memegang handle pintu utama, baru akan menariknya sebuah panggilan membuatnya terkejut.

"Aileen kamu ngapain, nak?" Suara lembut yang sangat familiar di telinganya menyapa.

"Mam aku mau..., aku mau..." Aileen ragu untuk berkata jujur.

"Mau apa?" Dengan lembut Hilda bertanya.

"Mau cari Mocha pasti dia kedinginanndi luar sana, aku tidak tenang mam. Aku..."

"Aileen Mam tahu kamu sangat sayang pada mocha, liat sayang di luar angin sangat kencang belum lagi hujannya sangat deras. Kita cari besok ya..."

"Mam. Aku takut Mocha kenapa-kenapa aku mau cari dia hari ini saja" Aileen bersikeras. Menghela nafas panjang Hilda tahu putrinya tidak bisa di paksa.

"Aku janji Mam aku akan pulang dengan baik-baik saja, aku janji tidak akan merepotkan siapapun Aku hanya ingin mencari sendiri." Aileen meyakinkan.

"Baiklah kalau begitu biarkan Mam yang antar ya."

"Jangan Mam, Nanti ayah marah." Aileen takut.

"Ayah marah kalau dia tahu,kalau dia tidak tau pasti tidak akan marah." Hilda memberi isyarat.

"Tapi..." Aileen berniat mencarinya sendiri, tidak mau bersama ibunya ia takut Ayahnya semakin marah.

"Jangan ragu.Yaudah ayo pergi nanti Ayah keburu bangun. "Hilda membuka pintu langsung disambut angin kencang dan derasnya hujan yang tak kunjung reda.

Kini di dalam mobil Hilda melajukan mobilnya hati-hati, karena hujan yang turun begitu deras dan benar-benar menganggu pandangannya. "Mam apa mocha akan baik-baik." Pertanyaan itu terus di ulang Aileen tapi dengan sabar Hilda menjawabnya.

"Kita berdoa saja sayang," melihat putrinya sedih Hilda berinisiatif untuk mengalihkan kesedihan Aileen.

"Mam ingin memberi tahumu satu rahasia."

"Apa Mam."

"Mam sudah menyiapkan ini untuk Ayah. Niatnya besok Mama berikan untuk hadiah pernikahan Mam." Menyetir dengan satu tangan. Tangan satunya mengambil liontin di saku bajunya dan ia berikan pada putrinya.

"Cantik mam, pasti Ayah senang sekali." Aileen tersenyum dan membuka liontin itu terlihat dua foto terpajang di dalamnya.

"Jangan sedih ya, Mama akan melakuakun apapun agar kamu tersenyum semanis ini. Yakinlah pasti Mocha akan kembali."

"Makasih ya Mam."

"Coba pakai, Mam ingin liat kamu memakainya." Aileen memakai kalung itu.

"Ih, Cantik sekali peri kecilku." Hilda yang mengemudikan mobil tak fokus ia bahkan lebih lama menatap putrinya yang terlihat begitu manis.

"TINN...., Suara klakson melengking tajam di tambah sorot lampu menyilaukan memancar ke arahnya.

"Awas, Mam...!" Teriak Aileen panik.

"Ya Allah," membanting setir Hilda berusaha menghindar. Beruntung mobil itu selamat meski sedikit oleng.

"Mam, aku takut sekali. Apa kita akan ma ti!" Tangan Aileen memegang sabuk pengamannya begitu erat.

"Tidak apa-apa sayang kita selamat, Mom akan menyelamatkanmu." Hilda menenangkan.

"Mam aku takut sekali, aku takut mam ." Aileen manangis semakin menjadi.

"Tenanglah sayang! Kita berhenti di depan ya..." Saat menekan rem Hilda terkejut rem tak berfungsi justru mobil itu melaju memecah jalanan yang di guyur hujan semakin kencang.

"Aileen, Buka sabuk pengamannya sayang." Titah Hilda mencoba tenang agar putrinya tidak panik.

"Kenapa, Mam."

"Sepertinya rem blong sayang, tapi kamu jangan panik Mama bisa menyelamatkan mu."

"Apa..., mam aku takut." ucapnya gemetaran.

"Jangan takut liat Mama, kita akan selamat cepat buka sabuk pengamannya. " Titah Hilda tegas.

"Aku takut mam." Ucap Aileen di sela tangisnya.

"Cepat buka Sayang. Mobil akan menaiki tanjakan. Setelah mobil melambat kamu lompat keluar" berusaha tenang ia menyembunyikan ketakutannya meski tangannya sudah gemetaran merasa dirinya tidak akan selamat.

"Mam aku takut, aku takut" Aileen gemetaran.

"Jangan takut liat Mama, kita akan selamat cepat buka sabuk pengamannya." Titah Hilda tegas. Aileen membuka sabuk pengamannya ia sangat takut tapi keberadaan Hilda sangat membantunya.

"Bagus sayang gadis pintar. Sekarang saat Mama bilang lompat, kita lompat ya.."

"Aku takut mam." Ucap Aileen di sela tangisnya.

"Di depan ada turunan itu lebih membahayakan untuk kita. Waktu kita tidak banyak kamu harus lompat sayang."

"Mam..."

"kamu harus lompat. Mom mencintaimu sayang kamu harus selamat demi Mama."

"Mam...." Aileen menatap ibunya.

"Dalam hitungan satu sampai tiga kamu harus lompat. Mom mencintaimu sayang kamu harus selamat demi Mama."

"Mam...." Aileen memegang knop pintu dan menatap ibunya yang berusaha tersenyum dalam kepanikan.

"Satu..., dua.... tiga, lompat Aileen."

Bruk!

Aileen melompat keluar setelah di dorong Hilda. Tubuh Aileen ambruk goresan di tubuhnya banyak membekas. Namun ia segera bangkit menatap mobil itu yang terus melaju sementara ibunya tak keluar dari mobil.

"Mam turun mam. Turun mam...." Teriak Aileen berlari memecah hujan yang menghalangi penglihatannya.

Aileen terus berlari menahan segala rasa sakitnya di derasnya hujan mengejar mobil yang semakin kencang.

BOM! Mobil melaju tak terkendali lalu menabrak pembatas jembatan dan melesat semakin melambat menatap mobil menerobos jembatan.

"MAM...., TIDAK...." langkah Aileen semakin melambat menatap mobil menerobos jembatan.

"Mama.... tidak aku mau ikut, aku mau menyelamatkan Mama....," Aileen meneruskan larinya ia akan melompat ke sungai namun ditahan warga yang berbondong datang untuk menolong.

"Jangan, dek bahaya. Jangan." Ucap warga yang menahan tubuh Aileen.

"Mam.... Lepaskan. Aku mau bantuin Mama lepaskan." Aileen terus berontak ingin melompat menyelamatkan ibunya.

"Sabar nak, jangan begini istighfar." Warga mencoba menenangkan Aileen yang histeris.

"Mama....!" Aileen jatuh lemas menatap air sungai yang mengalir begitu deras.

Beberapa menit berlalu, Aileen membeku tak semagat hidup. Luka di badannya sudah tak terasa sakit lagi di Banding luka di hatinya. Pandangannya kosong seperti mayat hidup kenangan tadi membuatnya begitu trauma. Tak ada kata yang terucap hanya air mata yang mengartikan segalanya.

Mobil Arash menepi di sisi jalan. Arash dan Jayden begitupun Haris keluar dengan panik. Mereka langsung datang setelah di hubungi polisi.

"Tidak, ini tidak mungkin" Arash mendekati jembatan yang di kerumuni banyak orang.

"Hilda, Hilda...." Teriaknya memilukan.

"Tidak ini tidak mungkin, Hilda sayang, kamu harus selamat besok ulang tahun pernikahan kita sayang kamu harus selamat." Memegang garis polisi Arash ambruk melihat orang yang dicintainya menghilang.

"Sabar tuan, semoga nona selamat." Haris mencoba menenangkan.

Melihat ayahnya Aileen bangkit mendekati ayahnya yang terlihat begitu kacau. Bahkan pria itu menangis Histeris.

"Yah..." panggil Aileen yang mendekat membuat Arash dan yang lain menatapnya.

"Aileen..." Arash bangkit dan mendekati putrinya. Ia memegang kedua lengan putrinya Arash merasa sangat kecewa..

"yah, Mama, Mama..." hanya bibir yang berucap tanpa suara. Aileen begitu terluka hingga air mata itu terus jatuh.

"Puas kamu, puas kamu sekarang. Aku yakin kamu memaksa ibu mu kan. Lihat sekarang demi seekor kucing dan keegoisan mu ibumu jadi korban. Kamu yang salah Aileen. Ini semua gara-gara kamu. Ibumu pergi kamulah penyebabnya."

"yahh...." Aileen terkesiap mendengar tuduhan Ayah-nya.

"Kamu yang membuatku kehilangan istriku, kamu yang salah Aileen." Arash menangis tak sanggup lagi berkata-kata. Begitupun Aileen tidak menyangka ia akan disalahkan.

"Tuan tenanglah, tenanglah tuan, dia juga putrimu." Harie menarik Arash dan memeluknya.

"Dia membunuh Hilda dia membuat istriku pergi." Tunjuk Arash pada Aileen yang hanya bisa menangis mengepalkan tangan merasa sangat bersalah.

"Tenanglah tuan, jangan pernah menyalahkan Aileen." Menepuk pungung majikannya Alex mencoba menenangkan.

Flashback off

"Mam aku yang salah. Aku yang salah ...," setelah mengingat kenangan itu Aileen mulai memejamkan mata meringkuk di atas ubin di depan lemari kamarnya.

Di depan kamar Aileen, Arash berdiri menatap pintu berbahan jati itu dengan mata yang basah. Sungguh ia tidak tega pada Aileen tapi hatinya yang tak terima akan kepergian istrinya membuatnya selalu menyalahkan putrinya.

"Maafkan Ayah Aileen. Ayah butuh waktu, Nak."

Bersambung.....

Terpopuler

Comments

𝓐𝔂𝔂🖤

𝓐𝔂𝔂🖤

aillenn bapakmu perlu dirukiyah kayak nya..😌

2023-07-17

4

Ara Julyana

Ara Julyana

kasiha alien🤭🤭 eh aileen,susah banget nyebutin namanya thor..
kasihan di salahkan ayahnya di anggap penyebab kematian ibunya,pasti trauma itu seumur hidup.
btw semangat thor...
ayo lanjut...

2023-06-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!