Eps 5 Lebih Baik Bunuh Diri

Manda duduk manis di meja makan dengan kacamata bertengger di pangkal hidung. Senyum sinisnya menyambut Aileen yang baru bangun tidur. "Mana? Belum ketemu juga kan, laki-laki yang mau sama kamu?" tanyanya seolah-olah melupakan masalah malam tadi.

Aileen mendengkus keras. Berjalan ke kamar mandi sambil mengentakkan kaki.

"Udah deh! Nyerah aja. Kamu bukan tipe orang gigih. Kamu bukan tipe orang yang mau berjuang, Kamu nggak suka tantangan. Nenek nggak heran kalau sampai detik ini kamu belum menemukan laki-laki yang kamu inginkan. Bukannya nggak ada. Kamu yang terlalu malas mencari."

Setiap bangun pagi, Aileen memang selalu diceramahi oleh sang nenek. Macam-macam topiknya. Dari keluhan kuliah yang tidak selesai-selesai. Hobinya pergi kelab, balapan dam mabuk-mabukkan. Merokok sampai terbatuk-batuk. Sampai mengomentari teman-teman Aileen yang katanya nakal dan membawa pengaruh buruk untuk cucunya. Padahal, menjadi seperti ini adalah murni karena pilihannya sendiri.

Aileen urung membuka pintu kamar mandi. Sebaliknya, dia berdiri sambil bersandar di daun pintu dan menatap punggung Manda dengan sendu. "Aku masih dalam kondisi di mana aku belum siap menikah, Nek."

"Ck!" Manda menoleh. Menyeringai lebar dan berkata, "Nenek nggak peduli. Lagipula, Nenek menikahkan kamu hanya karena ingin melepaskan tanggung jawab sebagai orang tua. Kami menyerah, Ay. Kamu sulit banget diatur. Sikap nakalmu itu bikin malu keluarga Erlangga. Meskipun Nenek dan papamu sudah menutupinya sedemikian rupa agar tidak ada orang yang tahu, tetap saja kami nggak mau mengambil risiko."

Binar mata Aileen meredup. Di mata keluarga besar Erlangga dia hanyalah aib.

Kebiasaan dan hobinya tidak pernah direstui oleh nenek dan ayahnya. Tidak tahukah mereka kalau dia melakukan itu semua karena stress akibat tuntutan mereka. Selama beberapa tahun terakhir dia berusaha untuk mendapat kembali perhatian dari keluarganya.

Sayang, mereka tidak sedikitpun memberikan apa yang Aileen butuhkan.

"Kamu harus berubah, Ay. Jadi perempuan yang selayaknya perempuan bukan kayak keadaan kamu yang sekarang, mirip laki-laki. Nenek yakin, pria sekelas Haykal sanggup mengubah kamu jadi perempuan normal."

"Normal?" Kening Aileen berkerut." Jadi, selama ini kalian menganggap aku nggak normal?"

"Iya," jawab Manda tanpa ragu. Dia berbalik dan meneruskan membaca koran.

"Oh, ya, pagi ini om Haykal mau ke sini. Kamu harus dandan yang cantik. Pakai gaun. Jangan pakai celana jeans compang-camping itu dan baju kaos bergambar aneh. Rambut kamu harus digerai. Buat bergelombang dengan catokan. Pakai make up, jangan nggak. Muka kamu itu burik! Setidaknya make up tipis bisa sedikit mengelabuhi mata om Haykal. Nenek sudah menyiapkan gaunnya.

Aileen tersenyum getir. Dia paling tidak suka memakai gaun. Menurutnya, gaun itu ribet. Dia harus menunjukkan keanggunan ketika memakainya, sementara dia tahu dirinya tidak bisa bersikap anggun di hadapan siapa pun.

Dia juga tidak suka memakai make up. Periksa saja kamarnya. Tidak ada apa-apa di meja riasnya selain bedak bayi yang sudah kadaluarsa. Buka lemarinya. Tidak ada gaun berbagai macam warna dan model. Lemarinya diisi penuh dengan celana jeans dan baju kaos. Warnanya pun tergolong gelap semua. Didominasi warna hitam, navy dan abu-abu tua.

"Aku mau ke kampus pagi ini. Nggak ada waktu untuk menemui om Haykal apalagi sampai bersenda gurau dengannya."

Tiba-tiba, Manda terbahak. "Untuk apa ke kampus, Ay? Kamu ke kampus paling cuma menambah penyakit. Merokok di loteng kampus bersama teman kamu yang nggak beres itu. Coba, isi waktu ke kampus kamu dengan hal yang bermanfaat. Mengerjakan skripsi, misalnya. Bukan malah bicara ngalor-ngidul sambil membakar uang dan memperpendek umur".

Manda berdiri. Berjalan melewati Aileen, menuju dapur. Mengambil cangkir lalu memasukkan beberapa sendok gula ke sana.

"Mulai sekarang, kamu harus belajar memasak. Mau makan apa suamimu nanti kalau istrinya nggak bisa masak? Pegang panci atau wajan aja hampir nggak pernah."

"Perempuan nggak harus bisa masak, kan? Toh, bisa sewa jasa pembantu. Atau beli langsung di rumah makan. Ngapain repot-repot memasak?"

"Setidaknya, kamu harus bisa Aileen. Jaga-jaga."

"Jaga-jaga dari apa?"

Manda mengedik. "Ya, siapa tahu suatu saat suamimu selingkuh hanya karena kamu nggak bisa masak."

"Kalau begitu, nggak usah menikah!" Suara Aileen melengking tinggi. Mungkin, jika ayahnya tidak sedang di luar negeri, Aileen sudah kena semprot lagi.

"Jangan suruh aku menikah karena aku nggak mau menikah! Pernikahan nggak pernah ada di kamus hidupku!"

Gadis cantik itu menghela napas dalam-dalam. Napasnya memburu. Jika Manda orang asing, Aileen pasti sudah melayangkan sumpah serapahnya di hadapan wanita tua ini. Dia sudah menerima dengan lapang dada saat dinyinyiri terus-terusan saban pagi. Telinganya berdegung mendengar rentetan keluhan Manda. Meskipun sudah sering, tapi dia masih belum terbiasa.

"Menghadapi kamu membuat tensi Nenek naik," keluh wanita yang rambutnya sudah memutih itu. Dia berjalan gontai menuju meja makan sambil memijit pelipis. Cangkir yang tadi dipegangnya diletakkan begitu saja di atas meja dapur.

"Kalau begitu, berhenti mengurusi hidupku."

"Nggak bisa. Kalau bukan Nenek, siapa lagi yang peduli sama kamu?"

Jawaban Manda membuat Aileen bungkam. Bukannya luluh, dia malah muak. Keluarga Erlangga pandai berpura-pura. Bermulut manis. Bermuka dua. Aileen yakin neneknya sedang melakoni peran itu di hadapan cucunya sendiri. Pura-pura peduli padanya. Padahal, kenyataannya dia hanya peduli dengan nama baik keluarganya.

Suara bel menjeda langkah Aileen yang akan memasuki kamar mandi. Dia terdiam sejenak dengan sebelah tangan mengambang, hampir menyentuh gagang pintu.

"Pasti om Haykal," ujar Manda. Aileen menatap neneknya yang saat itu juga menatapnya. "Buka pintu untuknya."

"Nggak mau. Kan, ada Bi Ani," tolak Aileen.

"Bi Ani ke pasar." Aileen mendengus lirih. "Nenek aja yang buka."

Manda melotot. "Aileen! Ya, Tuhan! Cuma buka pintu aja apa susahnya sih?! Nenek semakin yakin untuk menyerahkan kamu sepenuhnya pada om Haykal. Kamu perlu dididik oleh orang tegas selevel dia."

Cucu satu-satunya di keluarga Erlangga itu tertawa. Tadi, Manda bilang Haykal adalah orang yang tegas. Tegas dari mananya? Dengan binar mata yang mesum dan penuh nafsu itu, di bagian mananya Haykal kelihatan tegas. Mungkin, Manda yang rabun. Wajar, dua matanya itu tidak bisa difungsikan sebagaimana mestinya mengingat usianya sekarang,

Setelah menyapu wajahnya yang kusut sehabis bersitegang dengan sang nenek, Aileen melangkah gontai menuju pintu. yang mulai berkeriput menyambut Aileen ketika dia membukanya.

Laki-laki berbadan tegap dengan wajah Kalau dilihat lebih dekat, badan Haykal masih bagus. Masih agak berotot dan terlihat gagah walaupun perutnya membuncit dan tercetak jelas di balik kemeja santainya. Wajahnya juga lumayan. Apalagi rambutnya terlihat minim beruban. Orang-orang yang tidak tahu pasti beranggapan Haykal masih berusia empat puluhan.

Bau parfum langsung menyengat hidung Aileen. Hampir saja dia bersin jika tidak segera menutup hidungnya.

"Pagi, Sayang," sapa Haykal. Dia mengerling nakal ke daun muda di hadapannya.

"Pagi," jawab Aileen judes. Perempuan itu pintu lebar-lebar. Tanpa berkata apa-apa langsung ngacir ke kamar Tidak mengindahkan pertanyaan neneknya.

Aileen mandi kilat. Lima menit. Dia memakai baju bekas malam tadi karena lupa membawa baju ganti. Tidak mungkin memakai jubah mandi jika ada tamu di rumahnya. Apalagi tamunya adalah seorang laki-laki yang matanya jelalatan ke mana-mana.

Ketika membuka pintu kamar mandi, Aileen langsung mendengar gelak tawa Haykal serta kekehan neneknya. Mereka pasti sedang duduk di meja makan. Ingin rasanya Aileen berlama-lama di kamar mandi. Setidaknya sampai Haykal pergi. Melihat wajah laki-laki itu membuat mood-nya turun drastis.

"Aileen! Nenek tahu kamu sudah selesai mandi! Buruan ke sini dan duduk bareng kita."

Menahan geram, Aileen berjalan terpaksa menuju makan. Belum sempat mengenyakkan pantat, Manda kembali merepet.

"Astagaaa, Ganti baju dulu sana! Masa mau menghadapi om Haykal dengan baju tidur? Sana ke kamarmu. Ambil gaunnya. Pakai make up!" Manda mendorong Aileen menjauh.

Haykal mengulum senyum. "Nggak pa-pa kok, Nyonya. Kayak gitu aja Aileen sudah cantik banget."

"Nah!" Aileen buru-buru duduk di samping neneknya. "Om Haykal aja nggak keberatan. Kenapa Nenek yang ribut?" Dia menyeringai penuh kemenangan kepada Manda. "Ya udah, Nenek mau bicara apa? Jangan lama-lama karena aku mau ke kampus."

Manda dan Haykal tersenyum misterius. Mereka berdeham beberapa kali. Dengan tak tahu malunya Haykal menggenggam tangan Aileen. Membuat gadis itu terperanjat dan segera menarik tangannya.

"Kita bahas acara pernikahan kita, ya, Sayang."

"What?!" Brika pucat pasi.

Tidak! Ini tidak boleh terjadi! Dia tidak akan menikah dengan Haykal bagaimanapun keadaannya! Biar diusir dari rumah besar ini dan hidup terlunta-lunta di jalan, itu lebih baik daripada harus menikah dengan laki-laki ini.

"Aku nggak mau!" Gadis itu mendadak berdiri dan langsung berkacak pinggang. Pupil cokelatnya menyipit seiring dengan kelopak matanya yang terbuka lebar. "Demi apa pun, aku nggak mau!"

"Aileen! Kita sudah sepakat!" Manda mendesis.

"Apa Nenek sudah pikun?" Aileen tak tahu sopan santun lagi.

"Aku tidak pernah setuju menikah dengan om Haykal! Kesepakatan mana yang Nenek maksud?!"

Bukan ini yang mereka sepakati waktu itu! Bukankah Manda memberinya waktu tujuh hari untuk mencari laki-laki yang mau menikah dengannya? Ini baru lima hari. Sumpah, Aileen lebih memlih menikah dengan orang asing daripada menikah dengan Haykal. Menikah dengan orang yang mempunyai gangguan kejiwaan pun tidak masalah.

"Aku masih punya sisa waktu dua hari untuk mencari laki-laki yang mau menikah denganku."

"Kamu sadar nggak kalau Nenek cuma bercanda aja saat itu?"

Aileen mengepalkan tangannya kuat-kuat. Lagi dan lagi, perasaannya dipermainkan. Dia diberi harapan setinggi langit, tapi langsung dihempaskan lagi ke batu karang. Remuk.

"Lagian kamu nggak usah repot-repot mencari laki-laki yang mau menikah sama kamu. Laki-laki itu ada di sini. Om Haykal adalah orang yang kamu cari. Dia mau menikah dengan kamu, Ay," sambung Manda.

Aileen menggeleng pelan. Lalu, menatap Haykal dengan mata yang menyimpan beribu luka. Senyum yang sejak tadi terpatri di bibir cokelat Haykal mendadak hilang. Ada rasa iba di hatinya melihat tatapan Aileen.

Setelah berdeham, Haykal berkata," Kalau memang Aileen mau seperti itu, saya nggak pa-pa, kok, Nyonya."

"Eh?" Manda tersentak. "Mana ada begitu, Kal! Aileen ini ngawur! Pokoknya. saya jamin kamu dan dia akan menikah dalam waktu dekat. Tolong kami, Kal. Saya dan ayahnya sudah menyerah mendidik gadis nakal ini. Hanya kamu satu-satunya harapan terakhir kami. Melihat kamu berhasil mendidik anak-anakmu kami berharap Aileen juga berubah jadi lebih baik jika di tangan kamu"

"Kalau mau mengubahku... nggak perlu sampai menikahkan aku dengan om Haykal segala."

"Nggak pa-pa. Nggak ada salahnya juga, kan? Kamu single, dia juga single. Kalian tidak terikat hubungan apa-apa dengan orang lain."

Hati Aileen sakit. Sayang, tidak ada yang tahu sesakit apa. Air mata yang menandakan sakitnya bahkan tidak mau keluar. Mungkin oleh sebab itu orang-orang menyangka dia tegar.

"Bunuh diri kayaknya lebih baik daripada harus hidup di bawah tekanan kalian."

Detik berikutnya Aileen langsung lari. Mengambil kunci mobil yang ada di atas meja televisi. Dia langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Harapannya adalah kecelakaan dan langsung mati.

Bersambung......

Terpopuler

Comments

Ara Julyana

Ara Julyana

kasihan Aileen disini dia betul2 sedang frustasi karena tekanan keluarganya

2023-07-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!