Tentang masalah kemarin

Pagi ini Eleena pergi bersama Arjuna menuju Universitas Binawa—Universitas tempat Eleena menimba ilmu pengetahuan dan mengasah skill yang ia miliki. Seperti yang Arjuna katakan tadi malam, mereka tidak membiarkan Sinta ikut bersama mereka. Malahan Sinta sudah pergi lebih dulu ke tempat ibunya yang Arjuna bilang sedang sakit padahal itu hanya akal-akalan pria itu saja.

Sepanjang perjalanan tidak ada yang membuka obrolan sama sekali, baik Eleena maupun Arjuna. Mereka berdua sibuk berkutat dengan pikiran masing-masing. Eleena yang memainkan ponselnya meskipun pikiran gadis itu melayang membayangkan apa yang akan dikatakan oleh Arjuna dan apa yang akan dilakukan Wisnu padanya.

Begitupun Arjuna, matanya fokus ke depan, dia serius dalam menyetir, tapi pikiran pria itu kalut. Dia selalu membayangkan bagaimana kalau Sinta pergi ke Universitas Binawa, padahal sudah jelas-jelas Sinta pergi ke rumah orang tuanya, tapi pikiran Arjuna tidak membiarkan pria itu untuk memikirkan hal yang positif. Arjuna takut, kalau-kalau Sinta harus bertemu dengan Rama nanti.

Sudah cukup Rama dan Sinta bertemu di taman beberapa hari lalu. Arjuna tidak ingin ada pertemuan berikutnya antara Rama dan Sinta. Karena Arjuna meyakini, jika ada pertemuan tak sengaja antara dua orang yang sudah lama tidak bertemu, dan jika pertemuan mereka terjadi lagi untuk kedua kalinya, maka mereka akan terus berhubungan. Lebih tepatnya, mereka akan lebih sering bertemu, dan Arjuna takut perasaan Sinta pada Rama yang sudah terkubur timbul lagi.

Arjuna memijit pelipisnya saat mobilnya berhenti di lampu merah. Arjuna tidak ingin jika Sinta dan Rama kembali membuka cerita lama mereka. Hubungan Rama dan Sinta memang sudah lama berakhir, tapi Arjuna tetap tidak ingin kalau mereka bertemu. Arjuna meminta Sinta untuk tidak bekerja setelah mereka menikah itu karena Arjuna tidak ingin Sinta bertemu dengan Rama. Sinta sudah memutuskan menghabiskan hidupnya bersama Arjuna, maka dari itu Arjuna tidak akan membiarkan siapapun menghancurkan rumah tangganya, termasuk Alrama Aksanta.

"Ayah, lampunya udah hijau." Eleena menggoyangkan lengan Arjuna. Pria itu tersadar dari lamunannya, segera melajukan mobilnya.

Ting

Arfin:

El, lo okay?

Sorry, kemarin gue nggak bisa bela lo

^^^Anda:^^^

^^^Gpp^^^

Arfin:

Gue bakal bantu lo nyelesain kasus ini, El

^^^Anda:^^^

^^^Gk usah, gue bisa sendiri^^^

^^^Udah ada ayah gue^^^

Eleena mematikan ponselnya, tidak merespon pesan dari Arfin selanjutnya. Eleena muak, dia benci dengan segala hal yang berhubungan dengan Wisnu, termasuk Arfin—temannya.

Kecanggungan yang dialami Eleena terhadap ayahnya tidak jauh berbeda dengan kecanggungan yang Wisnu alami saat bersama Meethila saat ini. Sudah 10 menit, mobil yang dikendarai sopir mereka keluar dari pekarangan rumah tapi Meethila tidak mengajak Wisnu untuk berbicara.

Wisnu melirik ibunya yang menatap jalanan melalui kaca jendela. Wisnu tahu Meethila marah dan kecewa padanya. Dan ini semua terjadi karena Rama. Kalau ada yang harus disalahkan karena masalah ini hanyalah seorang Alrama Aksanta. Dia yang membuat hal kecil menjadi sebesar ini sekarang. Sangat menyebalkan.

Seperti kejadian tadi pagi. Seakan belum puas membuat keributan di rumah mereka kemarin malam, Rama juga membuat keributan di pagi hari, lebih tepatnya saat mereka hendak sarapan bersama. Rama membuang makanan yang sudah disiapkan Meethila dengan penuh cinta. Bahkan saat Wisnu datang untuk bergabung bersama, Rama langsung pergi tanpa melihat ke arah Wisnu sedikitpun. Tidak hanya itu, Rama juga menolak mentah-mentah bekal yang sudah disiapkan Meethila untuknya. Dasar pria gila, Wisnu tidak mengerti kenapa manusia seperti Rama harus hidup di dunia.

Kalau yang Wisnu dengar itu benar, bahwa sebelum menikah dengan Meethila, Rama sudah memiliki seorang kekasih, Wisnu bisa bersumpah kalau kekasih ayahnya di masa lalu harus sangat bersyukur tidak menikah dengan manusia tidak mempunyai nurani seperti Rama. Tapi Wisnu mengasihani ibunya ini, kenapa dari sekian banyak wanita di dunia, harus Meethila yang menikah dan merasakan kegilaan Rama.

"Mama nggak mau tahu, pokoknya kamu harus minta maaf sama dia nanti," cetus Meethila, keluar dari mobil yang sudah tiba di Universitas Binawa. Wisnu ikut keluar, berdiri di samping Meethila.

"Itu Wisnu." Gilang menunjuk Wisnu yang berdiri di sebelah Meethila. Mereka bertiga menghampiri temannya ini.

"Wis," panggil Baim, mendekat. Mereka tidak lupa menyalami Meethila terlebih dahulu.

"Gue harap kasus lo cepat selesai dah," ujar Baim yang diberi anggukan acungan jempol dari Gilang.

"Tapi ini semua salah Wisnu," ucap Arfin pelan yang masih bisa didengar Wisnu karena Arfin berdiri tepat di samping lelaki itu. Wisnu menatap Arfin tajam, sedangkan Arfin tidak memperdulikan tatapan Wisnu padanya.

"El," gumam Arfin. Mata Wisnu langsung menoleh pada gadis yang baru saja keluar dari mobil berwarna hitam. Gadis itu keluar bersamaan dengan seorang pria paruh baya yang mengenakan kemeja putih dan jas hitam.

Mata Wisnu dan Eleena kembali bertemu saat ini, tapi bukan karena kagum atau ada perasaan aneh di antara mereka, tetapi kebencian dan amarah yang terpancar dari tatapan kedua makhluk ini.

"Kenapa, Nak?" tanya Meethila. "Dia cewek rese itu," balas Wisnu.

"Dia, cowok yang udah buat malu, El." Bukan hanya tatapan antara Eleena dan Wisnu saja, tapi mereka semua saling melempar tatapan pada satu sama lain.

...*******...

Dan di sini sekarang. Tempat Eleena bersama Arjuna dan Wisnu bersama Meethila. Mereka harus menghadap ke Konselor Pendidikan karena keributan yang terjadi antara mereka berdua kemarin. Entah siapa yang melaporkan keributan itu, tapi yang pasti Wisnu benci pada orang itu.

"Jadi begini, Bapak, Ibu. Saya mengundang kalian untuk sama-sama menyaksikan dan mencari jalan keluar dari masalah yang ditimbulkan akibat pertengkaran yang terjadi antara anak Bapak dan Ibu. Saya mendengar kalau Wisnu Putra Aksanta melempari Eleena Safira Dirgantara dengan lumpur—"

"Nggak, tidak seperti Ibu." Konselor Pendidikan memukul meja tempat tangannya bertumpu, memberi suara nyaring di ruangan. "Saya tidak suka ada orang yang menyela perkataan saya, termasuk anda, Wisnu Putra Aksanta," tegasnya. Wisnu menunduk malu, "Maaf, Bu," cicit lelaki itu.

"Baik, saya lanjut. Setelah mendengar bahwa Wisnu melempari Eleena dengan lumpur, saya juga mendapat berita bahwa Eleena Safira Dirgantara mendorong Wisnu ke selokan yang ada di kampus. Hal itu mengakibatkan ada beberapa pot bunga yang rusak, dan kotoran yang berserakan di lantai akibat Wisnu dengan tubuh yang dipenuhi kotoran selokan memaksa masuk ke koridor kampus." Konselor Pendidikan menjelaskan dengan sangat detail tentang kejadian kemarin walau tak sepenuhnya benar.

"Wis, lo mau ke mana?" tanya Baim menutup hidungnya karena bau menyengat Wisnu ingin membuat ia pingsan.

"Gue mau mandi lah," ketus Wisnu. Setelah membuat Wisnu malu, Eleena pergi dari tempat itu begitu saja.

"Lo mau mandi? Di mana?" tanya Gilang, yang tak berani mendekati Wisnu.

Wisnu berdecak, kenapa teman-temannya ini dikaruniai dengan wajah tampan tapi tidak dengan otak yang tampan juga. "Ke toilet kampus. Lo, beliin gue baju sekarang." Wisnu menunjuk Baim. "Ambil kartu gue di dalam mobil, terus lo belikan gue baju baru."

"Sekalian, dalaman juga?" tanya Baim pelan. "Ya iyalah bego!" umpat Wisnu. Baim segera mengambil kartu debit Wisnu dari dalam mobil, pergi mengendarai motornya.

"Lo serius? Jangan nekat," imbuh Arfin. "Kenapa? Lo nggak suka?" Wisnu mendekati Arfin, Arfin mendengus dan mengibaskan bau tak sedap yang singgah ke hidungnya. "Ini semua gara-gara cewek sialan lo itu, Fin."

"Kalau lo nggak mulai duluan, El nggak mungkin kayak gitu," balas Arfin. Wisnu terkekeh, "Emang lo tahu apa tentang dia. Kalian baru kenal satu minggu, nggak usah sok banget," gertak Wisnu.

Wisnu melangkah kakinya menuju toilet kampus. Baim dan Arfin segera mengejar mereka. Tatapan jijik dari para mahasiswa begitu Wisnu menginjakkan kakinya di koridor kampus sangat terlihat jelas. Bahkan kotoran yang ada di tubuh Arfin juga berjatuhan di lantai, itu membuat banyak dari mahasiswa kabur dari tempat itu. Bahkan tak sedikit juga dari mereka yang hampir saja muntah karena tak tahan dengan baunya.

"Wis, gue pikir lo jangan lakuin ini," ujar Gilang. "Bener, kasian mahasiswa yang lain, mereka mual gara-gara bau lo," lanjut Arfin.

Wisnu menghentikan langkahnya, memutar tubuhnya menghadap kedua temannya. Lantas Gilang dan Arfin berjalan mundur menjauhi Wisnu. "Lo mau buat gue malu? Nggak mungkin sepanjang jalan gue kayak gini sampai rumah. Gila lo!"

"Tapi, kan kalau di sini juga malu," balas Gilang. "Lebih baik malu di sini daripada malu di luar, Lang." Wisnu tetap pada pendirian pertamanya, membersihkan diri di toilet kampus. "Gilang, Arfin. Kalian ikut gue, jagain gue di toilet nanti," perintah Wisnu. Gilang dan Arfin saling melempar pandang, mau ditolak tapi nanti hidup mereka yang tamat. Jadi ya sudahlah, mau tak mau Gilang dan Arfin mengikuti Wisnu sampai tiba di toilet.

Begitu Wisnu tiba di toilet, mahasiswa yang ada di toilet langsung berlarian keluar. Selain karena takut penampilan Wisnu seperti itu mereka juga merasa jijik pada bau yang berasal dari Wisnu.

Wisnu masuk ke salah satu toilet. Walaupun di toilet ini tidak mempunyai shower seperti di rumah Wisnu. Tapi tak apa, yang Wisnu butuhkan sekarang hanyalah air, air yang banyak, dan syukurnya toilet ini menyediakan sabun. Jadi, Wisnu mudah untuk membersihkan diri.

"Gue nggak akan biarin lo hidup tenang, Eleena!" batin Wisnu. Mengguyur tubuhnya dengan banyak air.

Wisnu menggelengkan kepalanya kuat mengingat kejadian kemarin. Wisnu sangat ingat begitu dia selesai mandi, dia menyemprotkan banyak parfum milik Arfin ke tubuhnya. Bahkan bisa dibilang Wisnu seperti mandi parfum. Namun meskipun begitu bau menyengat itu masih terbayang di ingatan dan sampai sekarang hidung Wisnu seperti masih bisa mencium bau tak enak itu. Wisnu sendiri hampir muntah jika mengingatnya.

Dan Eleena lah yang Wisnu salahkan sampai sekarang, jika ini terjadi pada Wisnu. Tangan lelaki itu terkepal kuat melihat Eleena yang bersikap biasa saja padahal dia sudah membuat Wisnu malu setengah mati.

Suasana di dalam sangat serius, sedangkan Baim, Arfin dan Gilang di sini sudah cemas akan apa yang terjadi di dalam ruangan itu.

"Gue takut banget." Arfin tak bisa memalingkan pandangannya dari Eleena yang berada di dalam ruangan bersama Wisnu. "Gue takut Wisnu bakal makin benci sama El. Gue takut Wisnu ngelakuin yang enggak-enggak ke El," batin Arfin penuh dengan ketakutan.

Episodes
1 Prolog
2 Putra Tunggal Aksanta
3 Gadis cantik di bar
4 Laki-laki sombong
5 Keributan kecil
6 Keluarga
7 Rencana Arfin
8 Lelaki itu lagi
9 Arfin Fano Alyas
10 Perintah Wisnu
11 Malam Eleena
12 Kartu Wisnu
13 Kedekatan Arfin dan amarah Wisnu
14 Melinda menyukai Arfin?
15 Taman
16 Lumpur dan Eleena
17 Surat pemanggilan
18 Tentang masalah kemarin
19 Pertemuannya dengan seseorang
20 Kepercayaan Eleena
21 Kegundahan Arfin
22 Bertemu kembali
23 Bar
24 Malam bersama Arfin
25 Perjodohan?
26 Makan malam
27 Waktu bersamanya
28 Ide Rama
29 Arfin mundur
30 kecemburuan Putra Aksanta
31 Keisengan Wisnu
32 Kerjasama Rama
33 Drama makan malam
34 Tertangkap
35 Bantuan Eleena
36 Tidak asing
37 Malam hari di Kediaman Aksanta
38 Bunga untuk dia
39 Nomor Eleena
40 Perjodohan lagi
41 Menghindar
42 Panas
43 Kisah di kala hujan
44 Pacar Wisnu
45 Perjalanan kencan Putra Aksanta
46 Perjalanan kencan Putra Aksanta part 2
47 Sarapan di kediaman Aksanta
48 Kerikil dan Pertengkaran kecil
49 Waktu yang tak disengaja
50 Gadis itu baik
51 Sesuatu di Rooftop
52 Bujukan Arfin
53 Perjalanan ke rumah Eleena
54 Foto di nakas
55 Bunga untuk siapa?
56 Selalu Rama bukan Juna
57 Jangan bongkar identitasmu
58 Makan malam di kediaman Aksanta
59 Perlakuan romantis Putra Aksanta
60 Jepitan Eleena
61 Usulan
62 Obrolan bersama Arfin
63 Valentine
64 Kencan tanpa disengaja
65 Kencan tanpa disengaja part 2
66 Kencan tanpa disengaja part 3
67 Mengenal lebih dekat
68 Tentang Wisnu
69 Air mata di halte
70 Bersama di bar
71 Kemarahan Arjuna
72 Hujan hari ini
73 Pembicaraan bersama
74 Sakit
75 Kekhawatiran Eleena
76 Suatu Malam
77 Ungkapan perasaan Melinda
78 Undangan
79 Makan malam di kediaman Dirgantara
80 Ketidaksengajaan di makan malam
81 Cinta
82 Permintaan di bar
83 Dibohongi
84 Cinta menurut Sinta
85 Menghindar
86 Waktu bersama
87 Keributan hari ini
88 Kebingungan
89 Pertanyaan baru
90 Ketahuan
91 Ajakan ke mall
92 Mall hari ini
93 Kafe dan Arfin
94 Rumah Arfin
95 kebenaran Eleena
96 Terkejut
97 Eskrim dan Arfin
98 Pesona Putra Aksanta dan teman-temannya
99 Perseteruan
100 Menyesal
101 Today...
102 Let's break up
103 Rindu
104 Siapa itu?
105 Kecemasan
106 Eleena menghilang
107 Diculik
108 Semakin panik
109 Pencarian
110 Penyelamatan Eleena
111 Patah hati
112 Kebetulan
113 Acara Penting
114 Aksanta atau Agustama?
115 Satu persatu mulai terungkap
116 Rencana berujung Cinta
117 Pengakuan cinta
118 Perayaan patah hati
119 Fakta baru
120 Kesedihan Wisnu
121 Undangan Eleena
122 Ulang tahun Eleena
123 Air mata di ulang tahun
124 Malam keributan
125 Tragedi
126 Kritis
127 Penyesalan dan ancaman
128 Terungkapnya kebenaran
129 Penyakit
130 Lucu
131 Foto
132 Fakta Eleena
133 Kemarahan Sinta
134 Rumah Aksanta dan kegilaan di sana
135 Hari pertama di rumah Aksanta
136 Cinta Rama pada Sinta
137 Kebencian Sinta untuk Rama
138 Orang itu petunjuk
139 Perlakuan kasar Aksanta
140 Rumah Agustama
141 Semua itu rencana licik
142 Bar dan Rama
143 Setelah kebenaran itu
144 Perihal melepaskan
145 Berpisah
146 Ingin kembali berteman
147 Bebas
148 Tidak akan kembali bersama
149 Today with you
150 Perihal mengikhlaskan
151 Pesta Putra Aksanta
152 Semua yang terbaik
153 Will you marry me?
154 Gaun
155 Cincin dan Cinta
156 Janji suci pernikahan
157 Epilog
Episodes

Updated 157 Episodes

1
Prolog
2
Putra Tunggal Aksanta
3
Gadis cantik di bar
4
Laki-laki sombong
5
Keributan kecil
6
Keluarga
7
Rencana Arfin
8
Lelaki itu lagi
9
Arfin Fano Alyas
10
Perintah Wisnu
11
Malam Eleena
12
Kartu Wisnu
13
Kedekatan Arfin dan amarah Wisnu
14
Melinda menyukai Arfin?
15
Taman
16
Lumpur dan Eleena
17
Surat pemanggilan
18
Tentang masalah kemarin
19
Pertemuannya dengan seseorang
20
Kepercayaan Eleena
21
Kegundahan Arfin
22
Bertemu kembali
23
Bar
24
Malam bersama Arfin
25
Perjodohan?
26
Makan malam
27
Waktu bersamanya
28
Ide Rama
29
Arfin mundur
30
kecemburuan Putra Aksanta
31
Keisengan Wisnu
32
Kerjasama Rama
33
Drama makan malam
34
Tertangkap
35
Bantuan Eleena
36
Tidak asing
37
Malam hari di Kediaman Aksanta
38
Bunga untuk dia
39
Nomor Eleena
40
Perjodohan lagi
41
Menghindar
42
Panas
43
Kisah di kala hujan
44
Pacar Wisnu
45
Perjalanan kencan Putra Aksanta
46
Perjalanan kencan Putra Aksanta part 2
47
Sarapan di kediaman Aksanta
48
Kerikil dan Pertengkaran kecil
49
Waktu yang tak disengaja
50
Gadis itu baik
51
Sesuatu di Rooftop
52
Bujukan Arfin
53
Perjalanan ke rumah Eleena
54
Foto di nakas
55
Bunga untuk siapa?
56
Selalu Rama bukan Juna
57
Jangan bongkar identitasmu
58
Makan malam di kediaman Aksanta
59
Perlakuan romantis Putra Aksanta
60
Jepitan Eleena
61
Usulan
62
Obrolan bersama Arfin
63
Valentine
64
Kencan tanpa disengaja
65
Kencan tanpa disengaja part 2
66
Kencan tanpa disengaja part 3
67
Mengenal lebih dekat
68
Tentang Wisnu
69
Air mata di halte
70
Bersama di bar
71
Kemarahan Arjuna
72
Hujan hari ini
73
Pembicaraan bersama
74
Sakit
75
Kekhawatiran Eleena
76
Suatu Malam
77
Ungkapan perasaan Melinda
78
Undangan
79
Makan malam di kediaman Dirgantara
80
Ketidaksengajaan di makan malam
81
Cinta
82
Permintaan di bar
83
Dibohongi
84
Cinta menurut Sinta
85
Menghindar
86
Waktu bersama
87
Keributan hari ini
88
Kebingungan
89
Pertanyaan baru
90
Ketahuan
91
Ajakan ke mall
92
Mall hari ini
93
Kafe dan Arfin
94
Rumah Arfin
95
kebenaran Eleena
96
Terkejut
97
Eskrim dan Arfin
98
Pesona Putra Aksanta dan teman-temannya
99
Perseteruan
100
Menyesal
101
Today...
102
Let's break up
103
Rindu
104
Siapa itu?
105
Kecemasan
106
Eleena menghilang
107
Diculik
108
Semakin panik
109
Pencarian
110
Penyelamatan Eleena
111
Patah hati
112
Kebetulan
113
Acara Penting
114
Aksanta atau Agustama?
115
Satu persatu mulai terungkap
116
Rencana berujung Cinta
117
Pengakuan cinta
118
Perayaan patah hati
119
Fakta baru
120
Kesedihan Wisnu
121
Undangan Eleena
122
Ulang tahun Eleena
123
Air mata di ulang tahun
124
Malam keributan
125
Tragedi
126
Kritis
127
Penyesalan dan ancaman
128
Terungkapnya kebenaran
129
Penyakit
130
Lucu
131
Foto
132
Fakta Eleena
133
Kemarahan Sinta
134
Rumah Aksanta dan kegilaan di sana
135
Hari pertama di rumah Aksanta
136
Cinta Rama pada Sinta
137
Kebencian Sinta untuk Rama
138
Orang itu petunjuk
139
Perlakuan kasar Aksanta
140
Rumah Agustama
141
Semua itu rencana licik
142
Bar dan Rama
143
Setelah kebenaran itu
144
Perihal melepaskan
145
Berpisah
146
Ingin kembali berteman
147
Bebas
148
Tidak akan kembali bersama
149
Today with you
150
Perihal mengikhlaskan
151
Pesta Putra Aksanta
152
Semua yang terbaik
153
Will you marry me?
154
Gaun
155
Cincin dan Cinta
156
Janji suci pernikahan
157
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!