Arfin Fano Alyas

"Gue rasa kita mending ke taman aja," saran Arfin ketika dua gelas kopi itu mendarat ditangannya.

"Boleh sih." Arfin dan Eleena pergi bersama meninggalkan kampus. Arfin mengajak Eleena bercanda dan itu berhasil membuat gadis itu tertawa dan melupakan masalahnya sejenak.

Kebersamaan Arfin dan Eleena terlihat oleh Wisnu. Wisnu mengepalkan tangannya, menatap penuh kebencian pada gadis yang saat ini sedang berjalan dan tertawa bersama sahabatnya.

"Lo buat gue malu lagi." Wisnu tidak akan pernah melupakan kejadian hari ini, gadis menyebalkan yang membuat seorang Wisnu Putra Aksanta merasa malu tak karuan.

"Lo nggak kebelet, kan? Jadi seharusnya lo udah nggak punya alasan buat nabrak orang karena takut lo pup di celana!"

"****!" Wisnu memukul tembok disebelahnya melampiaskan amarah karena kata-kata memalukan yang tadi Eleena lontarkan.

"Seharusnya mulut lo itu ditahan Eleena Safira Dirgantara!" Wisnu kembali memukul tembok di sebelahnya berkali-kali bahkan buku-buku tangannya saja sudah mengeluarkan darah karena hantaman keras yang diterima.

"Tuan muda!" Gilang datang menghampiri Wisnu, mencegah Wisnu yang ingin memukul tembok itu lagi. "Santai Tuan muda, jangan nyakitin tangan lo yang makai jam Rolex," ujar Gilang. Wisnu menghempaskan tangannya yang dipegang oleh Gilang.

Bukannya tenang, lelaki itu malah berganti menendang tembok disebelahnya.

"Wis lo tenang lah."

"Nggak bisa!" teriaknya. "Gue nggak bisa tenang, cewek rese itu udah hancurin hidup gue. Dia udah buat gue malu!"

"Emang masalah apa?" bisik Baim. "Yang di kantin," balas Gilang berbisik.

Baim tertawa, "Tapi di kantin tadi lucu sih." Gilang menonjok pipi Baim sesaat setelah dia mengatakan itu. Biarkanlah Baim kesakitan karena Gilang daripada hidupnya berakhir ditangan Wisnu.

"Maaf, keceplosan," cicit Baim memegangi pipinya yang perih karena tonjokan Gilang.

"Gue mau hidup cewek itu hancur," ucap Wisnu. Baim dan Gilang saling bertukar pandang. "Dan gue bakal manfaatin Arfin dalam hal ini," lanjutnya.

"Maksud?" tanya Gilang dan Arfin bersamaan.

Wisnu memunculkan smirknya. "Target baru Arfin itu Eleena Safira Dirgantara, jadi—"

"Eleena Safira Dirgantara? Berarti yang berantem sama lo tadi anak tunggal keluarga Dirgantara dong?" potong Baim, yang lagi-lagi dia mendapat cubitan dilengan dari Gilang.

"Bisa diam nggak sih lo?!" bentak Gilang. "Maaf," cicitnya lagi.

"Jadi rencana lo gimana?" tanya Gilang serius.

"Gue mau hancurin cewek itu, lewat bantuan Arfin. Arfin bakal deketin dia dan membalas semua yang udah dilakuin tu cewek sama gue." Wisnu tersenyum licik. "Dia bakal hancur tapi lewat tangan Arfin, tangan gue bakal tetep bersih," sambungnya.

"Emang tu cewek mau lo apain?" tanya Baim polos. Gilang langsung menatap lelaki itu tajam dan Baim berjalan mundur beberapa langkah untuk menjauhi Gilang. Selain Wisnu sekarang Baim juga takut pada Gilang.

"Dia udah mempermalukan gue di kampus, gue juga bakal memperlakukan dia. Dia bakal malu sampai nggak bisa nampak kan wajahnya lagi di dunia ini."

"Jelasnya?" tanya Gilang memegang bahu Wisnu. "Kehormatan tu cewek bentar lagi bakal direbut dan Arfin yang akan lakuin itu." Sekarang Wisnu bisa tersenyum lega. Ini ide terbaik yang pernah Wisnu buat seumur hidupnya.

"Ngeri banget," bisik Baim. "Udah turuti aja, daripada lo habis," balas Gilang.

Gilang dan Baim tidak terlalu setuju dengan ide Wisnu yang satu ini. Memang sih Eleena bersalah sudah mempermalukan Wisnu tapi Wisnu tidak punya hak untuk melakukan itu padanya, kan? Walaupun tidak setuju Baim dan Gilang tidak berani berkomentar, mereka hanya babu Wisnu saja. Dan babu tidak boleh membantah majikannya.

...****...

Eleena dan Arfin duduk berdua di taman, meminum kopi yang mereka pesan. Cuaca yang cukup panas ini sangat menyegarkan untuk meminum es, apalagi es kopi.

"Jadi anak Psikologi enak nggak sih?" Arfin mulai membuka pembicaraan setelah mereka hanya diam selama 5 menit.

"Enak nggak enak sih. Semua jurusan itu ada enak nggak enaknya termasuk Psikologi juga. Tapi jujur ya, gue kira dulu masuk Psikologi itu bakal mudah ternyata nggak. Matkulnya gila-gila juga, gue nggak nyangka sih sumpah." Eleena mulai bercerita lebih dalam tentang jurusan yang saat ini sedang ia tempuh. Dan Arfin mendengar ceritanya dengan seksama, mata Arfin tak bisa lepas dari Eleena. Ia menatap Eleena dalam.

"Kenapa gini rasanya," batin Arfin. Dari sekian banyak gadis yang ia temui dan yang ia bawa kencan hingga menjadi pacar, Arfin tak pernah merasa jantungnya berdegup kencang saat mendengar seorang gadis bercerita. Rasanya, aneh sekali.

"Kalau lo sendiri, gimana jurusan lo enak nggak?" tanya Eleena menyedot kopinya.

Arfin tersadar dari lamunannya sesaat dan mulai bercerita tentang jurusan yang ia jalani sekarang.

"Enak sih kalau menurut gue ya, karena ini jurusan impian gue juga. Gue udah banyak belajar sebelum gue ngambil jurusan ini dan gue enjoy jalaninya. Tapi, ada orang yang nggak suka sih," jawab Arfin. Pandangan laki-laki itu mulai sendu.

"Siapa yang nggak setuju?"

"Papa. Bokap gue nggak suka gue masuk Sastra Indonesia, dia pengin gue masuk manajemen aja biar bisa sukses kayak abang-abang gue."

Eleena sedikit mengangguk untuk memahami cerita Arfin. "Lo anak bungsu?" Arfin mengangguk. "Bukannya lo anak orang kaya ya? Lo dari keluarga Alyas, kan? Lo udah sukses ngapain mau sukses lagi. Bokap lo kan kaya. Kunci anak sukses kan orang tua kaya," kekeh Eleena. Gadis itu berusaha mencairkan suasana, tapi sepertinya itu bukan ide bagus, Arfin malah terlihat semakin sedih.

"Papa pengin gue bisa megang perusahaannya kayak abang-abang gue. Tapi gue nggak mau, gue nggak tertarik sama dunia bisnis, gue mau hidup gue beda sama hidup abang-abang gue. Sejak gue SD, SMP, sampai SMA bahkan gue selalu nurutin keinginan bokap gue. Sekolah di mana, nilainya berapa, nanti SMA ngambil jurusan apa, ikut ekstra kurikuler apa, aktif dibidang apa, semua hal itu udah ditentuin sama papa. Bahkan gue kuliah di sini juga papa yang nentuin. Tapi ketika gue sekali aja mau ngambil apa yang bener-bener gue mau, papa langsung marah sama gue. Dia marah kayak orang kesetanan waktu pertama kali dia tau kalau gue jadi anak Sastra. Haha lucu ya," jelas Arfin.

Mata Arfin mulai sedikit berkaca-kaca, "Bahkan kemarin aja bokap gue maksa buat gue pindah jurusan. Dia ngancem gue pindah jurusan atau gue berhenti kuliah. Emang segitu bersalahnya ya gue ngambil apa yang gue mau. Sesekali gue mau bebas, gue sama abang-abang gue itu beda, dan gue mau nasib gue juga beda dari mereka." Tanpa Arfin sadari air mata jatuh dari matanya.

"Fin." Eleena mengelus pundak Arfin. Arfin mengusap air matanya. "Yang tadi lupain aja, sorry ya gue malah jadi oversharing."

"Nggak papa kok, manusia wajar butuh pendengar dalam hidupnya," balas Eleena. "Fin." Eleena mengelus telapak tangan Arfin. "Yang lo lakuin ini nggak salah, tapi yang papa lo minta juga nggak salah. Dia cuma pengin yang terbaik buat lo aja, dia pengin hidup lo terjamin kayak abang-abang lo. Gue tau lo rasanya capek banget harus selalu nurutin keinginan bokap lo. Nggak ada salahnya kok sesekali nentang keinginan orang lain untuk kebahagiaan diri sendiri. Dan kalau lo bahagia dengan jurusan yang lo ambil sekarang ya udah jalani aja jangan dilepas. Karena kebahagiaan lo hanya diri lo yang tau orang lain nggak akan tau bahkan orang tua lo sendiri. Tugas lo sekarang cuma yakini bokap lo aja kalau lo emang bisa sukses dibidang lo, dan itu pasti nggak mudah butuh waktu, tapi gue yakin lo bisa kok, anak sebaik lo dan seramah lo pasti mudah untuk nakluki hati siapapun termasuk papa lo juga," jelas Eleena panjang lebar.

"Kata-katanya indah, kayak orangnya," batin Arfin. "Baru kali ini gue denger kalimat sebagus ini dari orang lain. Thanks ya El," ucap Arfin.

Eleena tersenyum hangat, "Lo masih sedih?" Arfin menggeleng pelan, "Udah nggak sesedih tadi."

"Butuh sandaran? Gue mau kok kasih lo sandaran."

"Apa?" Arfin keheranan atas ucapan Eleena.

"Bunda selalu bilang sama gue, laki-laki maupun perempuan itu sama-sama manusia. Dan setiap manusia butuh sandaran ketika dia sedang bersedih. Dan Bunda juga nyuruh gue untuk ngasih sandaran ke orang-orang yang lagi bersedih, kayak lo contohnya."

"Emang beneran boleh?" Eleena mengangguk.

Arfin perlahan mulai menyenderkan kepalanya. Arfin menghirup napas dalam-dalam, dia menutup matanya menikmati angin sepoi-sepoi yang singgah ke kulitnya, dan air mata itu jatuh lagi. Arfin menangis tanpa suara, dan rasanya nyaman. Sama seperti ketika Arfin menangis di atas bantalnya.

Air mata Arfin jatuh mengenai tangan Eleena. Eleena tak menyangka bahwa Arfin memiliki sisi yang seperti ini. Mereka memang baru mengenal, tapi Eleena yakin bahwa Arfin adalah orang yang tulus dan baik hati. Dan juga orang yang hancur dari dalam walaupun selalu menyebar tawa pada orang-orang.

Episodes
1 Prolog
2 Putra Tunggal Aksanta
3 Gadis cantik di bar
4 Laki-laki sombong
5 Keributan kecil
6 Keluarga
7 Rencana Arfin
8 Lelaki itu lagi
9 Arfin Fano Alyas
10 Perintah Wisnu
11 Malam Eleena
12 Kartu Wisnu
13 Kedekatan Arfin dan amarah Wisnu
14 Melinda menyukai Arfin?
15 Taman
16 Lumpur dan Eleena
17 Surat pemanggilan
18 Tentang masalah kemarin
19 Pertemuannya dengan seseorang
20 Kepercayaan Eleena
21 Kegundahan Arfin
22 Bertemu kembali
23 Bar
24 Malam bersama Arfin
25 Perjodohan?
26 Makan malam
27 Waktu bersamanya
28 Ide Rama
29 Arfin mundur
30 kecemburuan Putra Aksanta
31 Keisengan Wisnu
32 Kerjasama Rama
33 Drama makan malam
34 Tertangkap
35 Bantuan Eleena
36 Tidak asing
37 Malam hari di Kediaman Aksanta
38 Bunga untuk dia
39 Nomor Eleena
40 Perjodohan lagi
41 Menghindar
42 Panas
43 Kisah di kala hujan
44 Pacar Wisnu
45 Perjalanan kencan Putra Aksanta
46 Perjalanan kencan Putra Aksanta part 2
47 Sarapan di kediaman Aksanta
48 Kerikil dan Pertengkaran kecil
49 Waktu yang tak disengaja
50 Gadis itu baik
51 Sesuatu di Rooftop
52 Bujukan Arfin
53 Perjalanan ke rumah Eleena
54 Foto di nakas
55 Bunga untuk siapa?
56 Selalu Rama bukan Juna
57 Jangan bongkar identitasmu
58 Makan malam di kediaman Aksanta
59 Perlakuan romantis Putra Aksanta
60 Jepitan Eleena
61 Usulan
62 Obrolan bersama Arfin
63 Valentine
64 Kencan tanpa disengaja
65 Kencan tanpa disengaja part 2
66 Kencan tanpa disengaja part 3
67 Mengenal lebih dekat
68 Tentang Wisnu
69 Air mata di halte
70 Bersama di bar
71 Kemarahan Arjuna
72 Hujan hari ini
73 Pembicaraan bersama
74 Sakit
75 Kekhawatiran Eleena
76 Suatu Malam
77 Ungkapan perasaan Melinda
78 Undangan
79 Makan malam di kediaman Dirgantara
80 Ketidaksengajaan di makan malam
81 Cinta
82 Permintaan di bar
83 Dibohongi
84 Cinta menurut Sinta
85 Menghindar
86 Waktu bersama
87 Keributan hari ini
88 Kebingungan
89 Pertanyaan baru
90 Ketahuan
91 Ajakan ke mall
92 Mall hari ini
93 Kafe dan Arfin
94 Rumah Arfin
95 kebenaran Eleena
96 Terkejut
97 Eskrim dan Arfin
98 Pesona Putra Aksanta dan teman-temannya
99 Perseteruan
100 Menyesal
101 Today...
102 Let's break up
103 Rindu
104 Siapa itu?
105 Kecemasan
106 Eleena menghilang
107 Diculik
108 Semakin panik
109 Pencarian
110 Penyelamatan Eleena
111 Patah hati
112 Kebetulan
113 Acara Penting
114 Aksanta atau Agustama?
115 Satu persatu mulai terungkap
116 Rencana berujung Cinta
117 Pengakuan cinta
118 Perayaan patah hati
119 Fakta baru
120 Kesedihan Wisnu
121 Undangan Eleena
122 Ulang tahun Eleena
123 Air mata di ulang tahun
124 Malam keributan
125 Tragedi
126 Kritis
127 Penyesalan dan ancaman
128 Terungkapnya kebenaran
129 Penyakit
130 Lucu
131 Foto
132 Fakta Eleena
133 Kemarahan Sinta
134 Rumah Aksanta dan kegilaan di sana
135 Hari pertama di rumah Aksanta
136 Cinta Rama pada Sinta
137 Kebencian Sinta untuk Rama
138 Orang itu petunjuk
139 Perlakuan kasar Aksanta
140 Rumah Agustama
141 Semua itu rencana licik
142 Bar dan Rama
143 Setelah kebenaran itu
144 Perihal melepaskan
145 Berpisah
146 Ingin kembali berteman
147 Bebas
148 Tidak akan kembali bersama
149 Today with you
150 Perihal mengikhlaskan
151 Pesta Putra Aksanta
152 Semua yang terbaik
153 Will you marry me?
154 Gaun
155 Cincin dan Cinta
156 Janji suci pernikahan
157 Epilog
Episodes

Updated 157 Episodes

1
Prolog
2
Putra Tunggal Aksanta
3
Gadis cantik di bar
4
Laki-laki sombong
5
Keributan kecil
6
Keluarga
7
Rencana Arfin
8
Lelaki itu lagi
9
Arfin Fano Alyas
10
Perintah Wisnu
11
Malam Eleena
12
Kartu Wisnu
13
Kedekatan Arfin dan amarah Wisnu
14
Melinda menyukai Arfin?
15
Taman
16
Lumpur dan Eleena
17
Surat pemanggilan
18
Tentang masalah kemarin
19
Pertemuannya dengan seseorang
20
Kepercayaan Eleena
21
Kegundahan Arfin
22
Bertemu kembali
23
Bar
24
Malam bersama Arfin
25
Perjodohan?
26
Makan malam
27
Waktu bersamanya
28
Ide Rama
29
Arfin mundur
30
kecemburuan Putra Aksanta
31
Keisengan Wisnu
32
Kerjasama Rama
33
Drama makan malam
34
Tertangkap
35
Bantuan Eleena
36
Tidak asing
37
Malam hari di Kediaman Aksanta
38
Bunga untuk dia
39
Nomor Eleena
40
Perjodohan lagi
41
Menghindar
42
Panas
43
Kisah di kala hujan
44
Pacar Wisnu
45
Perjalanan kencan Putra Aksanta
46
Perjalanan kencan Putra Aksanta part 2
47
Sarapan di kediaman Aksanta
48
Kerikil dan Pertengkaran kecil
49
Waktu yang tak disengaja
50
Gadis itu baik
51
Sesuatu di Rooftop
52
Bujukan Arfin
53
Perjalanan ke rumah Eleena
54
Foto di nakas
55
Bunga untuk siapa?
56
Selalu Rama bukan Juna
57
Jangan bongkar identitasmu
58
Makan malam di kediaman Aksanta
59
Perlakuan romantis Putra Aksanta
60
Jepitan Eleena
61
Usulan
62
Obrolan bersama Arfin
63
Valentine
64
Kencan tanpa disengaja
65
Kencan tanpa disengaja part 2
66
Kencan tanpa disengaja part 3
67
Mengenal lebih dekat
68
Tentang Wisnu
69
Air mata di halte
70
Bersama di bar
71
Kemarahan Arjuna
72
Hujan hari ini
73
Pembicaraan bersama
74
Sakit
75
Kekhawatiran Eleena
76
Suatu Malam
77
Ungkapan perasaan Melinda
78
Undangan
79
Makan malam di kediaman Dirgantara
80
Ketidaksengajaan di makan malam
81
Cinta
82
Permintaan di bar
83
Dibohongi
84
Cinta menurut Sinta
85
Menghindar
86
Waktu bersama
87
Keributan hari ini
88
Kebingungan
89
Pertanyaan baru
90
Ketahuan
91
Ajakan ke mall
92
Mall hari ini
93
Kafe dan Arfin
94
Rumah Arfin
95
kebenaran Eleena
96
Terkejut
97
Eskrim dan Arfin
98
Pesona Putra Aksanta dan teman-temannya
99
Perseteruan
100
Menyesal
101
Today...
102
Let's break up
103
Rindu
104
Siapa itu?
105
Kecemasan
106
Eleena menghilang
107
Diculik
108
Semakin panik
109
Pencarian
110
Penyelamatan Eleena
111
Patah hati
112
Kebetulan
113
Acara Penting
114
Aksanta atau Agustama?
115
Satu persatu mulai terungkap
116
Rencana berujung Cinta
117
Pengakuan cinta
118
Perayaan patah hati
119
Fakta baru
120
Kesedihan Wisnu
121
Undangan Eleena
122
Ulang tahun Eleena
123
Air mata di ulang tahun
124
Malam keributan
125
Tragedi
126
Kritis
127
Penyesalan dan ancaman
128
Terungkapnya kebenaran
129
Penyakit
130
Lucu
131
Foto
132
Fakta Eleena
133
Kemarahan Sinta
134
Rumah Aksanta dan kegilaan di sana
135
Hari pertama di rumah Aksanta
136
Cinta Rama pada Sinta
137
Kebencian Sinta untuk Rama
138
Orang itu petunjuk
139
Perlakuan kasar Aksanta
140
Rumah Agustama
141
Semua itu rencana licik
142
Bar dan Rama
143
Setelah kebenaran itu
144
Perihal melepaskan
145
Berpisah
146
Ingin kembali berteman
147
Bebas
148
Tidak akan kembali bersama
149
Today with you
150
Perihal mengikhlaskan
151
Pesta Putra Aksanta
152
Semua yang terbaik
153
Will you marry me?
154
Gaun
155
Cincin dan Cinta
156
Janji suci pernikahan
157
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!