Panas menggelegar yang datang dari sang surya mampu melemahkan energi seseorang bila berjalan di bawah sinarnya. Cuaca siang yang sangat panas, bahkan membuat seorang gadis menghabiskan seluruh air dari botol minum besar yang ia bawa dari rumah.
Gadis itu meletakkan ransel dibahu sebelah kanan, menghampiri temannya yang sibuk merapikan meja dan buku-buku.
"El." Melinda menepuk pundak Eleena. Eleena menoleh, memakai ransel yang sudah selesai ia rapikan.
"Kantin?" tanya Melinda. Eleena terdiam sejenak selama beberapa saat tidak menjawab iya atau tidak. "El, panas gini, beli es aja ayok!" Melinda menarik tangan Eleena membawa gadis itu dari kelas ke kantin.
"Mel, gue mau pulang." Eleena melepaskan tangan Melinda, melangkah membelakangi gadis itu. Namun yang namanya Melinda dia tidak suka ada orang yang menentangnya.
"Ikut!" Melinda menarik kasar tangan Eleena. Dia tidak peduli apa sepupunya itu kesakitan atau tidak. "Mel." Eleena mencoba melepaskan tangan Melinda, tapi semakin Eleena berusaha melepaskannya, Melinda juga semakin mengeratkan tangan Eleena.
"Bu, beli es nya dua," kata Melinda kepada penjual. Penjual itu memberi 2 buah es rasa jeruk pada Melinda. Melinda mengambil satu botol es, dia menyenggol Eleena untuk mengambil sendiri es miliknya.
"Nih ya Bu." Melinda memberi nominal uang 5.000 yang artinya dia membayar untuk minumannya sendiri. "Nggak usah liatin gue terus El, bayar tuh minuman lo." Melinda menyedot minumannya, melambaikan tangan kepada Eleena lalu pergi dari kantin meninggalkan sepupunya di sana.
Eleena memberi uang pada penjual minuman itu. Gadis itu pergi dari kantin dengan perasaan jengkel pada Melinda. Dia tidak tahu kenapa sepupunya itu sangat angkuh dan keras kepala. Melinda memaksa semua orang untuk mengikuti apa yang dia mau tapi setelah keinginannya tercapai dia meninggalkan orang itu begitu saja. Kebiasaan buruk Melinda yang selalu dibela dan ditutupi oleh keluarganya.
Eleena tiba di tempat parkir kampus. Ia ingin segera pulang lagipun tidak ada yang ingin Eleena temui sekarang. Eleena berjalan ke tempat di mana ia memarkirkan mobilnya sedangkan Wisnu yang sudah memasuki mobil mewah miliknya. Mata Wisnu menangkap Eleena di depan.
Lelaki itu memunculkan smirknya. Ia menancapkan gas membawa mobilnya melaju melewati genangan air bercampur lumpur. Genangan lumpur itu mengenai Eleena. Wajah, dan pakaian Eleena penuh dengan lumpur. Dan saat itu juga Wisnu keluar dari mobilnya. Lelaki itu menatap miris keadaan Eleena.
Para mahasiswa yang ada di kampus menghentikan langkah mereka melihat keadaan Eleena yang sudah terkontaminasi dengan lumpur. Tak sedikit juga mahasiswa yang menertawakan Eleena termasuk Melinda yang berada tak jauh dari Eleena. Dia tertawa bersama yang lainnya melihat penampilan buruk Eleena.
"Lo—" Tatapan mata Wisnu menghentikan mata Eleena. Tatapan tajam yang mengintimidasi Eleena.
"You're pretty, girl," sindir Wisnu tertawa menatap Eleena menyedihkan. "Gue nggak pernah ngeliat cewek secantik lo, ketika kena lumpur."
"Lo—" Wisnu menangkap tangan Eleena yang sudah terangkat untuk memberinya tamparan. Wisnu menghempaskan tangan Eleena kasar, menatap jijik tangannya yang kini terkena lumpur.
"Cewek nggak tau diri kayak lo, nggak pantas nampar gue," ujar Wisnu, mengelap lumpur ditangannya menggunakan sapu tangan.
"Kurang ajar!" balas Eleena. "Lo pikir lo keren kayak gini? Enggak!" Eleena mendekati Wisnu, mengikis jarak di antara mereka menatap Wisnu tajam meskipun harus mendongakkan kepalanya karena tinggi badan mereka yang jomplang.
"Sikap lo ini? Kayak bangsat!" umpat Eleena. Wisnu mendorong gadis di depannya ini. "Mulut lo dijaga!" peringat Wisnu.
"Mulut gue akan nggak punya akhlak kalau ketemu sama orang yang akhlaknya sama kayak binatang!" jawab Eleena menatap tajam Wisnu.
"I hate you!"
"Gue lebih benci sama lo, cowok sialan!" Eleena mendorong Wisnu kuat sampai lelaki itu menabrak mobilnya sendiri.
Seperti biasa, Gilang, Baim dan Arfin yang baru saja kembali dari kantin sambil menenteng kopi ditangan mereka dan tertawa karena lelucon dari Baim. Seketika langkah dari ketiga lelaki ini terhenti melihat banyaknya mahasiswa yang berkerumun di tempat parkir yang hal ini jarang terjadi jika tidak ada masalah di kampus mereka.
"Kenapa?" tanya Arfin. "Biasa, Wisnu berantem lagi sama anak Psikologi." Mendengar kata 'Psikologi', Arfin bisa memastikan kalau orang itu adalah Eleena. Arfin berlari menghampiri mereka berdua, lelaki itu tidak melihat banyak orang di depannya. Dia menerobos kerumunan begitu saja, bahkan dia sampai menabrak Melinda yang mengakibatkan kopi ditangannya jatuh.
"Sorry," ucap Arfin. "Ganteng," gumam Melinda. "Eh lo, sini aja sama gue." Melinda mencegah Arfin yang ingin pergi dengan menggenggam tangannya.
"Lepasin gue!"
"Sama gue aja," balas Melinda, merapikan rambutnya menatap Arfin nakal. Arfin menghempaskan tangan Melinda kasar. Melinda menatap tangannya yang baru saja dihempaskan oleh Arfin. Ini penghinaan untuk seorang Melinda Putri Agustama.
"Wis." Arfin datang, mengelus pundak temannya untuk memberi Wisnu ketenangan.
"El, lo nggak papa?" Arfin kaget melihat wajah dan pakaian Eleena dipenuhi lumpur.
"Seharusnya lo tanya sama temen lo yang nggak punya akal ini!" bentak Eleena.
"Gue nggak punya akal?"
"Iya!" Eleena kembali mendorong Wisnu. Wisnu menutup matanya sejenak. "Cewek rese!" Wisnu mengambil kasar botol minuman yang ada ditangan Eleena.
"Gue nggak punya akal? Gue bakal ngasih tau lo apa itu nggak punya akal." Wisnu menuangkan es milik Eleena ke rambut gadis malang itu.
"Wisnu!"
Wisnu melempar botol yang kini kosong, ia mendorong Arfin menjauh darinya. "Itu baru namanya nggak punya akal," gertak Wisnu.
"Lo mau lagi?" Wisnu membuka mobilnya, mengambil botol minuman di dalam. "Nikmati ini." Wisnu melempar air tepat ke wajah Eleena.
"Wis!" Arfin yang ingin mendekati Wisnu dicegah oleh Baim dan Gilang. "Lepasin!" Arfin memberontak, tapi Baim dan Gilang sekuat tenaga menahan Arfin.
"Lupain cinta lo sekarang Fin, lo pikirin nyawa lo aja," bisik Gilang.
Melinda kembali tertawa bersama mahasiswa yang lain melihat kejadian ini. Dia juga menatap Eleena sinis. "Ayang Arfin gue nggak akan nyelamati lo dari putra Aksanta, El," batin Melinda.
"Lo mau lebih lagi?" tanya Wisnu menatap remeh Eleena yang tangannya sudah terkepal kuat.
"Anjing!" umpat Eleena. Wisnu terdiam. "Tingkah lo kayak bangsat!" Eleena mendorong tubuh Wisnu, tangan gadis itu mendorong Wisnu sampai lelaki itu jatuh ke selokan yang ada di sana.
"Iuuuhhh." Melinda menatap jijik Wisnu yang terjatuh ke selokan kotor.
"Sekarang kita impas!" pekik Eleena. Wisnu menatapi tubuhnya yang dipenuhi kotoran. Wisnu mengendus bajunya, dan bau menyengat langsung menyeruak ke hidung Wisnu.
"Gimana? Enak?" tanya Eleena, menertawakan Wisnu. Para mahasiswa yang semulanya mentertawakan Eleena, kini mereka berganti menertawakan Wisnu.
"Gila banget tu cewek. Nyari mati sama Wisnu," ucap Baim pelan. Baim hanya bisa geleng-geleng kepala melihat apa yang baru saja dilakukan Eleena. Baim sudah memikirkan apa yang akan dilakukan Wisnu pada gadis itu nanti.
Wisnu berdiri dan melangkah keluar dari selokan. Eleena berjalan mundur, menutup hidungnya karena bau menyengat dari badan Wisnu. Bahkan Arfin, Gilang dan Baim yang berdiri agak jauh saja pun bisa mencium bau dari tubuh Wisnu.
"Cewek rese!" bentak Wisnu. "Dasar nggak tau diri!"
"Gue nggak tau diri?" Eleena menunjuk Wisnu menggunakan telunjuknya. "Lo yang nggak tau diri. Kelakuan lo bahkan lebih rendah dari binatang tau nggak. Lebih buruk daripada setan!" Kata-kata yang begitu kasar keluar dengan sangat lancar dari mulut Eleena.
"Cowok kayak lo, nggak pantes ada di sini. Cowok nggak tau diri, nggak punya hati, nggak punya moral, nggak punya akal juga." Eleena memberi jeda. "Lo itu, manusia terbangsat yang pernah gue temui sepanjang gue hidup."
Plakk
"Wisnu!"
Wisnu menampar pipi Eleena yang dipenuhi lumpur. Semua mahasiswa yang melihat kejadian itu memalingkan wajah mereka begitu tamparan Wisnu mendarat dipipi Eleena. Gadis itu terjatuh, dengan bagian bibir bawahnya yang terluka.
Wisnu jongkok menyamakan tingginya dengan Eleena. "Lo seharusnya lebih bisa bersikap sama orang kayak gue."
"Hidup lo bakal tamat karena udah main-main sama gue," ancam Wisnu.
Eleena berganti menampar Wisnu. "Kalau hidup gue tamat, hidup lo juga tamat. ****."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments