Asap yang berasal dari secangkir kopi yang ditempatkan digelas berwarna putih yang dialasi dengan piring yang juga berwarna putih. Tangan seorang lelaki mengambil gelas itu dan menyeruput kopi yang masih panas. Sambil matanya tertuju pada bintang dan bulan yang menghiasi langit malam.
Entah apa maksudnya, tapi Arfin menyukai kebiasaan ini. Memandangi senja, langit malam dan awan. Itu membuat Arfin sedikit tenang dan melupakan perlakuan orang tuanya pada dirinya. Orang tua Arfin terlalu membanggakan kedua kakak laki-laki Arfin yang sering kali membuat Arfin iri tapi dia juga tidak punya hak untuk mengeluh. Karena memang Arfin kalah jauh dibanding kakak-kakaknya, seperti yang baru saja terjadi di meja makan, orang tua Arfin menyuruh lelaki itu untuk berhenti kuliah di jurusan Sastra Indonesia yang sedang Arfin jalani sekarang dan memaksa Arfin untuk memilih jurusan manajemen business seperti kedua kakaknya. Tentu saja hal itu ditentang keras oleh Arfin sampai-sampai ia harus berdebat dengan ayahnya.
Dan sekarang ini, Arfin seakan meminta jawaban dari langit, apakah dia harus mengikuti keinginan ayahnya atau keinginannya sendiri. Memang teman-teman Arfin yang lain berkuliah di jurusan manajemen business tapi itu bukan passion Arfin, bagaimana bisa dia memaksakannya.
"Gabut." Tangan Arfin meraih ponselnya yang tergeletak di lantai. Entah apa yang bisa Arfin lakukan selain bermain game online.
Arfin menghela napas berat, ia sangat bosan. Ingin kabur dari rumah tapi tidak bisa.
"Eleena Safira Dirgantara." Nama itu keluar begitu saja dari mulut Arfin. Lelaki itu tersenyum sumringah, dia mengetik kembali nama itu di Instagram, mem-follow akun gadis itu, berharap bahwa Eleena akan mem-follback-nya. Dan benar saja sekitar 5 menit Arfin menunggu, Eleena akhirnya mem-follback dirinya.
Senyum Arfin semakin merekah, buru-buru ia men-DM gadis yang baru ia temui di bar beberapa hari lalu.
Anda:
Hai 👋
^^^Eleena:^^^
^^^Iya, salam kenal ya^^^
^^^Btw, ada apa?^^^
Anda:
Gue Arfin, lo masih ingat nggak sama gue? Kita ketemu di bar waktu itu
^^^Eleena:^^^
^^^Sorry, yang mana yaa^^^
Anda:
Yang waktu itu lo numpahin minuman gue
^^^Eleena:^^^
^^^Ah iya, sorry ya 😅^^^
Anda:
Santai ajaa
Lo sekampus sama gue, kan? Lo mahasiswi Binawa, kan?
^^^Eleena:^^^
^^^Kok tau? hehe^^^
Arfin menggigit bagian bawah bibirnya, ini menyenangkan juga. Langkah awal untuk menaklukkan Eleena.
Anda:
Jelas gue tau, gue pernah ketemu sama lo
^^^Eleena:^^^
^^^Lo pernah ketemu sama gue, tapi kok gue nggak pernah ketemu sama lo ya^^^
Anda:
Kita beda fakultas
^^^Eleena:^^^
^^^Emang lo anak mana?^^^
Arfin terkekeh melihat obrolannya dengan Eleena. Lelaki itu tidak menyangka bahwa Eleena se-humble ini. Arfin sangat suka tipe perempuan seperti Eleena, tipe yang sangat mudah jatuh dalam perangkap maut Arfin.
Anda:
Gue anak sastra, lo sendiri?
^^^Eleena:^^^
^^^Gue anak Psikologi^^^
Anda:
Pasti lo cewek pintar
^^^Eleena:^^^
^^^Ah, gak juga^^^
Anda:
Apa kira-kira lo mau ketemu sama gue El?
Kita bisa ketemuan di kantin kampus atau taman kampus gitu
^^^Eleena:^^^
^^^Bisa-bisa aja sih, asal lo anak baik^^^
Anda:
Gue anak baik-baik lahh
^^^Eleena:^^^
^^^Hahaha, lo lucu^^^
Anda:
Gue malu nih 😅
^^^Eleena:^^^
^^^Asik ya ternyata punya temen kayak lo^^^
^^^Baru kali ini gue ketemu temen yang bisa se-chill ini^^^
Anda:
Kan gue udah bilang gue anak baik-baik, neng
^^^Eleena:^^^
^^^Haha, bisa-bisa aja sih kalau mau ketemu^^^
^^^Gue sering kok ada di kantin sama perpustakaan^^^
^^^Lo bisa kok DM gue lagi, kalau mau ketemu sama gue^^^
Anda:
Wah, serius? Asik banget
Oke deh, besok-besok gue bakal DM lo
Seneng kenalan sama lo, gue bisa nambah temen baru lagi
^^^Eleena:^^^
^^^Gue juga seneng kok bisa kenalan sama lo^^^
Arfin keluar dari aplikasi tersebut, dan mematikan ponselnya. Dia masih senyum-senyum karena obrolan singkat yang ia lakukan bersama Eleena tadi. Banyak sih cewek yang seperti itu pada Arfin tapi entah kenapa Eleena berbeda. Mungkinkah Arfin jatuh cinta pada Eleena?
"Ah nggak mungkin, gue cuma penasaran aja sama dia. Nggak lebih," ucap Arfin, menepis pikiran bahwa ia menyukai Eleena.
"Langkah awal gue berjalan mulus banget dah, gue jadi nagih sama tu cewek," lanjutnya.
"El itu target gue yang paling gampang kayaknya, gue mau berlama-lama sama dia." Arfin kembali menyeruput kopinya.
"Gue bakal temui dia besok di kampus, ngobrol dikit terus minta WA-nya. Gue sama dia bakal lebih dekat, gue pelan-pelan ngajak dia jalan kayak cewek gue yang lain. Terus gue tembak." Otak Arfin sangat lancar kalau soal mendekati seorang gadis. "Eh jangan, gue kayaknya bakal deketin dia tiga bulan dulu baru gue tembak. Dan mutusinnya pas gue udah bosen."
Arfin terlihat bersemangat dan tidak sabar untuk menjalankan rencananya mendekati Eleena. "Gue yakin pasti dia bakal nerima gue jadi pacarnya. Soalnya tu cewek naif banget."
"Arfin!" Ditengah kegembiraan Arfin memikirkan tentang Eleena, suara itu justru menghilangkan senyumannya dalam sekejap. Laki-laki yang sedang berada di balkon rumahnya, menoleh ke arah orang yang sudah menyebut namanya yang tak lain dan tak bukan adalah ayahnya sendiri.
"Apa?" balas Arfin ketus.
"Papa bilangin sekali lagi sama kamu, pindah jurusan atau kamu nggak usah kuliah lagi!" tegas ayahnya.
"Kenapa sih Papa nggak pernah nerima keputusan dan keinginan aku? Emang salah ya kalau aku mau beda dari abang, aku punya hidung sendiri dan hidup aku itu beda sama hidup abang. Apa yang abang suka bukan berarti aku harus suka juga. Pokoknya aku nggak mau pindah jurusan, ini jurusan impian aku Pa!" jawab Arfin berapi-api.
"Arfin, jurusan kamu itu nggak bagus. Udah berapa kali papa bilang sama kamu jangan pernah pilih jurusan itu tapi kamu tetap ngeyel. Pilih jurusan itu kayak abang-abangmu jurusan yang menjamin dan mereka ujungnya sukses, biar kamu bisa megang perusahaan juga kayak mereka." Arfin tidak mendengar malahan dia pergi dari sana meniggalkan kopi dan papanya yang masih mengomel dan memaksanya untuk mengikuti jejak kedua kakaknya.
"Jurusan kamu itu nggak ada masa depan Arfin, dengerin papa jangan pergi!" bentak ayahnya yang sama sekali tidak didengar oleh Arfin.
Arfin lebih memilih untuk masuk ke kamar, mengunci kamarnya dan menyendiri di sana. Semua tuntutan dan dan paksaan ayahnya tak akan pernah ada ujungnya. Sejak SD sampai SMA, Arfin selalu menuruti keinginan ayahnya untuk bersekolah di sana dan mengambil jurusan apa. Tapi ketika sekali saja Arfin memilih keinginannya malah ditentang habis-habisan. Arfin sudah muak dibanding-bandingkan dengan kedua kakaknya itu.
Arfin mematikan lampu kamar dan lebih memilih untuk menidurkan dirinya agar ia bisa lebih tenang.
...****...
Wisnu di kamarnya yang sedang bermain ponsel untuk menonton film tadi tapi sekarang tangan Wisnu bergerak untuk membuka aplikasi Instagram. Wisnu yang sibuk men-scroll beranda itu tak sengaja tangannya memencet tombol follow pada akun yang tidak ia kenali karena fitur rekomendasi.
Buru-buru Wisnu meng-unfollow akun itu, sebelum terjadinya fitnah. Apalagi itu akun wanita, bisa-bisa nanti dia dimarahi oleh papanya karena mem-follow akun perempuan.
Sedangkan notif follow itu sudah lebih dulu dilihat oleh Eleena. Ternyata yang difollow Wisnu tadi akunnya Eleena. Gadis itu menatap bingung, baru saja ia ingin meng-follback tapi sudah diunfollow.
Tapi Eleena tak ingin ambil pusing, dia lebih memilih mematikan ponselnya dan bersiap untuk tidur. Dan Wisnu yang berada di kamarnya masih takut karena kejadian tak disengaja tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments