Kartu Wisnu

Eleena yang baru saja keluar dari mobilnya berjalan menuju kelas. Sebenarnya kelas mereka dibuka pukul 10.00 WIB, tapi Eleena si gadis rajin selalu datang paling awal, padahal jarum jam saja baru menunjukkan pukul 08.30 WIB.

Sebelum ke kelas, Eleena mampir untuk membeli air mineral. Eleena si gadis pelupa selalu saja meninggalkan botol minumannya di rumah.

"Bu, saya pesan air mineral satu ya." Pedagang itu memberi minumannya dan Eleena memberi uangnya.

Eleena pergi dari kantin dan disisi lain Wisnu baru saja datang ke kantin. Lelaki itu membeli sesuatu di tempat yang sama seperti Eleena. Wisnu memperhatikan gadis yang berjalan di depannya, dari belakang seperti tidak asing, tapi ia lupa siapa.

"Ini Mas." Wisnu memberi uangnya lalu segera pergi dari sana. Wisnu yang ingin ke kelasnya melewati sisi kiri kantin sedangkan Eleena yang melewati sisi kanan kantin.

Wisnu dan Eleena berada di tempat yang sama, mereka dekat tapi berada di jarak yang sangat jauh untuk digapai. Wisnu sempat berhenti untuk melihat siapa gadis yang memakai jepitan rambut berwarna putih, Wisnu berusaha melihat wajahnya tapi tidak bisa. Wisnu merasa ia dekat dengan gadis yang berjalan membelakanginya.

Wisnu melirik jam tangannya, buru-buru ia pergi dari kantin menuju kelas agar tidak terlambat. Dan Eleena merasa ada sebuah perasaan yang tiba-tiba datang dari hatinya. Gadis itu berbalik, ia melihat ada banyak orang di kantin tapi matanya membawa gadis itu untuk melihat laki-laki yang berjalan agak sedikit berlari. Laki-laki yang sama-sama menenteng air mineral seperti dirinya.

Eleena tersenyum menatapnya, dari belakang lelaki itu terlihat luar biasa. Eleena yang penasaran siapa laki-laki yang tiba-tiba saja menarik perhatiannya memutuskan untuk mengikuti ke mana laki-laki itu pergi.

Wisnu yang buru-buru mengambil sesuatu dari kantung celananya yang tanpa sengaja malah menjatuhkan kartu debit miliknya.

"Tunggu! Ada yang jatuh!" Eleena menjerit untuk memanggil lelaki itu, tapi karena kondisi di Universitas Binawa yang ramai membuat lelaki itu tak menoleh malahan orang lain yang menoleh.

"Bukan apa-apa, sorry ya," ucap Eleena saat orang-orang melihat ke arah dirinya karena teriakannya tadi. Eleena mengambil kartu debit yang terjatuh. "Gue harus balikin, tapi siapa orangnya? Gue aja nggak kenal," gumam Eleena melihat kartu debit yang tadi tergeletak seperti tidak ada harganya.

"El!" Seorang gadis menepuk pundak Eleena dari belakang. Eleena yang terkejut tak sengaja menjatuhkan kartu debit tadi. Gadis itu melihat barang apa yang dijatuhkan Eleena.

"Ini apa?" Gadis itu mengambil kartu debit yang tadi Eleena jatuhkan. "Punya orang, Mel." Eleena mengambil kartu debit itu dari tangan temannya. Ia memasukkan kartu debit ke dalam tas nya.

"Udah ramai di kelas?" tanya Eleena pada temannya, tapi gadis itu menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Ke kelas aja yuk," ajak Eleena, menarik tangan temannya untuk pergi bersama.

"El itu punya siapa? Kok bisa ada sama lo? Dan kenapa bisa ada di elo?" tanya gadis itu bertubi-tubi.

"Nanya satu-satu dong Mel," balas Eleena, heran melihat tingkah temannya yang satu ini.

"Makanya jawab aja," tekan gadis itu. "Kepo banget lo ya," ejek Eleena.

"El, gue ini Melinda Putri Agustama. Gue anak kedua dari Chandra Agustama yang di mana bokap gue adalah abang dari nyokap lo. Dari kecil gue di didik untuk bisa dapatin apa yang gue mau. Dan gue mau lo ngasih tau gue tentang kartu itu dan lo harus ngasih tau gue, atau gue bisa pakai cara lain nanti." Nada akhir dari ucapan gadis yang merupakan sepupu Eleena terdengar seperti ancaman.

Eleena menghela napas, mau tak mau dia harus berbicara tentang kartu ini daripada Melinda melakukan hal yang tidak-tidak nantinya.

"Kartu ini, gue nggak tau punya siapa," ujar Eleena. "Lo nggak tau? Jadi gimana bisa ada sama lo?"

Eleena berdecak kesal terkadang reaksi dari Melinda terlalu berlebihan sampai-sampai orang yang melewati mereka menengok ke arah Eleena dan sepupunya. Eleena duduk disalah satu kursi yang tersedia di lorong kampus, yang diikuti Melinda duduk di sebelah Eleena.

"Jadi gini, ni kartu." Eleena mengeluarkan kartu debit itu dari dalam tas dan menunjukkannya pada Melinda. "Tadi jatuh. Ada cowok yang jatuhin kartunya ini, dan gue nggak tau dia siapa. Gue udah manggil tapi dia nggak nengok malah orang lain yang nengok," jelas Eleena. "Dan gue ada niatan buat balikin kartu ini. Pasti yang punya panik karena dia pikir kartunya hilang," lanjut Eleena.

"Gimana lo balikinnya? Emang lo tau dia siapa?" Eleena menggeleng pelan. "Lo ingat ciri-ciri dari cowok yang tadi? Siapa tau dari sana kita bisa cari dia nanti." Eleena terdiam sejenak memikirkan apa ciri-ciri dari lelaki yang sempat menarik perhatiannya sejenak.

"Dia tinggi, gue liat tadi dia pakai jam yang kayaknya jam Rolex, celana hitam dan kemeja abu-abu terus ada garis-garis hitamnya kalau gak salah." Eleena masih berusaha mengingat apalagi yang tadi sempat ia lihat dari laki-laki itu.

"Mukanya gimana? Ganteng nggak?" tanya Melinda excited. "Nggak tau Mel, kan gue nggak lihat tadi," jawab Eleena.

"Kalau ganteng kan lumayan buat gue," ucap gadis itu. Eleena memukul jidat gadis di depannya ini pelan. "Lo udah punya pacar ingat, kasihan cowok lo," peringat Eleena. "Udah kita ke kelas aja." Eleena bangkit dari duduknya disusul Melinda yang masih terus mengoceh tentang pikirannya bahwa laki-laki yang Eleena cari nanti akan sangat tampan.

...****...

"Kartu gue mana?" Tangan Wisnu bergerak meraba kantungnya, mencari di mana kartu debitnya berada.

"Kenapa?" tanya Gilang bingung. "Kartu gue hilang!" Wisnu mencari di mana kartu debitnya di dalam tas, tapi tetap tidak ada.

"Kok bisa?" Baim bertanya. "Daripada banyak nanya, mending bantu gue cari kartunya!" bentak Wisnu. Gilang dan Baim yang tersentak membantu Wisnu mencari di mana kartu milik lelaki itu. Baim dan Gilang bahkan sampai mencari kartu Wisnu di dalam tas mereka yang sudah pasti tidak ada di sana.

"Mungkin di mobil lo kali," saran Baim. Wisnu berlari ke luar dari kelas menuju tempat parkir.

"Kalau kartunya hilang, bisa habis gue sama papa," batin Wisnu. Wisnu membuka mobilnya, mencari kartu debit itu. Gilang dan Baim yang baru datang pun membantu Wisnu mencari kartunya. Mereka mencari dan mengacak barang-barang yang ada di dalam mobil. Namun hasilnya tetap sama, kartu debit milik Wisnu tidak ditemukan.

...*****...

Eleena yang baru keluar dari kelasnya mendapati Arfin yang sedang melambaikan tangan ke arah dirinya. Arfin berada di luar kelas Eleena.

"Fin, kejutan banget. Ngapain ke kelas gue?" Arfin hanya cengengesan saat Eleena menghampiri dirinya dan jantungnya yang kembali berdegup kencang.

"Sorry ya gue tiba-tiba datang, gue pengin ngajak lo pulang bareng," jawab Arfin. "Tapi gue bawa mobil Fin, gue bisa pulang sendiri." Senyuman Arfin perlahan luntur, penolakan halus dari Eleena langsung menyakiti hati mungil Arfin.

"Oh gitu, kalau gitu boleh lah kita bareng-bareng ke tempat parkir," ajak Arfin penuh harapan. Eleena mengangguk, "Okelah." Arfin tersenyum lebar. Sekarang dirinya dan Eleena berjalan bersama ke tempat parkir, Arfin ingin sekali berteriak kegirangan tapi lelaki itu harus menjaga imagenya.

Arfin memperhatikan Eleena, lelaki itu menyeletuk, "Lo cantik juga ya pakai kacamata."

Eleena tersipu, seketika tangannya spontan merapikan kacamata yang berada diwajahnya. "Makasih."

"Kenapa pakai kacamata, El?"

"Gue min, min gue 1,3. Jadi mau nggak mau gue harus makai kacamata," jawabnya. "Selama ini enggak?"

"Gue males, lebih sering pakai softlens, tadi pagi pas bunda marah baru gue pakai." Arfin tertawa mendengar cerita Eleena. Mata Arfin terus melirik ke Eleena, wajah Eleena yang cantik membuat Arfin tak bisa memalingkan pandangan.

"Fin lo tau siapa yang punya kartu ini nggak?" Eleena berhenti, mengeluarkan kartu debit yang tadi ia temui dan menunjukkannya pada Arfin. Arfin fokus memperhatikan kartu di hadapannya. Arfin mengambil kartu itu dari tangan Eleena, rasanya tidak asing ia sering melihat kartu ini dari seseorang.

"Punya siapa?" tanya Arfin. Eleena mengangkat bahunya pertanda ia tak tahu. "Yang pasti itu punya cowok tinggi, pakai jam Rolex terus kemeja abu-abu ada garis-garis hitamnya," jawab Eleena.

"Kayaknya gue tau deh. Ayo ikut." Arfin menggenggam tangan Eleena membawa gadis itu ke tempat pemilik kartu ini.

"Lihat Wisnu nggak?" tanya Arfin pada salah satu mahasiswa yang keluar dari kelas Wisnu. Mahasiswa itu menggeleng dan pergi. Arfin membawa Eleena pergi ke tempat parkir karena jika jam pulang sudah tiba Wisnu dan yang lainnya akan langsung pergi dari kampus.

"Semoga Wisnu belum pergi," batin Arfin, menambah laju jalannya agar cepat sampai.

"Itu." Tangan Eleena menunjuk ke arah Wisnu yang sedang membelakangi mereka dan menaruh tangannya dipinggang. "Bajunya sama persis." Arfin menarik tangan gadis itu menghampiri Wisnu dan teman-temannya yang lain.

"Wis," panggil Arfin. Wisnu menoleh, selama beberapa saat ia dan Eleena bertatapan. Angin segar menerpa kulit keduanya. Tapi itu tak berlangsung lama, saat mata Wisnu menangkap ada kartu debitnya ditangan Arfin.

Wisnu mengambil kasar kartu debitnya dari tangan Arfin. "Kenapa ada sama lo?"

"Itu, sebenarnya sama gue tadi," jawab Eleena. Mata tajam Wisnu tertuju pada gadis disebelah Arfin. Sangat jujur dia, tapi amarah Wisnu tidak menyukainya. Baim dan Gilang berjalan mundur menjauhi mereka berdua, kedua lelaki itu sudah siap akan apa yang terjadi nantinya.

"Gue—"

"Tolol banget lo!" potong Wisnu. Eleena tersentak mundur beberapa langkah menjauhi Wisnu. "Seberapa miskin lo sampai-sampai harus nyuri kartu gue. Gue tau harga diri lo rendah, tapi jangan kartu gue yang lo ambil. Perempuan kayak lo yang nggak punya harga diri seharusnya nggak usah berkeliaran di sini."

Plakk

Satu tamparan mendarat dipipi Wisnu. Warna merah terpampang dipipi sebelah kanan lelaki itu. "Kalau punya mulut dijaga! Jangan cuma buat ngehina orang lain aja!" bentak Eleena. Wisnu mengelus pipinya yang baru saja ditampar Eleena.

"Berani banget lo nampar gue." Arfin mencoba mencegah Wisnu tapi lelaki itu didorong oleh Wisnu.

"Kenapa? Nggak suka? Lo bahkan pantas dapatin yang lebih dari tamparan tadi. Sikap lo lebih buruk daripada orang gila!" Eleena dan Wisnu saling menatap tajam satu sama lain. Wisnu mencengkram erat tangan Eleena dan Eleena membalas dengan mencengkram tangan Wisnu sekuat yang ia bisa.

"Wis, lo salah paham, ini—"

"Lo diem!" bentak Wisnu. Gilang dan Baim menarik Arfin untuk berdiri bersama mereka di belakang Wisnu. "Lo jangan ikut campur Fin, nanti bisa beda ceritanya," bisik Baim.

"Jangan ada yang ikut campur sama urusan gue dan cewek rendahan ini!" tegas Wisnu.

"Mulut lo bisa sopan nggak sih?!" Eleena berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Wisnu tapi Wisnu semakin menguatkan cengkramannya.

"Berapa harga lo? Lebih murah dari nominal dikartu gue?"

"Jaga ya omongan lo!" bentak Eleena, masih berusaha melepaskan cengkraman tangan Wisnu walau tangannya sendiri masih mencengkram tangan Wisnu. "Gue nggak nyuri kartu lo. Gue ketemu!"

"Ketemu? Ketemu di mana?" tanya Arfin, sengaja mengalihkan perhatian Wisnu. Lelaki itu membantu Eleena melepaskan cengkraman tangan Wisnu. "You okay?" Eleena mengangguk. "Thanks."

"Ketemu di mana El?" tanya Arfin lagi. "Di kantin. Tadi gue liat dia jatuhin kartunya dari kantung celana."

"Oh ya? Terus kenapa nggak manggil gue? Takut kalau gue ngambil kartu gue dan lo nggak bisa manfaatin kartu gue, kan?" sindir Wisnu.

"Jaga omongan lo gue bilang!" Arfin mencegah Eleena yang hendak memukul Wisnu lagi. Arfin menggeleng pada Eleena. Berusaha menenangkan gadis itu dan berhenti menganggu Wisnu.

"Heh denger ya cowok sialan, gue tadi udah manggil lo tapi telinga lo aja yang nggak berfungsi dengan baik. Makanya nggak denger teriakan gue!"

"Lo bilang gue budek?!" Eleena tersenyum. "Bukan gue yang bilang."

"Cewek rese!"

"Wis, udah!" Arfin menghentikan tangan Wisnu yang sudah terangkat untuk menampar Eleena. Wisnu menghempaskan tangan Arfin. "Lo ganggu banget sih, Fin! Segila itu ya lo sama cewek ini!" umpat Wisnu.

"Bukan gitu, lo salah paham. Kasih kesempatan El buat jelasin semuanya. Nggak semua masalah bisa diselesaikan sama amarah Wis." Arfin berusaha membujuk Wisnu.

"Lo pergi," usir Wisnu. Eleena menunjuk dirinya sendiri. "Iya elo. Lo pergi dari hadapan gue sekarang. Jangan buat gue pengin mukul lo di sini."

"Maksud lo apa, hah?!" pekik Eleena. "El udah, mending pergi sekarang. Wisnu lagi marah sama lo jangan buat dia makin marah sama lo," tutur Arfin.

"Temen lo emang nggak tau diri banget ya, udah ditolongin tapi nggak tau terimakasih. Masih mending gue balikin tu kartu, kalau nggak udah gue bakar!" ancam Eleena. Gadis itu mendekati Wisnu, menatap tajam mata lelaki yang sok ini.

"Denger ya, Wisnu Putra Aksanta, harga diri gue lebih mahal dari seluruh harta yang lo punya. Dan gue kasih lo peringatan, jangan pernah main-main sama Eleena Safira Dirgantara." Eleena menjentikkan jarinya dua kali di hadapan Wisnu. Sebelum pergi, kaki Eleena menginjak kaki Wisnu terlebih dahulu.

"Anjir!" Wisnu memekik kesakitan kakinya yang dipijak menggunakan highells milik Eleena. "Dasar cewek nggak guna! Nggak tahu diri! Awas lo ya, awas! Gue bakal balas perbuatan lo cewek gila!" Wisnu terus mengumpat di sana, tapi Eleena tak peduli. Gadis itu memasang earphone ke telinganya dan masuk ke dalam mobil.

Mobil Eleena melaju dan berhenti tepat di depan Wisnu yang kesakitan dan ketiga temannya. Eleena membuka kaca mobilnya. Dia melepaskan jepitan rambut yang ia punya lalu melemparkannya ke Wisnu.

"Harga jepitan gue bahkan lebih mahal dari nominal kartu lo itu. Tapi nggak papa, gue kasih ke lo sebagai sedekah sama orang tidak mampu." Eleena menaikkan kaca mobilnya dan pergi dari pekarangan kampus.

"Cewek gila!" umpat Wisnu. "Arfin." Wisnu menarik baju Arfin. "Gue nggak mau tau, gimanapun caranya lo bales cewek itu. Lo buat dia menderita. Kalau lo nggak bisa buat dia menderita, gue sendiri yang bakal turun tangan." Arfin menggeleng pelan. "Lo tau, kan gimana kalau gue yang buat dia menderita? Gue tau lo suka sama tu cewek, jadi sebelum gue yang buat dia menderita lo yang lakuin tugas itu."

Wisnu mendorong Arfin hingga lelaki itu hampir terjatuh. Wisnu mengutip kartu debitnya yang jatuh di tanah, dia masuk ke dalam mobilnya dan melajukan mobil itu hingga menghilang di tengah jalanan.

Arfin mengambil jepitan rambut milik Eleena. Lelaki itu menatap jepitan rambut penuh dengan penyesalan. "Maaf El," batin Arfin.

"Udah jangan sedih, mending pulang." Baim merangkul pundak Arfin. "Kita pulang bareng, lo anter gue sama Baim. Kita nggak bawa motor," imbuh Gilang.

"Yap itu benar, jadi lo anter gue sama Gilang, ayo." Baim mendorong Arfin pelan agar lelaki itu cepat berjalan dan segera mengantar mereka pulang ke rumah dengan selamat.

...***...

Tatapan Wisnu ke Eleena 😠

Tatapan jengkel Eleena ke Wisnu 😤

Arfin yang pusing 😮‍💨

Episodes
1 Prolog
2 Putra Tunggal Aksanta
3 Gadis cantik di bar
4 Laki-laki sombong
5 Keributan kecil
6 Keluarga
7 Rencana Arfin
8 Lelaki itu lagi
9 Arfin Fano Alyas
10 Perintah Wisnu
11 Malam Eleena
12 Kartu Wisnu
13 Kedekatan Arfin dan amarah Wisnu
14 Melinda menyukai Arfin?
15 Taman
16 Lumpur dan Eleena
17 Surat pemanggilan
18 Tentang masalah kemarin
19 Pertemuannya dengan seseorang
20 Kepercayaan Eleena
21 Kegundahan Arfin
22 Bertemu kembali
23 Bar
24 Malam bersama Arfin
25 Perjodohan?
26 Makan malam
27 Waktu bersamanya
28 Ide Rama
29 Arfin mundur
30 kecemburuan Putra Aksanta
31 Keisengan Wisnu
32 Kerjasama Rama
33 Drama makan malam
34 Tertangkap
35 Bantuan Eleena
36 Tidak asing
37 Malam hari di Kediaman Aksanta
38 Bunga untuk dia
39 Nomor Eleena
40 Perjodohan lagi
41 Menghindar
42 Panas
43 Kisah di kala hujan
44 Pacar Wisnu
45 Perjalanan kencan Putra Aksanta
46 Perjalanan kencan Putra Aksanta part 2
47 Sarapan di kediaman Aksanta
48 Kerikil dan Pertengkaran kecil
49 Waktu yang tak disengaja
50 Gadis itu baik
51 Sesuatu di Rooftop
52 Bujukan Arfin
53 Perjalanan ke rumah Eleena
54 Foto di nakas
55 Bunga untuk siapa?
56 Selalu Rama bukan Juna
57 Jangan bongkar identitasmu
58 Makan malam di kediaman Aksanta
59 Perlakuan romantis Putra Aksanta
60 Jepitan Eleena
61 Usulan
62 Obrolan bersama Arfin
63 Valentine
64 Kencan tanpa disengaja
65 Kencan tanpa disengaja part 2
66 Kencan tanpa disengaja part 3
67 Mengenal lebih dekat
68 Tentang Wisnu
69 Air mata di halte
70 Bersama di bar
71 Kemarahan Arjuna
72 Hujan hari ini
73 Pembicaraan bersama
74 Sakit
75 Kekhawatiran Eleena
76 Suatu Malam
77 Ungkapan perasaan Melinda
78 Undangan
79 Makan malam di kediaman Dirgantara
80 Ketidaksengajaan di makan malam
81 Cinta
82 Permintaan di bar
83 Dibohongi
84 Cinta menurut Sinta
85 Menghindar
86 Waktu bersama
87 Keributan hari ini
88 Kebingungan
89 Pertanyaan baru
90 Ketahuan
91 Ajakan ke mall
92 Mall hari ini
93 Kafe dan Arfin
94 Rumah Arfin
95 kebenaran Eleena
96 Terkejut
97 Eskrim dan Arfin
98 Pesona Putra Aksanta dan teman-temannya
99 Perseteruan
100 Menyesal
101 Today...
102 Let's break up
103 Rindu
104 Siapa itu?
105 Kecemasan
106 Eleena menghilang
107 Diculik
108 Semakin panik
109 Pencarian
110 Penyelamatan Eleena
111 Patah hati
112 Kebetulan
113 Acara Penting
114 Aksanta atau Agustama?
115 Satu persatu mulai terungkap
116 Rencana berujung Cinta
117 Pengakuan cinta
118 Perayaan patah hati
119 Fakta baru
120 Kesedihan Wisnu
121 Undangan Eleena
122 Ulang tahun Eleena
123 Air mata di ulang tahun
124 Malam keributan
125 Tragedi
126 Kritis
127 Penyesalan dan ancaman
128 Terungkapnya kebenaran
129 Penyakit
130 Lucu
131 Foto
132 Fakta Eleena
133 Kemarahan Sinta
134 Rumah Aksanta dan kegilaan di sana
135 Hari pertama di rumah Aksanta
136 Cinta Rama pada Sinta
137 Kebencian Sinta untuk Rama
138 Orang itu petunjuk
139 Perlakuan kasar Aksanta
140 Rumah Agustama
141 Semua itu rencana licik
142 Bar dan Rama
143 Setelah kebenaran itu
144 Perihal melepaskan
145 Berpisah
146 Ingin kembali berteman
147 Bebas
148 Tidak akan kembali bersama
149 Today with you
150 Perihal mengikhlaskan
151 Pesta Putra Aksanta
152 Semua yang terbaik
153 Will you marry me?
154 Gaun
155 Cincin dan Cinta
156 Janji suci pernikahan
157 Epilog
Episodes

Updated 157 Episodes

1
Prolog
2
Putra Tunggal Aksanta
3
Gadis cantik di bar
4
Laki-laki sombong
5
Keributan kecil
6
Keluarga
7
Rencana Arfin
8
Lelaki itu lagi
9
Arfin Fano Alyas
10
Perintah Wisnu
11
Malam Eleena
12
Kartu Wisnu
13
Kedekatan Arfin dan amarah Wisnu
14
Melinda menyukai Arfin?
15
Taman
16
Lumpur dan Eleena
17
Surat pemanggilan
18
Tentang masalah kemarin
19
Pertemuannya dengan seseorang
20
Kepercayaan Eleena
21
Kegundahan Arfin
22
Bertemu kembali
23
Bar
24
Malam bersama Arfin
25
Perjodohan?
26
Makan malam
27
Waktu bersamanya
28
Ide Rama
29
Arfin mundur
30
kecemburuan Putra Aksanta
31
Keisengan Wisnu
32
Kerjasama Rama
33
Drama makan malam
34
Tertangkap
35
Bantuan Eleena
36
Tidak asing
37
Malam hari di Kediaman Aksanta
38
Bunga untuk dia
39
Nomor Eleena
40
Perjodohan lagi
41
Menghindar
42
Panas
43
Kisah di kala hujan
44
Pacar Wisnu
45
Perjalanan kencan Putra Aksanta
46
Perjalanan kencan Putra Aksanta part 2
47
Sarapan di kediaman Aksanta
48
Kerikil dan Pertengkaran kecil
49
Waktu yang tak disengaja
50
Gadis itu baik
51
Sesuatu di Rooftop
52
Bujukan Arfin
53
Perjalanan ke rumah Eleena
54
Foto di nakas
55
Bunga untuk siapa?
56
Selalu Rama bukan Juna
57
Jangan bongkar identitasmu
58
Makan malam di kediaman Aksanta
59
Perlakuan romantis Putra Aksanta
60
Jepitan Eleena
61
Usulan
62
Obrolan bersama Arfin
63
Valentine
64
Kencan tanpa disengaja
65
Kencan tanpa disengaja part 2
66
Kencan tanpa disengaja part 3
67
Mengenal lebih dekat
68
Tentang Wisnu
69
Air mata di halte
70
Bersama di bar
71
Kemarahan Arjuna
72
Hujan hari ini
73
Pembicaraan bersama
74
Sakit
75
Kekhawatiran Eleena
76
Suatu Malam
77
Ungkapan perasaan Melinda
78
Undangan
79
Makan malam di kediaman Dirgantara
80
Ketidaksengajaan di makan malam
81
Cinta
82
Permintaan di bar
83
Dibohongi
84
Cinta menurut Sinta
85
Menghindar
86
Waktu bersama
87
Keributan hari ini
88
Kebingungan
89
Pertanyaan baru
90
Ketahuan
91
Ajakan ke mall
92
Mall hari ini
93
Kafe dan Arfin
94
Rumah Arfin
95
kebenaran Eleena
96
Terkejut
97
Eskrim dan Arfin
98
Pesona Putra Aksanta dan teman-temannya
99
Perseteruan
100
Menyesal
101
Today...
102
Let's break up
103
Rindu
104
Siapa itu?
105
Kecemasan
106
Eleena menghilang
107
Diculik
108
Semakin panik
109
Pencarian
110
Penyelamatan Eleena
111
Patah hati
112
Kebetulan
113
Acara Penting
114
Aksanta atau Agustama?
115
Satu persatu mulai terungkap
116
Rencana berujung Cinta
117
Pengakuan cinta
118
Perayaan patah hati
119
Fakta baru
120
Kesedihan Wisnu
121
Undangan Eleena
122
Ulang tahun Eleena
123
Air mata di ulang tahun
124
Malam keributan
125
Tragedi
126
Kritis
127
Penyesalan dan ancaman
128
Terungkapnya kebenaran
129
Penyakit
130
Lucu
131
Foto
132
Fakta Eleena
133
Kemarahan Sinta
134
Rumah Aksanta dan kegilaan di sana
135
Hari pertama di rumah Aksanta
136
Cinta Rama pada Sinta
137
Kebencian Sinta untuk Rama
138
Orang itu petunjuk
139
Perlakuan kasar Aksanta
140
Rumah Agustama
141
Semua itu rencana licik
142
Bar dan Rama
143
Setelah kebenaran itu
144
Perihal melepaskan
145
Berpisah
146
Ingin kembali berteman
147
Bebas
148
Tidak akan kembali bersama
149
Today with you
150
Perihal mengikhlaskan
151
Pesta Putra Aksanta
152
Semua yang terbaik
153
Will you marry me?
154
Gaun
155
Cincin dan Cinta
156
Janji suci pernikahan
157
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!