Tetap Menyamar

Keesokkan hari, Bima memulai aktifitas seperti biasa. Dia telah mandi dan bersiap untuk pergi bekerja. Akan tetapi, ketika dia berjalan menuju ke arah meja makan, tidak dia lihat ada makanan di sana. Bima sempat mendengus kesal, dan bahkan dia sempat ingin memanggil nama Ira untuk dia marahi. Namun, ketika dia sadar bahwa Ira sudah tidak tinggal di rumah itu, Bima mengurungkan niatnya. Kini pikirannya mengarah kepada Ibunya.

"Ibu...Ibu...." panggil Bima menuju ke arah kamar Ibunya. Lalu, tak lama kemudian, Ratna keluar dari kamarnya.

"Ada apa sih Bima? Pagi pagi kok teriak teriak?" sahut Ratna dengan kesal.

"Ibu belum memasak? Aku mau sarapan ini," ujar Bima menjelaskan.

"Tadi Ibu udah masak nasi, tapi lauknya nggak masak. Lebih baik kamu keluar sana beli lauk di warungnya Bu Salamah!" titah Ratna kepada Bima.

"Loh kok Bima sih? Nanti Bima bisa telat berangkat kerja. Kan warung Bu Salamah kalau pagi gini antri," tolak Bima. Dia enggan untuk pergi membeli lauk.

"Ya sudah, kalau gitu Ibu mandi dulu. Biar Ibu yang beli." jawab Ratna.

"Kelamaan Bu, tetap aja Bima nanti kesiangan. Lebih baik Bima cari makan di kantin kantor aja!" sahut Bima dengan kesal. Kemudian dia lekas meraih tas yang ada di meja dan segera berangkat. Selama di perjalanan dia sempat menggerutu, karena baru kali itu dia berangkat kerja dengan perut yang lapar.

Lain hal nya dengan yang di rasakan oleh Ira dan Jessi, pagi itu mereka di manjakan dengan berbagai menu makanan yang tersaji di meja makan.

"Selamat makan sayang, hari ini Oma bahagia sekali karena bisa menikmati sarapan bersama kalian," ujar Novi sambil mengulas senyum kepada anak serta cucunya.

Setelah selesai sarapan, Novi menyuruh seorang supir untuk mengantar Jessi pergi ke sekolah. Namun, Ira justru melarangnya.

"Jangan Bun, biar Ira aja yang ngantar," saran Ira kepada Bundanya.

"Loh, kenapa Nak?" tanya Novi dengan heran.

"Selagi Ira belum menerima surat cerai yang resmi dari pengadilan, kami harus tetap menyamar." Ungkap Ira.

"Oh begitu ya? Ya sudah, Bunda ikut aja apa mau kamu." sahut Novi kepada Ira. Kemudian beliau ganti bicara kepada cucunya, "Cucu Oma sayang, di antar mobilnya nanti ya, nunggu urusan Ibu kamu selesai."

"Iya Oma," jawab Jessi dengan senyum manis.

Usai berpamitan dengan Omanya, Jessi lekas berangkat ke sekolah dengan di antar oleh Ira menggunakan sepeda motor. Dan sesuai dengan dugaan Ira sebelumnya, mereka berdua melihat mobil Bima ada di depan gerbang rumah Novi. Bahkan Bima sudah berdiri menanti mereka.

"Kamu ngapain di sini Mas?" tanya Ira dengan sinis tanpa mematikan mesin sepeda motornya.

"Jangan kePEDEan kamu, aku ke sini hanya ingin memastikan apakah putriku tetap pergi ke sekolah atau tidak?" sahut Bima.

"Oh, tenang saja. Tanggung jawab ku sebagai Ibu jauh bisa di andalkan dari pada tanggung jawab kamu. Jika tidak ada keperluan lagi, kami permisi!" ujar Ira dengan nada datar. Tetapi, sebelum dia kembali melaju, terlebih dahulu dia menyuruh Jessi mencium tangan ayahnya. Meski sedikit keberatan, Jessi akhirnya mau melakukannya. Ira sama sekali tidak memberi kesempatan lagi pada Bima untuk banyak bicara, karena dia tahu Bima pasti berniat mengajak Jessi tinggal bersamanya.

"Kenapa tadi Ibu menyuruh Jessi mencium tangan Ayah? Kan Ayah sudah jahat sama kita?" tanya Jessi ketika dalam perjalanan menuju ke sekolah.

"Sayang, tidak ada alasan bagi seorang anak untuk tidak hormat kepada orang tua, meskipun orang tuanya sudah melakukan kesalahan. Kalau kita tahu mereka salah, ya kita jangan ikutan jadi salah dengan bersikap atau berkata kasar kepada mereka. Kamu mengerti kan?" tutur Ira kepada putrinya, lalu Jessi pun dengan mudah dapat menangkap makna ucapan Ibunya.

Setelah mengantar putrinya ke sekolah, Ira segera kembali ke rumah Novi. Di sana dia sudah tidak melihat mobil Bima lagi karena Bima sudah tiba di kantor meskipun terlambat.

"Kamu kemana aja sih Mas? Kok datang terlambat gini?" tanya Agnes menyambut kedatangan Bima.

"Maaf, aku tadi masih beli makan di warung karena nggak ada makanan di rumah. Biasanya kan Ira yang masak, tapi sekarang dia...." belum sempat Bima melanjutkan kalimatnya, Agnes segera menyela.

"Oh, jadi kamu nyesel udah ngusir dia? Dan sekarang merasa butuhin dia, gitu?" sahut Agnes dengan masam.

"Loh, kamu kok gitu mikirnya? Harusnya kamu ganti ngasih perhatian dong sama aku, aku ngelakuin ini semua kan demi kamu!" seru Bima dengan nada yang agak tinggi.

"Loh, kok kamu malah jadi sewot gitu Mas? Kalau kamu mau aku kasih perhatian seperti istri kamu, ya cepat nikahin aku dong!" Agnes tak kalah tinggi nada bicaranya kepada Bima.Setelah meluapkan emosinya, Agnes segera pergi meninggalkan ruangan Bima.

"Aarrgghhh, kenapa dia jadi suka menekan begini sih? Emang sial nasibku ini!" geram Bima seraya mengepalkan tangan sambil memejamkan mata melihat sikap Agnes.

Di tengah tengah rasa kesalnya, mendadak Bima dan Agnes mendapat panggilan dari Direktur Utama perusahaan. Dengan wajah yang masam, keduanya bersama sama masuk ke ruangan yang sama.

"Kita mengalami kerugian!" seru seorang Direktur Utama di kantor Bima tersebut.

"Maksud Bapak?" tanya Agnes dengan heran.

"Project baru kita gagal. Ada pihak lain yang telah mengambil alihnya!" sahut Dirut tersebut.

"Bagaimana bisa? Ini tidak bisa di biarkan!" seru Agnes kemudian.

" Lawan kita tidak main main. Adi Jaya Group bukan lah perusahaan yang mudah untuk di saingi. Bahkan mereka tidak hanya mengambil satu project kita, melainkan tiga!" jawab Dirut itu dengan kesal.

"Berarti kita mengalami kerugian?" tanya Agnes lagi.

"Apa perlu saya jabarkan lagi? Sudah baik kalian tidak saya berhentikan!" bentak Dirut tersebut dengan geram.

Bima dan Agnes hanya bisa menyimpan sebongkah amarah di dadanya tanpa bisa mereka luapkan dalam ruangan tersebut. Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain hanya diam mendengarkan amarah Dirutnya.

Setelah lima belas menit berada dalam ruangan tersebut, mereka di persilahkan untuk keluar. Dan ketika mereka telah berada di luar ruangan, Agnes kembali memancing amarah Bima.

"Ini semua gara gara kamu Mas! Kamu kurang fokus kerjanya, dan mungkin anggaran yang kamu ajukan kemaren terlalu besar sehingga ada pihak lain yang mengambil dengan anggaran yang lebih rendah!" maki Agnes dengan penuh kekesalan.

"Kamu nggak bisa menyalahkan aku gitu dong? Sebelum mengajukan anggaran itu, aku kan udah musyawarah kan dengan kamu. Bahkan kamu yang menyuruh untuk memasang nominal yang tinggi!" geram Bima menanggapi tudingan kekasihnya tersebut.

Hari itu Bima benar benar merasa terpukul dengan banyaknya kejadian yang menimpa dirinya. Antara masalah keluarga, masalah kekasihnya dan juga masalah pekerjaan. Ketika Bima sedang benar benar berada dalam masa terpuruknya, Ira justru sedang tersenyum bahagia mendengar laporan dari Pak Aris.

"Semua project itu sudah berhasil kita ambil alih Nyonya," ujar Pak Aris memberi laporan kepada Ira.

Terpopuler

Comments

Wirda Lubis

Wirda Lubis

rasain bima sebentar lagi jamu di pecat

2023-10-20

1

Diah Susanti

Diah Susanti

kirain si Agnes ini bos yg punya perusahaan, ternyata cuma atasan biasa

2023-10-15

0

andi hastutty

andi hastutty

bagus Ira

2023-10-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!