Memancing Emosi

Usai menemui Bundanya, Ira kembali pamit untuk kembali pulang ke rumah sang mertua. Sebenarnya Novi tidak rela dan merasa khawatir dengan keadaan putrinya, tetapi Ira berhasil meyakinkan sang Bunda akan rencana yang akan dia lakukan.

"Hati hati Nak, Bunda sebenarnya tidak rela kamu kembali ke rumah mertua kamu. Tapi jika itu adalah kemauan kamu, Bunda hanya bisa berdoa agar kamu selalu bernasib baik. Apa kamu tidak perlu membawa sejumlah uang untuk simpanan?" tanya Novi kepada putrinya. Lalu Ira pun menggeleng.

"Belum saatnya kita tunjukkan harta kita Bun, saat ini biarkan saja dulu mereka puas merendahkan ku. Nanti, jika saatnya tepat, barulah aku hancurkan mereka semua," tutur Ira dengan dada tatapan yang tajam menggambarkan tekadnya yang sudah bulat.

Sebelum pulang, Ira mampir dulu ke pasar untuk berbelanja. Sudah dia perkirakan, jika tiba di rumah nanti dia akan mendapat makian dari sang mertua karena pulang terlambat.

Dan benar saja, saat itu Ratna tengah mondar mandir di teras rumah menunggu kedatangan menantunya yang tak kunjung tiba. Dan setelah Ira menampakkan batang hidungnya, mulutnya segera menyambar bagai petir.

"Heh, dari mana saja kamu? Mana uang kembalian sisa belajar? Jangan sampai uang itu kamu habiskan untuk berfoya foya," cecar Ratna ketika Ira baru saja memijakkan kaki di halaman rumah. Bahkan teriakan Ratna terdengar hingga ke telinga tetangga.

"Emm, maaf Bu. Tadi Ira ketemu teman di pasar, terus dia ngajak Ira ngobrol sebentar. Ini, Ira juga di belikan banyak makanan. Kalau Ibu mau, boleh Ibu ambil," sahut Ira sembari menyodorkan satu kantong plastik berisi brownis lumer yang begitu menggoda. Namun, karena merasa gengsi, Ratna menolak pemberian Ira. Dia justru memberikan tudingan negatif kepada Ira.

"Teman? Siapa teman kamu? Laki laki atau perempuan? Dasar istri tidak tahu diri, suami lagi kerja malah enak enakan main sama teman!" hardik Ratna kepada Ira. Akan tetapi, Ira nampak begitu tenang menghadapi ocehan sang mertua. Rupanya, sebelum pulang dari rumah Bundanya, Novi membawakan sekotak brownis lumer untuk Ira. Dan makanan itu berhasil memancing emosi mertua Ira.

"Maaf Bu, tapi kan aku nggak sengaja ketemu," Ira berusaha berdalih dengan nada yang lemah.

"Alasan! Lihat saja, kalau Bima pulang, akan Ibu adukan kelakuan kamu sama dia!" ancam Ratna.

"Aduh Bu jangan dong. Lagian, Mas Bima nggak akan peduli, karena yang sekarang di peduliin Mas Bima hanya Bu Agnes. Permisi Bu," ujar Ira seraya melangkah meninggalkan mertuanya yang masih tercengang mendengar jawaban santai dari menantunya. Dan setelah Ira mulai masuk, barulah Ratna kembali berteriak,

"Heh, kalau Bima lebih memperhatikan Bu Agnes, itu karena dia lebih segalanya di banding kamu. Harusnya kamu bersyukur, jabatan dan gaji suami kamu naik berkat Bu Agnes. Kamu itu tidak pantas merasa cemburu!" seru Ratna dengan suara yang keras, tapi Ira sama sekali tidak menggubrisnya. Dan hal itu, semakin memancing emosi sang mertua karena merasa di abaikan.

Hari sudah berganti sore, tiba waktunya Bima pulang dari kerja. Raut wajahnya nampak begitu ceria, dia lekas mendekat ke arah Ibunya lalu mencium tangannya. Sementara pada saat itu, Ratna masih saja memasang wajah kucel karena kesal kepada menantunya.

"Loh, wajah Ibu kok gitu? Padahal Bima pulang membawa kabar baik loh," tukas Bima kepada Ibunya.

"Ibu kesel sama istri kamu, dia....." Belum sempat Ratna meneruskan kalimatnya, Bima lekas menyela.

"Stop! Udah Bu, jangan bahas dia dulu saat ini. Karena ada hal yang lebih penting dari pada membicarakan dia. Karena aku, baru saja di percaya Bu Agnes untuk memegang project baru. Dan lusa, aku di beri kepercayaan menjadi wakil perusahaan untuk bertemu dengan sang penanam saham terbesar di perusahaan tempatku bekerja Bu. Sungguh baik bukan, kabar yang aku bawa?" ujar Bima dengan wajah yang berseri seri. Dan kabar tersebut berhasil membuat Ratna kembali tersenyum.

"Benarkah? Syukurlah Bima, Ibu bangga sama kamu. Harusnya, kamu segera meminang Bu Agnes agar karier kamu semakin menanjak," cakap Ratna dengan begitu menaruh banyak harapan kepada atasan putranya.

"Ibu tenang saja, urusan itu sudah Bima pikirkan. Tapi, Bima tidak mau menceraikan Ira kecuali dia sendiri yang merasa menyerah lalu dengan sendirinya menggugat cerai padaku. Tentu saja hal itu aku lakukan agar reputasi ku tidak jelek di mata orang. Bayangkan jika sampai terdengar kabar, aku menceraikan istriku demi menikahi atasanku, pasti kabar buruk itu akan berpengaruh pada karierku." ungkap Doni dengan rinci.

"Cerdas sekali kamu Nak. Kalau begitu, kamu harus semakin membuat Ira tidak betah menjadi istri kamu, agar cepat cepat dia menggugat cerai," Ratna memberikan saran yang menyesatkan kepada putranya, dan sayangnya Bima pun mengangguk menyetujui.

Ternyata, percakapan mereka berdua terdengar oleh telinga Ira yang dari tadi berdiri di balik pintu dapur. Usai mendengar semua itu, Ira bergumam dalam hati.

"Kamu lihat saja Mas, sebelum kamu membuangku, aku akan menghancurkan semua harapan kamu termasuk juga kariermu. Dan aku, tidak akan terjebak dengan rencana licikmu. Sebelum aku bisa melihat kehancuranmu dan juga kehancuran atasanmu itu, aku tidak akan pernah menggugat cerai!"

Terpopuler

Comments

Wirda Lubis

Wirda Lubis

lanjut..

2023-10-19

1

andi hastutty

andi hastutty

Hem Hem Hem semangat ira

2023-10-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!