Bima tiada henti memandangi istrinya ketika mereka berada di meja makan. Meski merasa geram, tetapi tidak bisa Bima pungkiri jika istrinya itu memang cantik. Namun, ketika dia sedang memandangi bidadari di hadapannya, Bu Ratna mendadak menginjak kaki Bima agar tidak kebablasan larut dalam pandangannya.
"Aww, sakit Bu. Kenapa kakiku di injak?" tanya Bima keceplosan, dan hal itu membuat ibunya membulatkan kedua bola matanya untuk menyuruhnya diam dan tidak bicara keras keras.
Ira yang sebenarnya menyadari hal itu, hanya bisa tersenyum dalam hati. Tetapi, dia berlaga tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya.
"Ini baru permulaan Mas. Kamu lihat aja, nanti akan aku buat kamu makin tercengang, bahkan mati berdiri setelah melihat siapa aku sebenarnya!" ujar Ira dalam hati sambil terus menampakkan sikap tenang dan santai.
Usai sarapan bersama, Jessi berangkat ke sekolah bersama Bima. Sementara Lala bersiap siap untuk pergi ke pasar.
"Heh, mau kemana kamu?" tanya Ratna dengan kasar ketika dia lihat menantunya tengah membawa dompet dan tas.
"Mau ke pasar dong Bu, kan ini tugas Ira setiap hari," jawab Ira dengan santai.
"Ganti dulu baju kamu, lalu hapus make up itu kalau mau ke pasar!" titah Ratna.
"Loh kenapa harus begitu Bu?" tanya Ira dengan heran.
"Kamu itu mikir nggak sih? Ke pasar dengan dandan seperti itu tanpa suami, mau kamu kasih lihat siapa penampilan kamu itu? Selingkuhan kamu?" cecar Ratna tanpa basa basi.
"Apa Bu? Selingkuhan? Maaf Bu, aku tidak seperti putra Ibu yang tukang selingkuh. Lagian, kalau aku dandan begini, itu karena aku menghormati Mas Bima. Masak, suaminya kerja kantoran tapi istrinya pakai daster dan mukanya kusam? Nanti di kira orang Mas Bima itu pelit sama aku Bu. Meski kenyataannya memang begitu, tapi setidaknya cukup aku saja yang tahu. Orang orang di luar sana, cukup tau baiknya saja. Bukannya itu perbuatan mulia bagi seorang istri Bu?" Ira justru membalikkan pertanyaan kepada sang mertua.
"Kamu sekarang benar benar berani melawan ya?" bentak Ratna dengan mata yang terus melotot.
"Udah Bu, ini udah siang. Nanti keburu banyak sayur dan lauk yang pada abis kalau kesiangan. Lebih baik, nanti Ibu bicara aja sama Mas Bima. Dia pasti lebih paham arti ucapanku tadi. Permisi Bu," ujar Ira sambil berlalu meninggalkan mertuanya yang masih termakan emosi.
"Ira, tunggu Ira!" teriak Ratna memanggil menantunya yang sudah mulai keluar dari rumah.
"Dasar, menantu tidak tahu diri! Apa kamu tidak ingat dari mana kamu berasal? Harusnya kamu itu terima kasih sama Bima, masih untung dia mau menikahi perempuan yatim piatu dan tuna wisma seperti kamu!"
Seketika langkah Ira terhenti mendengar kalimat itu. Bahkan dia berbalik badan dan berjalan mendekat ke arah mertuanya. Hal itu sempat membuat Ratna keder, karena perubahan sikap Ira yang nampak tenang tapi tegas itu memang berhasil membuat mertuanya sedikit gusar.
Mengira jika menantunya akan marah lalu menamparnya, tetapi yang Ratna lihat, Ira justru tersenyum manis dengan mengucapkan satu kalimat.
"Siapa bilang aku yatim piatu dan tuna wisma Bu?"
Sontak pertanyaan itu membuat Ratna tercengang, tetapi beliau lekas menjawab pertanyaan itu.
"Apa maksud kamu bertanya seperti itu? Bukankah dulu kamu sendiri yang mengakuinya?" tanya Ratna dengan wajah yang tegang.
"Iya, tapi itu kan dulu Bu, bukan sekarang." jawab Ira dengan singkat, lalu kembali memutar badan dan meninggalkan ibu mertuanya yang semakin di buat gusar dengan kalimatnya.
"Tidak. Dia pasti hanya sedang mempermainkan aku saja!" ujar Ratna mencoba tidak mempercayai ucapan Ira. Tetapi, kegelisahannya tidak bisa dia singkirkan, sehingga dia lekas menelpon Bima untuk menceritakan kejadian pagi itu.
"Apa? Dia bilang seperti itu?" sahut Bima di telepon, ketika ibunya berhasil menghubunginya.
"Iya. Ibu juga tidak percaya. Tetapi, ucapannya terdengar begitu serius. Apalagi melihat perubahan penampilan dan sikapnya, sepertinya ada rahasia yang dia sembunyikan.Kamu harus hati hati dengan istri kamu Bima, dan jika perlu, kamu cari tahu kebenarannya!" titah Ratna kepada putranya.
"Baik Bu, nanti Bima akan segera bertindak." jawab Bima kemudian lekas mematikan panggilannya.
Lima belas menit kemudian, Bima tiba di kantornya usai mengantar putrinya ke sekolah terlebih dahulu. Kedatangannya di sambut oleh atasan sekaligus selingkuhannya.
"Selamat pagi Mas Bima, kenapa masih pagi kok loyo begitu? Apa kamu sakit?" sapa Agnes.
"Pagi juga sayang, aku sehat sehat saja. Tapi aku lagi ada beban pikiran," sahut Bima seraya mengecup kening atasannya tersebut. Satu kebiasaan yang sering mereka lakukan jika ketemu di kantor. Tanpa beban dan dosa, mereka berlaga seolah sepasang kekasih pada umumnya.
"Masalah apa sih Mas? Penting banget kayaknya? Apa soal pekerjaan? Kan kita bisa bahas bersama?" timpal Agnes.
"Bukan soal pekerjaan. Tapi soal Ira," jawab Bima apa adanya.
"Istri kamu? Memangnya kenapa dia?" tanya Agnes dengan wajah sinisnya. Begitu nampak rasa cemburunya ketika Bima bicara mengenai istrinya.
"Dia sekarang banyak berubah. Dari penampilannya, sikapnya dan cara bicaranya. Dan Ibu curiga jika dia berselingkuh di luar sana, sehingga Ibu menyuruhku untuk menyelidikinya," ungkap Bima, dan sontak penjelasan itu semakin membuat Agnes terbakar api cemburu.
"Oh, jadi sekarang kamu mulai kepikiran dan takut kehilangan dia? Atau jangan jangan kamu mulai ragu untuk menceraikan dia?" tanya Agnes semakin memperlihatkan rasa tidak sukanya.
"Loh, loh, loh. Kamu kok malah salah paham begitu? Siapa yang takut dan ragu? Memangnya aku lelaki bodoh? Jelas jelas ada bidadari di hadapanku, masak iya aku sia siakan begitu saja?" tukas Bima mengeluarkan rayuan mautnya dan berhasil membuat atasannya tersebut melambung tinggi. Rasa cemburunya mendadak padan setelah di buai oleh rayuan Bima.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Wirda Lubis
lanjut.
2023-10-19
1
andi hastutty
dasar heem
2023-10-08
1