Agnes yang saat itu duduk di ruang tamu yang tak jauh dari pintu kamar Ira, tentu dengan jelas menangkap suara istri sah Bima tersebut. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk berpamitan.
"Aku pulang saja Bu!" seru Agnes kepada Ratna. Mendengar Agnes bicara kepadanya, Ratna segera menoleh untuk menahannya.
"Loh, loh, loh Nak Agnes kenapa buru buru? Ayo sini duduk lagi, Bima sebentar lagi keluar kok," ujar Ratna berusaha merayu Agnes dengan menahan lengannya. Dan setelah itu, Ratna kembali memberi perintah kepada Ira dengan nada yang kasar.
"Ira, cepat panggilkan Bima. Suruh untuk segera keluar!" titah Ratna kepada Ira. Namun sayangnya, tanggapan Ira justru semakin membuat Agnes geram.
"Maaf Bu, Ibu aja yang panggil Mas Bima di kamar mandi. Sepertinya dia mandi keramas, makanya lama. Ira mau tengokin Jessi apa sudah mandi atau belum?" sahut Ira seraya keluar dari kamarnya dan hendak berjalan menuju ke kamar Jessi. Tentu saja hati Agnes semakin kepanasan ketika melihat Ira keluar kamar hanya mengenakan handuk kimono dengan rambut yang basah. Apalagi Ira juga bilang jika Bima mungkin juga sedang mandi keramas. Agnes sudah tidak tahan lagi, dia sudah membulatkan tekad untuk meninggalkan rumah Bima. Dia merasa begitu di permainkan, karena Bima sengaja memperlihatkan kemesraannya dengan Ira ketika dirinya berada di rumahnya.
"Sudah Bu, nggak perlu panggil Mas Bima. Sepertinya dia begitu sibuk. Aku pulang saja!" tegas Agnes sekali lagi. Ratna semakin panik ketika melihat Agnes begitu marah dan tersinggung. Dan lagi lagi dia menyalahkan Ira sebagai penyebab semua itu, padahal seharusnya Ira memang punya hak yang penuh akan Bima yang masih resmi menjadi suaminya.
"Duh Nak Agnes, jangan marah begini dong sayang. Ibu yakin dia hanya sengaja memanas manasi kamu. Bima itu udah nggak sudi lagi sama dia, apalagi menyentuhnya," Ratna masih berusaha menenangkan hati Agnes. Dan kali itu Agnes sedikit mencerna ucapan Ratna.
"Apa benar hanya begitu? Sepertinya memang benar, lagian Mas Bima kan udah benci banget sama istrinya," ujar Agnes dalam hati. Dia pun kemudian mulai sedikit tenang, lalu berniat untuk duduk kembali. Dan ketika baru saja dia hendak meletakkan pinggulnya di sofa, Bima pun keluar dengan begitu panik sambil meminta maaf.
"Aduh, maaf sayang. Kamu pasti lama ya nunggunya. Itu tadi aku ngantri kamar mandinya nungguin dia," ujar Bima sembari mendekat ke arah Agnes, lalu memegang kedua lengannya. Bukannya Agnes yang menjawab, melainkan Ratna yang lebih dulu menyela.
"Kamu ini memang keterlaluan Bima. Kamu tega membuat Nak Agnes menunggu sangat lama. Untung saja Nak Agnes nggak keburu pulang!" cecar Ratna kepada putranya. Namun sayang, upaya mereka tidak berhasil menahan Agnes lagi, karena pandangan matanya hanya tertuju pada leher Bima yang penuh dengan tanda cinta berwarna merah gelap. Sejak Bima keluar dari kamar, mata Agnes langsung tertuju ke sana, dan sayangnya lagi Bima tidak menyadari semuanya.
"Mandinya ngantri atau memang mandinya berdua Mas? Lebih baik jangan pernah temui aku lagi sampai tanda di leher kamu itu hilang!" seru Agnes sembari melepas tangan Bima dari lengannya dengan kasar. Sontak Bima segera memegangi lehernya, karena dia belum menyadari apa yang sudah di lihat oleh Agnes.
"Tanda di leher?" tanya Bima dalam hati dengan heran. Dan pertanyaan itu seketika mendapat jawaban dari Ibunya.
"Astaga Bima, keterlaluan kamu!" lirih Ratna tepat di telinga Bima dengan kedua bola mata yang melotot melihat leher putranya banyak cap warna merah.
Setelah Bima mengingat jika tadi Ira terlalu liar dalam bermain, barulah dia sadar bahwa Ira adalah pelakunya. Dia segera meminta maaf dan merayu kekasihnya yang benar benar di makan api cemburu.
"Sayang, kamu dengar sayang. Aku tidak sengaja, aku sendiri tidak sadar jika leherku....." ucapan Bima mendadak di sela oleh suara Ira.
"Kenapa harus minta maaf sih Mas? Kalau dia yang melakukan, dan aku yang marah, baru kamu harus minta maaf. Tapi ini yang ngelakuin aku loh Mas, istri sah kamu. Terus kenapa dia yang marah? Emang dia siapa?" tanya Ira dengan santai tapi terlihat berani. Dan lagi lagi Ratna yang ikut bersuara.
"Eh, eh, eh, jelas lah Bima harus minta maaf. Karena dia sudah mengecewakan Nak Agnes yang sedang bertamu di sini, dan sudah membuatnya lama menunggu. Lagian aku yakin Bima hanya kamu jebak, karena sebenarnya Bima sudah tidak sudi lagi menyentuhmu!" maki Ratna kepada Ira. Tetapi sayangnya, istri Bima itu kini benar benar punya mental baja dan memiliki seribu bahasa untuk mematikan lidah mertuanya.
"Oh, jadi dia kan cuma tamu Bu? Lalu kenapa dia marah marah sama Mas Bima? Itu berarti tamu tidak tahu diri... Dan satu lagi, jangan bilang aku yang menjebak. Coba tanyakan ke putra Ibu sendiri. Tadi kamu menikmati permainan kita kan Mas? Buktinya kamu sampai..." kali itu ganti Agnes yang menyela ucapan Ira.
"Sudah cukup! Aku udah muak dengan drama kalian! Aku sudah tidak mau berbelit belit lagi Mas, sekarang kamu pilih aku atau dia? Titik!" teriak Agnes dengan mata yang mulai memerah. Tentu Bima di buat gusar dengan pertanyaan itu. Di satu sisi dia tentu begitu menginginkan Agnes, tetapi di sisi lain namanya akan tercemar jika sampai terdengar kabar bahwa dia menceraikan istrinya demi menikahi atasan. Di tengah tengah rasa bimbangnya, Ratna justru semakin menyudutkan Bima.
"Ayo Bima, sebagai laki laki kamu harus tegas! Cepat tentukan pilihan. Dan kamu pasti tahu kan pilihan mana yang paling terbaik untuk kamu dan Ibu!" timpal Ratna.
"Iya Mas, aku capek kamu gantung terus. Aku juga butuh kepastian. Dan kamu juga harus ingat kalau aku sudah ternoda olehmu. Jadi kamu harus bertanggung jawab Mas!" Seru Agnes kembali meluapkan emosinya.
Sementara Ira, saat itu hanya sebagai pengamat. Dia belum kembali bersuara lagi hingga Bima yang lebih dulu bersuara. Karena sebenarnya dia juga sudah lelah dengan hubungan mereka, dia ingin lepas dari jerat rumah tangga Bima lalu melihat kehancuran suaminya tersebut.
Setelah diam beberapa waktu, akhirnya Bima pun bersuara.
"Tolong beri aku waktu," ujar Bima seraya menundukkan kepala. Dan jawaban itu tentu begitu mengecewakan Agnes dan juga Ratna.
"Apa kamu bilang Mas? Kamu minta waktu? Jadi kamu masih ragu padaku?" tanya Agnes sembari menggelengkan kepala dengan air mata mulai meleleh.
"Bima, jangan bodoh kamu!" caci Ratna kepada putranya.
Ketika melihat suaminya terpojok, barulah Ira kembali angkat bicara.
"Kamu memang suami yang bijak Mas. Untuk memutuskan akan menikah dan bercerai, itu memang bukan soal sepele. Tetapi kamu memilih untuk kembali berpikir, aku salut sama kamu Mas. Aku rela kamu cerai, asal itu atas kesadaran kamu, bukan karena emosi apalagi paksaan!" tegas Ira seraya melirik ke arah mertuanya yang selama ini mendesak putranya untuk menceraikan dirinya demi menikahi seorang atasan di kantor Bima.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Wirda Lubis
lanjut
2023-10-20
1
andi hastutty
lebih cepat cerai lebih bagus
2023-10-08
1
Patrish
👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
2023-08-19
1