Mauren melangkah mendekati kedua insan yang tengah saling berhadapan itu. "Sudah cukup, aku sudah mendengar penjelasan dari kalian berdua. Mau tidak mau, kau sudah menikah dengan suamiku."
"Tapi Mauren, bagiku cuma kau satu-satunya istriku. Percayalah pada penjelasanku, aku dijebak oleh wanita bodoh ini."
"Mas, tidak sepantasnya kau berkata seperti itu. Bagaimanapun juga, dia adalah istrimu!" Mendengar perkataan Mauren, tentunya Sean sangat kecewa. Dia hanya bisa mengepalkan tangannya disertai rahang yang terlihat mengeras serta melirik sinis pada Bunga. Rasa benci pada gadis itu kian menyelimuti hatinya, apalagi saat melihat sikap Mauren seakan lebih percaya pada gadis itu dibandingkan dirinya. Pasalnya, dia sangat yakin jika dirinya sama sekali tidak menyentuh tubuh gadis itu sedikitpun.
Mauren menatap lekat pada Bunga. "Benar begitu kan, kalau suamiku sudah menyentuhmu?" Bunga yang mendapat pertanyaan seperti itu, terlihat begitu gusar, dia balas menatap wajah wanita yang saat ini sedang memandangnya dengan begitu lekat. Wajah itu, begitu cantik seperti barbie dengan tatapan yang teduh.
Sebenarnya Bunga tidak ingin berbohong pada wanita cantik itu, tetapi dia tidak punya pilihan lain selain meneruskan kebohongannya. Dia tak ingin orang-orang desa dan ibu panti terkena dampak dari kebohongannya itu, meskipun kebohongan itu juga terdengar sangat jahat bagi laki-laki yang saat ini sudah menikahinya. Dengan terpaksa, Bunga pun mengangguk pelan tanpa suara.
Mauren yang melihat anggukan itu, tak mampu lagi menahan laju air matanya. Apa yang selama ini dia takutkan akhirnya terjadi juga di dalam hidupnya. Sean yang ia pikir sangat mencintainya, mungkin mulai bosan padanya hingga mulai main belakang dengan seorang gadis yang usianya jauh lebih muda darinya, begitu yang ada dipikiran Mauren. "Baiklah kalau begitu, sekarang masuk ke dalam kamarmu," sahut Mauren lemas.
Wanita itu, lalu memanggil pembantu rumah tangga mereka. "Bibi.. Bi Arni!" panggil Mauren. Tak berapa lama, seorang wanita paruh baya datang mendekat ke arah mereka. "Tolong bawa gadis ini ke kamar kosong, biarkan dia istirahat di sana," ujar Mauren. Pembantu rumah tangga itu menatap Bunga dengan tatapan kecut, tentu saja dia paham dengan apa yang telah dialami oleh majikannya. "Ayo ikut saya," ujarnya, dengan tatapan mata mendelik seolah tidak suka pada Bunga.
Bunga pun menunduk sambil berjalan mengekor di belakang wanita paruh baya itu, lalu sedikit melirik ke arah Sean yang duduk di sofa seraya menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Sedangkan Mauren, tampak berdiri mematung dengan tatapan datar.
"Maafkan aku, aku sebenarnya tidak berniat membuat rumah tangga kalian berantakan seperti ini. Aku memang bodoh, aku berbuat hal ceroboh yang sudah merugikan orang lain, tapi percayalah aku akan memperbaiki keadaan ini. Aku akan berusaha mempertahan rumah tangga kalian agar tetap harmonis. Aku sadar, aku hanyalah benalu di dalam rumah tangga kalian. Tenang saja, setelah aku menyelesaikan semua permasalahan ini, aku akan pergi dari kehidupan kalian," batin Bunga.
Sedangkan Mauren, saat ini sudah mengusap air matanya, dia kemudian menatap Sean sambil menahan air mata yang sebenarnya sudah tak mampu lagi dia bendung. Dengan suara parau, dia berbicara pada Sean yang masih takut menatap wajahnya. "Aku tahu, aku tahu kekuranganku, Mas. Tapi, apa tidak bisa kau menungguku sebentar saja? Aku tahu, kau menikahi gadis itu karena kau ingin mempunyai keturunan kan? Namun asal kau tahu Mas, saat kau pulang, aku sebenarnya ingin memberikan sebuah kado terindah untukmu. Tetapi, sebelum aku memberikan kado itu, sialnya kau lebih dulu memberikan kado tak terduga padaku."
Mauren tak kuat lagi untuk melanjutkan perkataannya, dia lalu berlari ke dalam kamar sambil melempar sebuah benda pipih di lantai. Dengan cepat, Sean beranjak dari sofa untuk mengejar Mauren. Tetapi, atensinya tiba-tiba tertuju pada sebuah benda pipih di atas lantai. Reflek, dia pun mengambil benda itu yang ternyata sebuah alat tes kehamilan dengan dua garis yang tertera di alat tersebut.
"A-apa? Kau sedang hamil, Mauren?" gumam Sean seraya menahan rasa sakit di dada. Seketika, hidupnya begitu hancur. Dia sangat menginginkan buah hati dalam kehidupan rumah tangganya dengan Mauren, tetapi saat buah hati itu sudah datang, dia menghancurkan kebahagiaan itu dengan membawa seorang wanita yang saat ini menjadi istri keduanya. Sean hanya bisa berdiri mematung, menahan rasa sakit yang bergumul di dada. Seluruh tubuhnya bergetar, tak tahu harus berbuat apa. Setelah kembali pada kewarasannya, Sean mendekat ke kamar mereka lalu mengetuk pintu dengan keras berkali-kali.
"Sayang aku mohon, percayalah padaku. ini semua fitnah, dan aku sama sekali tidak berniat menduakanmu. Aku mohon dengarkan aku, Mauren!" Mauren menangis sejadi-jadinya dibalik pintu, begitu pula dengan Sean, yang saat ini menempelkan punggungnya pada daun pintu kamar karena Mauren tak kunjung membukakan pintu, keduanya sibuk dengan luka hati masing-masing.
Sementara itu, Bunga yang mendengar teriakan Sean dari dalam kamarnya tampak begitu gundah. Saat ini, dia tengah duduk di tepi ranjang seraya membuang nafas lemah. "Tuhan kenapa jadi seperti ini? Apa lebih baik aku pergi saja sekarang?" gumam Bunga sambil melipat bibir bawahnya. Dia lalu bangkit, kemudian mondar-mandir di dalam kamar tersebut. "Ya, sebaiknya aku harus pergi dari rumah ini. Aku tidak mau membuat hubungan suami istri itu semakin bertambah hancur berantakan, lebih baik aku pergi sekarang juga. Ini adalah keputusan terbaik."
Bunga pun beranjak keluar dari kamar tersebut, meskipun ragu untuk bertemu dengan Sean dan juga Mauren, tetapi dia mencoba memantapkan hatinya, karena tidak ingin merusak lebih jauh pernikahan sepasang suami istri itu. Begitu sampai di depan kamar Mauren, Bunga menghentikan langkahnya, sedangkan Sean menatapnya dengan tatapan yang begitu mematikan, seolah dia ingin menerkam wanita itu. Nafasnya pun terlihat begitu menderu, menandakan amarah yang begitu besar di dalam dada saat melihat Bunga.
"Tu-tuan, saya akan pergi dari kehidupan kalian. Maafkan aku, kalau sudah mengganggu hidup kalian. Anda bisa menalak saya sekarang juga," ujar Bunga seraya menundukkan wajahnya. Sean pun tersenyum masam. "Bagus kalau kau sudah sadar dengan kesalahanmu, sekarang tolong katakan pada istriku kalau kau sudah memfitnahku!" Bunga mengangguk, lalu mengetuk pintu kamar itu.
TOK TOK TOK
"Nyonya, bisakah kita bicara sebentar?" ucap Bunga, namun tidak ada sahutan dari dalam kamar. Hingga, hampir setengah jam lamanya mereka berdiri di depan kamar Mauren, Sean akhirnya membuka suaranya kembali. "Sepertinya, sudah tidak ada yang perlu dijelaskan. Lebih baik, kau pergi sekarang juga, masalah pernikahan ini, akan kuselesaikan saat aku mengunjungi desamu lagi. Sekarang pergi dari kehidupan kami!" bentak Sean.
"Baik Tuan, kalau begitu saya akan pergi sekarang juga." Bunga lalu melangkahkan kakinya menjauh dari kamar Mauren, namun saat dia baru berjalan beberapa langkah, terdengar suara pintu yang terbuka. "Jangan pergi, tetaplah di sini dan jadilah maduku!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Deviastryveads_
waduhhh😱. jangan pergi tetaplah jadi mauku🤦🏻♀️, duh sungguh kau wanita sabar maur, udah tw dimadu tp ttp saja ga mau madunya pergi.
btw apa Maurin memang bs nerima sungguhan ap cuma settingan ttg madunya itu? 🤔
2023-06-11
1
Ainisha_Shanti
MashaAllah... baiknya Nauren. semoga Nauren betul2 ikhlas menerima Bunga menjadi madunya
2023-06-11
0