Pov : Tompi
Aku masih berkutat dengan beberapa dokumen. Kak Tisha menghubungiku. Tumben, pikirku. Setelah mendengar penjelasan kakak iparku itu, kepalaku menjadi berdenyut.
Mamah mau menjodohkanku dengan anak om Sus, yang katanya sakit mental? Maksudnya apa coba? Mamah mau punya menantu yang mentalnya sudah rapuh? Atau apa sih? Kalau hanya ingin menjauhkanku dengan Widya, ini sudah di luar batas.
"Nanti sore aku ke rumah, ya? Kepalaku pusing." Aku menghubungi calon istriku. Suaranya cukup membuatku tenang.
"Monggo, titip belikan coklat panas, ya?" sahutnya dari seberang.
Aku mengiyakan permintaannya. "Berapa, Yang?"
"Tiga, aku, kamu, Gandi."
"Anak RB?" tanyaku lagi.
Dia malah tertawa, akupun ikut tersenyum mendengar tawa itu. "Mereka es teh saja. Kantong lagi ngajak ngirit."
Aku menunggu jam pulang kerja, terasa begitu lama. Setiap menit kutengok jam. Perasaan masih saja jamnya, tidak berputar. Ternyata jam tanganku mati. Hadeh. Pantas saja beda dengan yang di dinding.
Ternyata sudah lewat sepuluh menit. Aku segera keluar kantor, mampir membelikan coklat panas dan es teh. Setelah itu, mobilku bergerak menuju rumahnya. Aku masih sembunyi-sembunyi dari Gandi.
Jika anak Widya sedang les ataupun ekstra kurikuler, barulah aku datang ke rumah. Wanita itu menyambutku dengan senyuman. Macam istri yang menunggu suaminya pulang. Ah, bahagianya aku.
"Assalamu'alaikum, Mamah. Papah pulang ..., hi-hi-hi," seruku mulai dari depan mobil. Beberapa orang menoleh ke arahku. Biarkan saja mereka tahu, janda satu ini sudah aku stempel, hanya milik Tompi, titik.
Widya tertawa mendengarku mengatakan itu, "Wa'alaikum salam, orang gila memang! Mana keras lagi suaranya."
Aku hanya meringis menampilkan barisan gigiku. Kusodorkan tanganku agar dia menyalamiku. Bukan disalami, malah ditepis dengan keras. Aku masuk ke dalam rumah dan duduk sendiri tanpa dipersilahkan, iyalah calon tuan rumah masa harus dipersilahkan?
Widya membawakan cemilan untukku. Bakwan dan mendoan yang dipadukan dengan sambal kecap, wih nikmatnya. Aku menceritakan apa yang aku dengar dari kak Tisha. Dia menanggapiku malah dengan tawa.
"Mamahmu aneh banget sih, Mas. Apa karena orang tuanya si wanita itu berpengaruh?" tanyanya sambil mengunyah bakwan.
Kalau dipikir-pikir, memang om Sus kedudukannya tinggi. Pasti karena hal ini mamah semakin bertingkah. Dasar mamah!
"Jadi?" lontarnya padaku.
"Apanya?" balasku
Dia membersihkan sudut bibirnya dengan tisu, "Kamu mau nggak?"
"Ya jelas nggak to. Gila ya aku sampai mau sama pilihan mamah. Aku maunya sama kamu. Ini lho dijidatku, Tompi untuk Widya, Widya untuk Tompi. Paham?" Karena gemas, aku mencubit pipinya. Saat asyik berdua, Gandi datang dan melihat tingkah kami. Aduh, kena lagi aku.
Widya menyambut anaknya dan pamit sebentar menyiapkan makanan. Ada beberapa pasien yang sudah menunggu wanita itu untuk melakukan pemeriksaan. Selesai mempersiapkan keperluan Gandi, dia meninggalkanku untuk bekerja.
"Mumpung Gandi di rumah, dekati sana." Widya memakai jas putih sambil menepuk bahuku.
Aku berjalan agak ragu menuju dapur. Kulihat calon anak lelakiku sedang makan. Aku menarik kursi dan duduk berhadapan dengannya. Matanya menatapku penuh tanya.
"Kaki kamu masih sakit, Gan?" Aku mencoba memilih obrolan yang tepat.
Dia hanya menggelengkan kepalanya. Jariku mengetuk meja berulang, tanda aku benar-benar tidak menemukan topik untuk mengobrol dengannya. Kami sama-sama membisu penuh keheningan. Sampai suara cicakpun terasa mengancam.
"Om sudah makan?" Gandi tiba-tiba menanyakan sesuatu padaku. Ah, sungguh! Ini bukan ilusi kan?
"Om belum makan, kenapa?" Aku berharap dia mengatakan sesuatu lagi.
"Memang mamah tidak menawarkan Om makan?" Yes! Sepertinya anak ini mulai luluh denganku.
Aku menggelengkan kepala. Memang Widya tidak menawarkan makan padaku. "Boleh Om minta sedikit?" tanyaku.
Gandi mengangguk, dia hendak mengambilkanku sendok tapi kucegah. "Om pakai sendok Gandi saja. Coklatnya jangan lupa diminum. Tadi di sekolah belajar apa saja, Nak?"
Aku menyuapkan sesendok nasi dan oseng kangkung ke mulutku. Enaknya. Dia menceritakan harinya di sekolah. Gandi ingin aku mengajarinya tentang matematika. Alhamdulillah, mungkin ini jalan bagiku untuk memenangkan hati Gandi. Semoga.
"Om pacaran sama mamah?" Pertanyaan itu secara cepat keluar dari mulut seorang remaja. Tentu saja aku kaget mendapatinya. Bagaimana dia bisa tahu? Apa Widya memberitahunya? Ah, rasanya tidak mungkin.
Kami berdua janji merahasiakan hubungan ini. Tapi, kenapa Gandi dengan gamblangnya mengatakan aku pacaran dengan mamahnya? Aku sampai terbatuk.
"Tolong jangan buat mamah sedih dan nangis lagi ya, Om." Permintaan itu. Apa ini artinya dia merestui kami? Sebentar, aku tidak ingin terlalu cepat mengambil kesimpulan. Aku bertanya maksud dari ucapan Gandi.
Takut jika nantinya salah mengartikan. Gandi menjelaskan padaku. Beberapa kali memergoki mamahnya sedang bercanda dan tertawa dengan ponselnya. Dia menduga bahwa itu aku. Saat mengecek daftar panggilan, ternyata memang namaku yang sering dihubungi Widya.
"Kamu ..., setuju mamah dan Om menjalin hubungan?" tanyaku penasaran.
Gandi menganggukkan kepalanya. Itu tandanya dia merestui kami. "Boleh Om mempersunting mamahmu dan menjadikan kamu anak Om?"
"Memangnya Om masih mau menganggap Gandi sebagai anak Om? Aku tidak pernah baik terhadap Om." Remaja laki-laki ini sedang mengutarakan isi hatinya.
Aku tidak pernah menganggapnya tidak baik. Justru sikap Gandi ini wajar. Aku adalah orang asing untuknya, yang mencoba masuk dalam hidupnya. Pantas ia berbuat acuh.
Kudekatkan kursiku lalu mengusap kepalanya. "Om tidak hanya sayang sama mamah. Om juga sayang sama Gandi."
Kugenggam tangannya dan nengucapkan terima kasih padanya karena telah memberikan restu padaku. Setelah beberapa bulan berjuang, anak ini mau membuka hatinya untukku. Terima kasih ya Gandi, kamu membuat langkah kami yang terhenti, maju kembali.
Saking senangnya, aku memeluk Gandi. "Do'akan kami dapat restu mbah uti sama akung juga ya, Nak."
Gandi membalas pelukanku. Ah, senangnya aku. Di balik berita tidak mengenakkan tentang rencana mamah, ternyata terselip hikmah.
"Kenapa pada pelukan?" tanya Widya mengejutkan kami berdua.
Gandi mengakhiri makannya lalu segera membersihkan peralatan makan itu. Widya masih kubiarkan bingung dengan apa yang dilihatnya.
"Gandi mandi dulu," selorohnya sambil menyahut handuk di jemuran.
Widya memaksaku untuk menceritakan hal selama ditinggalnya kerja. Aku menuturkan semua yang mengalir begitu saja. Wanita ini berkaca-kaca mendengarnya. Dia berlari menuju kamar anaknya.
Aku tidak henti-hentinya mengucap syukur. Terbayar sudah kesabaran kami menekuni Gandi. Sungguh, aku sangat bahagia saat ini.
Widya kembali dan mengucapkan terima kasih padaku.
"Dipeluk, dong!" pintaku.
"Peluk Gandi lagi sana." Widya masih saja tidak mau kami melebihi atas interaksi. Tapi, bagus sih. Wanita ini memang bisa menjaga marwahnya dengan baik.
Aku mendapat telepon dari mamah. Memintaku untuk segera pulang karena akan mengajakku untuk menjenguk seseorang. Aku mengiyakan permintaannya. Tapi bukan untuk sekarang, melainkan besok.
Aku sudah janji pada calon anakku, bahwa akan mengajarinya matematika. Aku ingin menemani calon keluargaku dulu. Mengenyampingkan urusan lain, termasuk permintaan mamah.
Widya menawarkanku untuk makan. Aku mengangguk. Sakit kepalaku hilang dengan sendirinya. Obatnya adalah makan. Ha-ha-ha. Dasar aku.
"Enak?" tanyanya. Aku mengangguk. Kuminta dia menyiapkan bekal untuk makan siangku.
"Aku kalau pagi belum masak, Sayang." Widya menuangkan air putih untukku. "Tidak ada yang mengantar kesana."
"Antarkan kamu sebentar to, Mah. Titipkan di pos penjagaan. Nanti Papah yang ambil sendiri," pintaku memaksa.
Akhirnya dia mau mengirimkan makan siang untukku. Gambaran seperti ini, sudah cukup mewakili keluarga cemara kan, guys?
Do'akan aku untuk bisa merebut hati calon mertuaku ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
klrga cemara??
pinus kaliiikkkkk
wkwkwk
2024-11-08
1
martina melati
bikanny pusing krn soal matematika???
2024-11-06
1
Bunda Aish
yaaa..... semoga lancar ya mas Tom dan di mudahkan sama Mak yang nulis cerita nya 🙃😉
2023-09-04
1