Ingin Bersama

Pov : Widya

Aku terdiam membisu mendengar pernyataan itu darinya. Aku ingin menolaknya. Membuat hatinya patah dan membenciku. Menjauh dan hidup masing-masing seperti dulu.

Aku masih ingat betul dengan ucapan tante Wanda. Beliau tidak akan merestui hubungan kami. Apalagi abah, orang tuaku tidak akan merestuiku jika aku menjalin hubungan dengan seorang polisi, hanya polisi ya, bukan abdi negara lainnya.

Tompi menjentikkan jemarinya. Aku tersadar dan mengerjapkan mata.

"Aku butuh jawaban, Widya," seloroh Tompi masih memegang tanganku.

Aku segera menariknya, "Maaf, Tom. Aku tidak bisa."

"Kenapa?" Tampak kekecewaan dari wajahnya. "Kamu hanya pura-pura, kan?" imbuhnya.

Aku menggelengkan kepala. Aku benar-benar menolaknya. Banyak pertimbangan jika aku menerima cinta lelaki ini.

"Aku tidak bisa bersamamu. Carilah wanita lain, yang diharapakan oleh tante Wanda. Aku juga tidak mau menyusahkanmu karena kamu akan mengalami kesulitan menghadapi abah dan juga Gandi."

Tompi sangat frustasi, sampai memukulkan kepalanya ke setir mobil. Pasti sakit. Aku mencoba mengusap-usapnya.

"Sakit?" Aku menempelkan air dingin ke dahinya.

Lelaki itu menepis tanganku. "Apa karena lelaki tadi?"

"Bukan! Bukan karena dia. Ini murni jawaban dari hatiku, Tom." Aku masih saja berusaha mengelak.

Tompi menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi. Memejamkan mata lama. "Tolong, lebih baik kita hidup masing-masing. Jangan saling usik lagi. Aku tidak mau kamu susah hanya karena aku," kataku.

Tidak ada sahutan. Apakah dia tertidur? Bagus sekali pria ini. Setelah menyatakan cinta, langsung tidak berkutik lagi. Aku mencoba membangunkannya.

Tampan sekali sahabatku ini. Semakin berumur, terlihat semakin menawan saja dia. Hush! Sadar Wid. Jangan mengaguminya, atau kamu akan terlibat dalam masalah lebih besar.

Namun, tidak dapat aku pungkiri. Aku terpesona olehnya. "Tom, bangun." Aku menguatkan imanku untuk tidak semakin terlena akan ketampanan itu.

Pria itu masih saja bergeming. Masa iya dia pingsan? Atau ia mengalami serangan jantung gara-gara kutolak cintanya? Aduh, bahaya jika memang hal yang kukhawatirkan terjadi. Aku coba menepuk bahunya, masih saja tidak ada sahutan.

Tiba-tiba saja ada tangan lebar dan besar membawa kepalaku, mendarat ke dada dengan wangi parfum bacarat itu.

"Lepasin, Tom!" gertakku padanya sembari berusaha lepas dari pelukannya.

"Mari berusaha bersama agar yang kita takutkan bisa terlewati dengan ringan. Kamu menjawab pernyataan cintaku, tidak dengan hati. Lebih memilih menyembunyikannya lagi daripada membiarkannya berbunga."

Tompi selalu saja tahu isi hatiku. Dia ini punya indra keenam atau apa, sih? Pasti ketahuan dengan mudahnya.

"Jujurlah, atau tidak aku lepaskan." Pilihan yang sangat amat tidak menguntungkanku dari sisi manapun.

"Rintangannya banyak."

Lelaki itu berkata tidak apa-apa. Asal denganku baginya halangan sesusah dan seberat apapun akan mudah dilalui.

"Lepaskan dulu, sakit ini kepalaku," lontarku padanya.

Akhirnya dia melepaskan. Aku mulai menjelaskan alasan kami tidak bisa bersama mulai dari diriku sendiri. Sudah aku katakan, aku hanya akan menikah dengan orang yang satu visi denganku. Yaitu, membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah serta membangun keluarga yang penuh kasih.

Jujur, dalam pernikahanku yang telah gagal kemarin visi itu tidak tercapai. Aku tidak memiliki imam yang satu tujuan denganku. Yang kedua adalah tentang abah. Beliau tidak akan mau menerima Tompi sebagai menantunya sampai kapanpun. Hal itu karena dulu orang tuaku pernah dikhianati sahabatnya, yang seorang polisi.

"Abah pernah dijebloskan ke penjara. Perkaranya waktu itu, abah dipaksa oleh temannya untuk menarik uang plastik STNK, padahal itu gratis. Disaat bersamaan, ada pemeriksaan dari BPK. Abah dijadikan tumbal atas perbuatan kawannya itu."

Aku menunggu suatu kalimat keluar dari mulutnya. Nihil. Dia masih penasaran.

"Ibu kalang-kabut mencari uang jaminan waktu itu sebesar lima juta. Sampai akhirnya kepala kantor abah saat itu berani menjamin bahwa karyawannya tidak akan melakukan hal itu lagi. Saat keluar dari tahanan, abah bersujud di depan tiang bendera polres. Dia berjanji bahwa tidak akan bersahabat dengan polisi, dan tidak akan mengizinkan turunannya menjalin hubungan dengan profesi itu."

Tompi masih mendengarkanku dengan seksama. "Yang terakhir adalah Gandi."

Dia menggembungkan pipinya lalu membuang napasnya. "Yang ketiga aku akan mencoba minta restu anakmu. Ayo hadapi bersama. Aku yakin akan mendapatkan hal ini, Wid. Alasan yang pertama juga aku siap memenuhinya. Untuk abah ..., nanti kita cari cara, begitupun dengan mamah."

Kini giliranku menatap lekat manik hitam itu. Tidak ada kebohongan disana. Hanya ada rasa sayang yang dia pancarkan untukku. Bagaimana ini?

Kuputuskan untuk jujur. Aku memberanikan diri untuk memulai lagi menjalin hubungan, dengan sahabatku. Semoga takdir baik berpihak pada kami. Aamiin.

"Oke," jawabku singkat. Tompi mengerutkan keningnya, bingung. "Iya, oke," ulangku untuk kedua kalinya.

"Oke untuk?"

"Untuk menerima cintamu! Puas? Hmm?" Aku menjadi salah tingkah sendiri. Kubesarkan AC mobilmya karena mulai kepanasan.

Tompi tertawa. Apanya yang lucu? Apa dia tidak tahu rasanya mengucapkan jawaban itu? Sangat berat!

Dia masih tertawa senang karena jawabanku. Kubiarkan ia menampakkan barisan giginya yang rapi. Aku mengambil lagi siomayku.

"Minta," rengeknya.

"Nggak! Ini punyaku! Punyamu sudah habis!" Tak rela aku berbagi makanan itu. Aku juga lapar.

"Mah," panggilnya lembut sembari menatapku penuh damba.

Aku tidak berani menoleh. Diriku hanya bisa menahan senyum sembari menundukkan kepala. Panggilan itu terasa spesial sekali untukku, meski Gandi biasa menyebutku begitu.

"Berjanjilah untuk tidak meminta berhenti di tengah perjuangan. Atau salah satu dari kita akan terluka untuk selamanya." Tompi mengusap kepalaku dengan lembut. Suasana macam apa yang dia ciptakan saat ini? Aku takut. Tatapannya seperti sangat mengidamkanku.

"Ayo cari makan ..., Mas." Kuubah panggilanku untuk lebih menghormatinya.

"Cie, panggilan baru buat aku. Panggil sayang juga boleh, atau apa ya? Oh ini, Papahnya Gandi." Lelaki ini memang ngelunjak. Baru saja diterima cintanya sudah minta panggilan yang aneh-aneh.

"Taklukkan dulu hatinya Gandi, baru nanti aku panggil kamu dengan sebutan itu."

Dia menyalakan mesin mobil lagi, "Siap, Sayang."

Aku tidak tahan dengan panggilan itu. Aneh. Biasanya kami langsung panggil nama. Ini berubah secara tiba-tiba. Mobil mulai melaju pelan. Aku masih menikmati siomayku.

"Kita backstreet dulu ya, Sayang. Perlahan saja. Oh ya, jangan ladeni si Han." Tompi mulai menampakkan rasa tidak sukanya pada mas Han.

Aku hanya mengangguk. Posesif sekali pacarku ini. Entah apa lagi yang akan terjadi setelah ini. Kini aku lebih mantap dalam melangkah, meski kutahu jalan kami tidak akan mudah. Hanya tekadnya yang bulat membuatku berani berjuang bersama-sama

Mobil berbelok ke rumah makan yang menyajikan menu ayam dan bebek goreng. Kami turun bersama. Ini yang aku suka dari Tompi, sejak dulu dia tidak pernah menyuruhku pesan makanan.

Tompi menyuruhku mencari tempat duduk. Sedangkan dia memesankan makanan untuk kami. Sangat berkebalikan dengan lelaki di luar sana, bukan?

Makanan datang, masih panas. Dia mengambil ayamku lalu menyuwirnya menjadi bagian lebih kecil, tanpa kuminta. Perhatian yang tidak pernah hilang dari seorang Tompi. Itu yang membuatku dulu jatuh hati padanya.

Aku Widya, kuputuskan ingin bersamanya.

Terpopuler

Comments

Mukmini Salasiyanti

Mukmini Salasiyanti

eng ing eng......
fighting!!!!!


wkwkwk

2024-11-08

1

Bunda Aish

Bunda Aish

semangat Wid & Tom 💪🏻 kalau jodoh Insya Allah ada jalan nya....

2023-09-04

1

Choco_33

Choco_33

Alhamdulillah, Seneng ya Mas Tompi, cinta puluhan tahun nya akhir nya diterima.

2023-07-13

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!