Pertolongan Tompi

Pov : Tompi

Aku baru saja selesai rapat virtual. Bergegas menuju tempat acara reuni. Berpamitan pada mamah. Mas Tugas dan keluarganya juga ikut menghadiri acara reuni itu karena hari ini yang akan ikut reuni adalah dari tiga angkatan. Karena kami hanya beda dua tahun, maka kakakku juga akan ada disana.

Aku sudah ditelepon para sahabatku. Kalian tahu? Dulu kami itu punya grup band namanya Cerdas Band. Kenapa Cerdas Band? Aku juga tidak tahu, mungkin karena kami berempat anak-anak cerdas. Bukannya aku sombong, tapi memang kecerdasan kami lebih dibandingkan anak lain.

Rencananya hari ini kami akan manggung lagi setelah puluhan tahun tidak manggung. Aku hanya bisa berdo'a agar tidak main kejar nada. Kami tidak melakukan latihan apapun.

"Memangnya kenapa kalau dia sudah datang?" tanyaku pada Galang. "Dia sendirian? Benar-benar sendirian? Anaknya? Ya sudah, biarkan saja. Kalau dia menyapaku ya balas kusapa, kalau nggak ya ..., mau tak culik aja!"

Galang tertawa dari ujung sana. Memang apa yang lucu dari ucapanku? Aku benar-benar akan menculik Widya jika dia tidak mau menyapaku. Sudah puluhan tahun terpisah masih juga mendiamkanku? Bukankah itu keterlaluan?

Aku mencari parkir. Agak jauh karena banyak yang sudah datang lebih dulu. Saat aku selesai absen ternyata orang yang tadi ingin aku culik sedang dihina habis-habisan oleh teman kami. Ingin segera aku menarik tangannya dan mengatakan dia bodoh.

Kenapa masih terus duduk disitu dan mendengarkan celaan mereka? Ayolah, Wid. Kita bukan anak SMP lagi. Suarakan bentuk penolakanmu. Mana pertahananmu? Haruskah aku datang menolongmu?

"Hati-hati lho kalian, disini ada janda baru. Jaga tuh suami kalian. Kalau perlu ikat sama diri kalian." April dengan begitu kurang ajarnya mengatakan hal itu. Dan, kalimat itu terlontar dengan sangat keras hingga beberapa orang menoleh ke mereka.

Aku berharap dia akan bilang, "Maaf selera saya bukan suami-suami kalian." Atau apalah. Setelah sekitar sepuluh menitan dihajar oleh kata-kata menyakitkan itu, wanita itu beranjak pergi. Mau kemana dia?

Aku mencegah langkah kakiku agar tidak mengikutinya. Sayangnya, hati ini merasa kasihan sehingga ingin mengejarnya. Kuputuskan untuk mengikuti perlahan.

Suara tangisan itu lagi. Ya, tangisan kekecewaan dan kekesalan yang sangat mendalam. Dulu aku pernah mendapatinya menangis di depan kamar mandi karena didiamkan oleh satu kelas kami. Perkara apa? Dia dituduh melakukan pembohongan publik karena kendaraan yang akan digunakan studi lapangan beda dengan kenyataannya.

Aku juga heran kenapa satu kelasku mau saja dibujuk untuk mendiamkannya. Sampai tiga hari dia dikucilkan. Jika dia mau berteman lagi dengan mereka, ia harus bersedia sujud dan meminta maaf pada semua warga kelas.

Mengerikan bukan pembulian zaman kami? Dan hari ini, aku kembali mendengar tangisan itu pecah. Banyak yang melihat ke arah kami, hingga aku takut dikira membuatnya sedih.

Kulepaskan jas yang menempel di badan. Kupakaikan sebagai penutup kepala, agar dia lebih leluasa untuk menangis.

"Luapkan saja dulu, aku akan menunggumu," ucapku.

Dia malah bangkit dan menatapku. Wajah itu masih saja sama. Tidak menua sama sekali.

"Jongkok lagi, nangisnya terusin dulu." Aku mencoba menutupi rasa kagumku padanya.

Kini dia malah menangis tersedu di depanku. Aku menjadi kelabakan. Mas Tugas dan keluarganya lewat.

"Kalian ngapain disini?" tanyanya. Belum sempat aku jawab, dia sudah bertanya lagi. "Lu apain anak orang sampai nangis begitu? Gue aduin ke mamah lu bikin anak orang nangis."

"Mami, ini tante Widya, mamahnya Gandi." Rania mengenalkan sahabatku pada Kak Tisha.

"Oh, assalamu'alaikum Mamah Gandi. Kalian saling kenal?" tanya Kak Tisha pada Widya.

"Wa'alaikum salam, iya Mami Rania. Kami satu angkatan. Adik kelasnya mas Tugas juga." Widya menghapus air matanya.

"Panggil Tisha aja," pinta kakak iparku.

"Dia lebih muda dari Kakak." Aku menerangkan perbedaan usia mereka.

"Oh, kalau gitu panggil kakak saja, atau sama seperti Tompi, kakak ipar juga boleh. Iya kan, Tom?"

Keluarga ini memang selalu kompak dalam hal menyudutkan dan menggodaku.

"Absen sana, Mas. Aku masih ada urusan." Aku memberikan kode agar kakakku segera menjauh.

Setelah mereka menjauh aku melihat lagi wajah itu. "Masih mau nerusin nangisnya?" Dia menggelengkan kepala.

"Wajahmu berantakan. Benerin dulu makeup-nya." Tanpa persetujuan darinya, aku gamit tangannya yang lembut itu dan aku giring masuk ke dalam mobilku.

Aku duduk berdua di dalam mobil. Tanpa ada yang memulai percakapan. Dia menghela napas. "Minta minum," rengeknya.

"Tunggu disini, aku belikan sebentar." Aku segera turun dari mobil dan mencarikan minum untuknya.

Lucu juga momentum pertemuan kami. Andai dulu aku bisa mengatakan hal yang kusimpan rapi hingga saat ini. Huft, sudahlah, dia menunggu air minum ini.

Saat aku kembali ke dalam mobil, aku melihatnya sudah ceria lagi. Ya, begitulah Widya yang aku kenal. Dia bisa menjadi bunglon dan berkamuflase untuk menutupi dirinya yang rapuh.

"Nih, jasmu. Makasih ya ..., Tom." Dia segera mengambil air minum yang kubawa.

Aku memakai jasku kembali. "Apa kabar?" hanya itu kalimat yang mampu aku utarakan untuk membuka percakapan.

"Alhamdulillah, sehat. Kamu sendiri?"

Aku mengangguk, "Sama. Maaf kemarin waktu jemput Rania aku tidak menyapamu."

"Oh, tidak apa-apa. Aku kira kamu sudah lupa denganku," jawabnya.

Kami kembali terdiam. Lalu tiba-tiba dia meminta maaf padaku.

"Maaf dulu aku menjauhimu. Aku berhutang maaf akan hal ini."

Aku menyandarkan kepalaku di sandaran kursi. Lalu menatap wajah itu dari arah samping. Semakin cantik. "Kenapa?"

"Ya pokoknya ada sesuatu yang membuatku harus menjauhimu."

Dia menoleh ke arahku. Mata kami saling bicara. "Apa karena mas Tugas?" tebakku.

Dia hanya terdiam. Ku anggap itu benar. Ya, begitulah keluargaku dalam menentukan kualitas hidup. Harus berstandar tinggi.

"Besok lagi kalau ada yang menghina kamu, tapi kamu cuma diam saja, telepon aku. Biar aku masukin mereka ke dalam sel, atas pasal perbuatan tidak menyenangkan." Aku mengambil ponselnya dengan cepat dan mencoba membukanya.

Kuketik nomor ponselku di perangkat canggih milik Widya. Tersambung. Ternyata dia mengganti nomor teleponnya. Tapi, di layar android milik Widya sudah tertera nomorku. Apa selama ini dia memiliki kontakku tapi tidak pernah mau menghubungiku?

Seakan tahu isi pikiranku, dia menjelaskan hal itu. "Dulu waktu kamu nikah aku itu mau titip ucapan dan bingkisan ke Harsa. Sayangnya, waktu itu dia juga tidak bisa datang, kan? Aku diberikan kontakmu oleh dia."

"Kenapa nggak datang di pernikahanku?" Aku sangat penasaran akan hal ini. Dia beralasan karena ada acara. "Acara untuk menghindariku, kan? Nggak siap lihat aku sama yang lain, ya?"

Berani sekali diri ini menggoda janda anak satu itu. Kalau mamah sampai tahu, pastilah Widya lagi yang kena getahnya.

"Dih! Nggaklah! Serius aku waktu itu ada acara. Sudah jangan dibahas. Ayo turun, aku daritadi diteror Shofi nih."

"Tadi berangkat sama siapa?" Aku tidak peduli dia minta turun. Pokoknya rasa penasaranku yang sudah menggunung harus tuntas.

"Sama Shofi," jawabnya.

Aku heran dengannya, padahal sahabatnya itu dulu pernah ikut mendiamkan Widya gara-gara masalah itu. Semenjak itu aku tidak suka dengan Shofi. Dia tidak berhak menerima predikat sahabat.

"Nanti pulang biar aku yang antar. Aku tidak suka kamu dekat lagi dengan Shofi. Sahabat kok nggak bisa membela temannya. Itu namanya bukan sahabat."

"Nggak usah, aku bisa pulang sendiri, Tom." Dia menolak ajakanku. "Aku takut Gandi salah paham dengan kita."

Baiklah, sepertinya aku harus mengalah saat ini. Kami turun dari mobil. Tanpa persetujuan darinya, aku menggamit tangan mungil itu. Dia memberontak tapi kuabaikan. Semua mata memandang kami. Hingga April dan para anteknya terperangah.

Kami saling melempar senyum. Itu kuartikan dia setuju dengan ideku untuk melakukan pembohongan publik.

Terpopuler

Comments

martina melati

martina melati

hahaha. polisi mah siap tangkap badan y

2024-11-06

1

martina melati

martina melati

emang sih apa pun alasanny... buntut2ny jd bersitegang malah berantem, pi yere??

2024-11-06

1

martina melati

martina melati

betulkn reuni maut tuh... bukan berharap jelek lho, nti pas karma pasangan april yg selingkuh bgm???

2024-11-06

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!