Pov : Author
Rendi menurunkan Gandi tepat di lobby hotel. Dia harus segera ke kawasan ruko Pasar Johar untuk mengambil barang dagangannya. Ia mengambil guci dan vas dari tanah liat beserta bunga hiasan. Nantinya barang-barang itu akan dijual olehnya.
Rendi bertemu dengan penjual yang sudah dianggapnya saudara. Melunasi sisa pembelian barang dan segera mengangkutnya menuju pelabuhan. Semua vas dan guci itu akan diangkut oleh kapal barang.
Setelah selesai, lelaki itu segera pulang menuju hotel tempatnya menginap. Dia harus segera mengepak barang dagangan yang masih ada di kamar hotel. Beberapa lusin bunga plastik, guci dan vas dari penjual lain, dan juga pernak-perniknya.
Saat kembali ke hotel, Rendi berjalan sambil mengetik sebuah pesan. Dia tidak memedulikan jalannya, hingga dia menabrak seorang lelaki tinggi jangkung.
"Maaf," ucapnya masih terpaku pada ponsel.
Tompi yang hampir saja ketahuan hanya menjawab tidak apa-apa. Berharap Gandi bisa menjaga rahasia untuk tidak mengatakan pada bapaknya bahwa mereka baru saja bertemu. Dia memastikan bahwa mantan suami Widya masuk ke kamarnya. Ternyata persis di samping kamar Gandi.
"Kenapa harus pisah kamar dengan anaknya sendiri? Aneh." Tompi memicingkan mata memikirkan alasan Rendi dan Gandi tidak satu kamar.
Tompi kembali bersama rekannya. Mereka saling tukar informasi untuk membentuk sebuah fakta.
"Tadi lelaki itu pergi ke kawasan ruko Pasar Johar. Lalu dia mengangkut beberapa vas dan guci dari penjual disana menuju pelabuhan. Ternyata barang-barang itu diangkut oleh sebuah kapal barang bernama Intan Bahari. Sudah sih, itu saja, Ndan." Bowo memberikan informasi yang telah dilihatnya kepada Tompi.
Kini giliran lelaki itu menyampaikan hasil pengintaiannya. "Aku bingung, kenapa mereka pisah kamar ya? Maksudnya, bukannya seorang bapak lama terpisah sama anak ingin selalu menempel satu sama lain? Aneh kan, Wo?"
Bowo mengangguk setuju. "Tapi mungkin itu anaknya yang minta, kan bisa jadi karena sudah pisah lama, agak merasa canggung gitu, Ndan."
"Oh, jadi begitu. Lalu tadi Gandi aku beri uang untuk beli jajan, tapi katanya dia akan dibelikan oleh bapaknya. Baru akan, Wo. Gila ya, bapak macam apa coba nggak meninggalkan uang untuk beli jajan?" Tompi bertanya lagi pendapat Bowo.
Bowo melongo mendengar cerita Tompi. Wah, kalau ini bukan gila lagi. Terlewat pelit. Bapak macam apa yang bisa melakukan hal begitu? Setidaknya berikan anak itu pegangan uang, misal butuh sesuatu yang penting dia sudah ada pegangan uang.
"Jadi, ini kita pulang atau gimana, Ndan?"
Tompi menarik kesimpulan bahwa Rendi akan segera pulang ke asalnya, karena barang dagangan sudah dimuat. Apakah mungkin Rendi mempercepat kepulangannya? Hendak membawa lari Gandi dari mamahnya?
"Astaghfirullah ...," ucap Tompi membuat Bowo menoleh heran.
"Kenapa, Ndan?" tanyanya.
Tompi mengusap wajahnya, melihat waktu yang kini telah memasuki malam. "Kamu salat dulu, Wo. Nanti gantian."
Bowo melaksanakan perintah Tompi. Sedangkan lelaki itu masih mengamati sekitaran hotel. Dia memutuskan untuk menghubungi Widya.
"Dia nggak bilang pulang tanggal berapa? Masalahnya barang dagangannya sudah diangkut oleh kapal. Aku takut hal yang kamu khawatirkan terjadi." Tompi menjelaskan dengan hati-hati.
Widya langsung histeris mendengarnya. "Apa maksud kamu dia akan membawa Gandi turut serta ke Sungai Ambawang? Tidak! Itu tidak boleh! Gandi milikku!"
Tompi panik mendengar teriakan Widya. Dia berharap ada keluarga yang menemani sahabatnya.
"Tenang, Wid, tenang. Aku akan terus berjaga disini sampai tahu rencananya. Tenang, ya? Nggak, kamu nggak perlu kesini. Do'akan saja Gandi mau aku bujuk untuk pulang. Oke?" Tompi mengakhiri panggilan itu.
Bowo selesai salat, kini giliran Tompi. Saat baru saja pergi salat, ada sebuah mobil berwarna kuning parkir di depan mobil mereka. Mesin mobilnya mati, tapi pengemudi tidak segera turun.
Bowo menjadi curiga dengan mobil ini. Segera dia mengirim pesan pada Tompi. Ia menunggu pergerakan dari mobil ini. Belum ada yang berubah.
Tompi segera masuk mobil dengan perlahan, hingga menutup pintu saja tidak ada suaranya. Mereka merendahkan sandaran kursi. Mulai melakukan pengintaian.
"Kamu yakin dia target kita?" tanya Tompi.
Bowo menggeleng, "Cuma punya firasat saja seperti akan ada yang terjadi."
Tompi ingin sekali menayar kepala rekannya itu. Tapi, sudahlah, tidak ada salahnya mencoba mengintai mobil di depan mereka. Tepat! Dugaan Bowo seratus persen akurat.
Seorang wanita dengan baju agak terbuka berdiri di samping pintu mobil. Seorang lelaki berlari menemui wanita itu.
"Tepat sasaran!" ucap kedua polisi itu. Tompi segera merekam kelakuan Rendi dengan seorang wanita itu. Baru saja masuk mobil, sudah langsung mulai saja aksi mereka itu.
Tompi mencari cara agar kamera flashnya tidak mencurigakan bagi mereka. Sayangnya, dia kebingungan. Bowo menepuk bahunya.
"Ndan, lihat." Bowo tidak berkedip melihat remaja laki-laki itu berdiri di depan mobil warna kuning itu.
Gandi melihat secara langsung kelakuan bapak kandungnya dengan wanita di dalam mobil. Mereka bermesraan dan bercumbu. Jadi ternyata ucapan mamahnya benar, dan bapaknya membohonginya?
Tompi tertegun melihat Gandi. Dia segera mematikan rekamannya dan menyalakan mesin mobil hingga lampu sorotnya mengenai mobil itu. Rendi menoleh ke arah cahaya.
Lelaki itu menghentikan kelakuan sembrononya. Gandi masih mematung di depan mobil itu. Lalu Rendi turun untuk menjelaskan sesuatu yang semestinya tidak terlihat oleh anaknya.
"Jangan salah paham dulu, Nak. Bapak sedang meniup matanya yang kemasukan kotoran." Rendi mencoba merangkul anaknya.
Brak! Gandi mendorong tubuh bapaknya hingga terjengkang mengenai kap mobil. Amarah menguasai anak itu. Tompi takut jika kemarahan itu meledak dan menimbulkan kerugian. Lelaki itu segera turun lalu memeluk Gandi.
Terasa ada sesuatu yang hangat membasahi kaos Tompi. Dia memberikan waktu bagi Gandi lebih bisa bersikap tenang. Rendi mencoba memisahkan pelukan mereka, sehingga remaja itu minta dilepaskan dari pelukan Tompi.
Baiklah Tompi melepaskan pelukannya. Sedikit minggir agar mereka memiliki waktu untuk bicara.
"Bapak membohongi Gandi, kan?" suaranya bergetar, seakan takut mengetahui kenyataan.
Rendi masih mencoba mengelak. Dia bersikeras tidak ada hubungan apa-apa dengan wanita di dalam mobil itu. Membuat Gandi semakin mencapai puncak amarah dan bicara dengan berteriak.
"Aku bukan anak kecil yang bisa Anda bohongi. Aku datang kesini untuk mencari pembenaran atas ucapan mamah. Bodohnya aku selalu menyalahkan mamah atas yang terjadi pada kalian." Gandi berhenti sejenak karena kerongkongannya sakit.
"Ini adalah jawabanku atas ajakan Anda. Aku akan selalu disini, di sisi mamah. Silahkan Anda menjalani kehidupan bebas, dan jangan pernah ganggu hidupku dan mamah! Gandi anggap tidak pernah punya bapak." Remaja laki-laki itu pergi, Rendi mencoba menahannya.
Tompi meminta Bowo untuk mengawal Gandi yang telah pergi meninggalkan Rendi. Dia mendekatinya, lalu beradu pandang.
"Kamu itu sudah melukai hatinya, Bung. Masih mau menusukkan belati lebih dalam? Gandi melihat sendiri bagaimana kelakuan Anda tadi. Itu sudah merupakan bukti kuat untuknya. Sudah cukup. Lakukan seperti keinginannya." Tompi mengatakan hal itu dengan berkacak pinggang.
"Kamu itu siapa? Kenapa ikut campur urusan kami?" tanya Rendi sedari tadi belum tahu siapa lelaki di hadapannya itu.
Tompi mengulurkan tangan, tapi Rendi enggan untuk berjabat tangan. Dasar sombong.
"Kenalkan, Tompi, calon Papahnya Gandi." Tompi menunggu reaksi dari Rendi. Tepat! Lelaki itu hendak menghajar wajahnya, dengan mudah ditepis olehnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
great job, tom!!!
2024-11-06
1
M⃠Ꮶ͢ᮉ᳟Asti 𝆯⃟ ଓεᵉᶜ✿🌱🐛⒋ⷨ͢⚤
😱 calon papahnya Gandi
2023-06-28
3
Syala Yaya (IG @syalayaya)
Wih, Pak Tompi keren 👏👏👏
2023-06-13
1