Peringatan Tisha

Pov : Author

Rustini sedikit terkejut dengan rencana yang diinginkan Wanda. Pasalnya, dia tahu kakak sepupunya itu adalah orang yang tidak mau rugi dalam hal apapun. Ia takut, jika nanti anaknya hanya akan dijadikan alat untuk meraih sesuatu.

Rustini menyeruput teh hijau miliknya. Rasanya pahit seperti kehidupan putrinya. Ya, anak tengah Rustini seorang wanita yang ditinggalkan suaminya saat dia sedang mengandung. Setelah itu, bayi yang dilahirkannya mengalami asfiksia berat sampai harus merenggut nyawanya.

Trauma yang mendalam membuat beberapa orang takut menjodohkan anak mereka dengan putri Rustini. Tapi, kenapa malah kakak sepupunya sendiri yang menginginkan ada perjodohan diantara mereka?

"Mbak, kamu tahu keadaan anakku, kan?" tanya Rustini sembari memotong sedikit pie.

Wanda mengangguk. "Dia sudah akan keluar, kan? Aku dengar ia sudah jauh lebih baik. Tidak histeris lagi, jarang marah-marah, tidurnya lebih teratur, dan sudah bisa diajak komunikasi dua arah. Bukankah itu tandanya dia sudah sembuh?"

Rustini mengangkat bahunya pertanda tidak tahu. Tapi, benar yang dikatakan Wanda. Anaknya mengalami kemajuan yang pesat.

"Apa Tompi tahu hal ini?" tanya Rustini lagi.

Wanda memasukkan potongan waffle terakhir ke dalam mulutnya. Tidak, anaknya tidak tahu hal ini. Putranya tidak boleh tahu. Yang penting Tompi bisa lepas dari Widya dan karirnya bisa menjulang tinggi.

"Aku meminta Tisha datang menjemputku kemari. Kamu mau aku antar pulang sekalian?" tanya Wanda mengalihkan pembicaraan.

"Tidak masalah, berapa anak Tisha sekarang?" Mereka mengobrol santai sembari menunggu Tisha datang.

"Tiga, Putra di IPDN sebentar lagi pendidikannya selesai, Wisard baru saja masuk kedokteran UNDIP, dan Rania masih sekolah SMA kelas sepuluh." Ponsel Wanda berdering.

Panggilan masuk dari Tisha. Menanyakan keberadaan mertuanya. Setelah bertemu, Tisha menyalami keduanya. Rustini terkagum-kagum dengan kecantikan Tisha.

"Ngobrolnya serius banget nih, Tante Rus. Sampai Tisha tidak diajak." Tisha mencoba mengakrabkan diri dengan dua orang lansia itu.

Rustini tertawa kecil, "Hanya ngobrol masalah perjodohan."

Kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Rustini membuatnya bingung. Antara siapa dan siapa? Begitulah kebingungan Tisha jika bisa diartikan.

"Tompi sama anak tante Rus, Mah?" tanya Tisha bersikap seolah-olah polos.

Wanda mengangguk, "Tapi anaknya setuju semua, kan? Takutnya nih, salah satu tidak setuju dan membawa kerugian di salah satu pihak."

Wanda melirik menantunya dengan tatapan membunuh. Banyak bicara sekali menantunya itu. Jangan sampai karena kedatangan Tisha, membuat rencananya berantakan.

Wanda mengakhiri obrolan itu dan segera pamit meninggalkan Rustini. Sesampainya di mobil berwarna hitam doff itu, Tisha didiamkan oleh mertuanya. Wanita itu tidak mengambil hati atas sikap mertuanya itu.

Saat sampai di rumah, Tisha meminta waktu untuk bicara berdua dengan mertuanya. Dia ingin meluruskan pemikiran mamah mertuanya itu. Seakan-akan kini wanita yang dulu sangat ia sanjung, berubah menjadi wanita yang gila pangkat dan harta.

"Mamah tahu kan keadaan anak tante Rus? Mentalnya kurang sehat lho, Mah." Tisha mulai bernegosiasi dengan mertuanya.

"Dia akan sembuh." Wanda menanggapinya dengan enteng.

Tisha tidak setuju akan hal itu. Namanya penyakit mental itu tidak akan bisa sembuh total. Yang diserang adalah memori otak, ini bukanlah hal sepele. Tisha menelaah dengan hati-hati rencana mamahnya itu.

"Apa karena om Sus bisa membantu Tompi naik pangkat, Mah?" Tisha teringat kembali pertengkarannya dengan Tugas.

"Apa dulu Tisha dipilih juga karena bisa membantu jalan mas Tugas? Berarti dulu Mamah hanya pura-pura menyayangi dan perhatian pada Tisha?" Hening, tidak ada sahutan dari Wanda. Hal ini diartikan Tisha sebagai jawaban iya.

"Wah, ternyata Tisha salah menilai Mamah ya? Tisha kira, Mamah orang yang cerdas, pemikirannya terbuka, sehingga membuat aku segan dan begitu menghormati Mamah. Tapi saat ini penilaianku untuk Mamah salah. Jangan sampai Mamah menyesal. Meskipun om Sus bisa membantu Tompi naik jabatan, tapi itu bukanlah cara yang pantas, Mah."

Tisha menatap Wanda penuh intimidasi. Ini kali pertama wanita itu berani melakukan hal itu.

"Apa salahnya jika Tompi mendapatkan Widya? Widya juga bukan wanita sembarangan kok, Mah. Bidan mandiri, mentalnya sehat, dan berhati baik. Kurang apa lagi? Harusnya Mamah mencari menantu itu yang bisa mengurus Mamah nantinya, bisa mendo'akan Mamah kalau sudah mati," lontar Tisha tidak dapat membendung lagi ucapan kurang sopannya itu.

Wanda langsung membelalak, "Kamu mendo'akan Mamah cepat mati?"

"Tidak, tapi rata-rata usia kematian di Indonesia saat ini berkisar 60-70 tahun." Santai sekali menantu satu ini menanggapi mertuanya yang sudah hendak meledak karena amarah.

"Tisha peringatkan Mamah, kalau sampai mas Tugas terlibat hal ini, aku akan meninggalkannya. Meminta ayah untuk mempersulitnya dalam masa tugas setelah tidak adanya aku."

Tisha berdiri dan pamit dari rumah mertuanya. Dia segera memberitahu Tompi tentang rencana gila mamah mertuanya. Berharap adik iparnya itu menemukan cara agar rencana lansia itu tidak jadi terlaksana.

Tompi berterima kasih pada kakak iparnya itu. Hanya dia satu-satunya orang yang mau membantunya.

Tisha masih merasa kesal dan tidak habis pikir. Pangkat itu tidak dibawa mati, pikir wanita cantik itu.

"Awas saja mas Tugas melakukan hal gila itu. Mamah tuh apa nggak mikir, ya? Masa mau menjodohkan anaknya dengan wanita yang mentalnya sudah sakit begitu? Memangnya tidak ada kandidat lain lagi? Astaghfirullah, Mamah! Tisha tidak habis pikir!" gerutu wanita itu seorang diri sembari menghapus riasan wajahnya.

Saat Tugas pulang ke rumah, Tisha langsung mencecarnya dengan tuduhan-tuduhan yang mana membuat hati Tugas kesal.

"Memang kamu kenal sama anak om Sus? Bisa mengatakan dia sakit mental segala." Tugas sengaja mengambil kaos dengan cara sembarang tarik.

"Jelas tahu! Kan Bu Nugroho rumahnya dekat om Sus. Dia juga cerita tentang anaknya. Ingatkan tuh mamah kamu!" Tisha kembali merapikan baju milik suaminya.

Tugas hanya diam saja, "Awas ya kalau kamu bantu mamah, aku bakal ninggalin kamu. Anak-anak kubawa semua. Aku akan minta ayah untuk mempersulit tugasmu setelah kita pisah!"

Tugas menoleh karena kaget. Kalimat istrinya menakutkan baginya. "Ini kan rencana mamah, kenapa jadi kita yang ribut, sih?"

"Ya karena kamu suka sekali membantu rencana mamahmu yang busuk itu." Tisha merapikan tempat tidurnya.

"Itu mertua kamu, Mi. Jaga ucapanmu!" Tugas menaikkan intonasinya.

Tisha tidak menjawabi lagi perkataan suaminya. Dia memilih keluar dari kamar. Tugas mengacak-acak rambutnya sendiri karena kesal.

"Gara-gara Tompi! Dasar adik tidak tahu diuntung! Hanya karena tergila-gila sama Widya, aku terancam kehilangan keluargaku. Bajigur, memang!"

Tugas sangat kesal. Dia memilih untuk tidur dan melewatkan makan malam. Dia yang tidak tahu apa-apa malah kena sasaran omelan dan ancaman istrinya.

"Berantem yuk, Tom! Pengen nampol wajah lu, Nyet! Adik sialan memang lu ya!"

Terpopuler

Comments

Mukmini Salasiyanti

Mukmini Salasiyanti

lahhh
ini mmg abangnya yg gimanaaaa gituh
bikes!!
bikin kesel!!!

2024-11-08

1

martina melati

martina melati

saling tekan menekan nih...

2024-11-06

1

Bunda Aish

Bunda Aish

lu juga kakak sialan....masa mau aja bantuin mamahnya yg jelas2 salah, kapokmu kapan?

2023-09-04

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!