WSMC.4

Seperti biasanya, Ayara pergi berangkat untuk bekerja setelah menyelesaikan pekerjaannya dirumah. Dengan dibekali oleh bik Leha seperti biasanya, menggunakan angkutan umum pada biasanya. Ayara begitu terlihat senang saat bisa bersama dengan orang-orang yang melangkahkan kakinya untuk mencari rezeki, karena ada istilahnya carilah rezekimu disaat mentari pagi datang dan pulang disaat mentari tenggelam.

Tiba di tempat kerjanya, Ayara langsung menuju ruang ganti untuk para karyawan. Dirinya merasakan ada yang aneh dari setiap mata para teman-temannya, saat melihatnya.

"Ayara, kamu dipanggil pak Liam keruangannya." Ujar Desti menghampiri Ayara yang sedang bersiap.

"Ada apa?" Ayara merasa kebingungan, tidak biasanya sang manager memanggilnya disaat jam awal bekerja.

"Kurang tahu sih, coba kamu kesana saja." Jawab Desti dengan berusaha menyakinkan temannya itu, jika tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Menghela nafasnya untuk sesaat, Ayara lalu melangkahkan kakinya menuju ruangan sang manager. Entah mengapa hatinya seperti merasa tidak tenang.

Tok tok tok.

"Masuk." Jawaban dari dalam.

Pintu terbuka, Ayara masuk dan duduk di kursi yang berada dihadapan Liam. Nampak jika Liam sedang menatap sebuah kertas di tangannya, lalu ia menatap Ayara yang sudah ada disana.

"Bapak panggil saya?" Sapa Ayara.

"Ya, dan ini. Kamu baca dulu, jika ada yang tidak kamu mengerti. Tanyakan saja."

Tangan Ayara mengambil kertas yang diberikan Liam padanya, membaca kalimat demi kalimat yang ada tertulis pada kertas tersebut. Keningnya berkerut sangat banyak, bahkan kedua matanya begitu tajam menatap.

"Ini, ini apa maksudnya pak? Kenapa saya tiba-tiba dipecat seperti ini? Salah saya apa?" Ayara begitu kaget dengan hal tersebut.

Isi kepala Ayara sudah begitu menumpuk pertanyaan mengenai perihal pemecahan dirinya secara sepihak, ia merasa tidak pernah melakukan kesalahan selama bekerja.

"Kamu tidak berhenti bekerja, Ayara. Hanya saja, tempat dan posisi bekerjanya yang berpindah." Liam menyodorkan sebuah berkas terbaru kepada Ayara.

Masih dalam keadaan kaget dan bingung, Ayara menerima berkas tersebut dan membacanya dengan sangat hati-hati. Tidak ingin melewatkan sedikitpun, agar dirinya tidak dirugikan dikemudian hari.

Sebuah nama perusahaan yang sangat besar ditempatnya, Ayara benar-benar bingung mengenai hal tersebut. Tidak dituliskan posisi apa yang akan Ayara terima di perusahaan tersebut, hanya saja Ayara berpikiran jika dia akan berkata tidak jauh dari namanya office girls. Dilihat dari riwayat pendidikan yang ia punya, sudah jelas posisi itu yang pas untuk dirinya.

"Ini gaji kamu untuk bulan ini dan juga pesangon nya, aku harap kamu bisa bekerja lebih baik disana." Tanpa Ayara ketahui, jika Liam bukan saja sebagai manager dari Cafe tersebut. Melainkan jika Liam adalah sang pemilik dari Cafe.

Berteman dengan Cakra, membuatnya selalu sakit kepala dan mengalah. Memiliki sifat yang introvet, membuat Liam menjadi sosok yang misterius. Namun ia begitu bebas dan lepas dalam berbicara saat bersama Ayara, dirinya pun tidak tahu alasannya mengapa.

"Apa ini tidak kebanyakan, pak?" Ayara kaget saat melihat isi dari amplop yang Liam berikan.

"Kenapa? Itu bisa kamu tabung dan digunakan untuk kebutuhanmu kedepannya. Nikmatilah hasil kerja keras mu selama ini, Ayara." Liam sedikit tahu untuk masalah keluarga yang dihadapi oleh Ayara, karena itu ia begitu kagum dengan kepribadian dari pegawainya itu.

Sejenak berpikir, pada akhirnya Ayara menganggukan kepalanya sebagai tanda jika perkataan dari Liam adalah benar. Berpamitan untuk melepas masa kerjanya disana, terasa berat kaki melangkah. Namun apalah daya, jika dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.

"Kamu mau kemana? Ayo kerja." Desti menghampiri Ayara yang baru saja keluar dari ruang karyawan.

"Aku tidak lagi kerja Des, aku pamit ya."

Melirik sekilas dan terdiam, Desti langsung mengejar Ayara untuk mempertanyakan tentang apa yang telah terjadi. Namun ternyata, temannya itu telah menghilang. Bahkan bayangannya pun sudah tidak terlihat, hal itu semakin menambah rasa penasaran dirinya.

.

.

.

.

Seperti arahan Liam sebelumnya, Ayara harus segera pergi ke perusahaan tersebut. Dengan bermodal keberanian, kini Ayara sudah berada didepan sebuah gedung bertingkat nan tinggi. Awalnya merasa tidak percaya diri, namun ia sangat membutuhkan pekerjaan.

"Maaf pak, saya mau bertemu dengan pak Emry?" Tanya Ayara pada salah satu petugas keamanan di gedung tersebut.

"Tuan Emry? Apa anda sudah membuat janji sebelumnya?"

"Belum pak, tapi saya mendapatkan pesan ini." Ayara menunjukkan sebuah memo yang ia dapatkan dari Liam.

Petugas tersebut memeriksanya dengan teliti, menghubungi seseorang melalui alat yang berada di bahu kanannya. Ayara hanya bisa menunggu, karena ia sangat bingung.

"Maaf nona, silahkan anda menemui petugas di bagian informasi. Nanti mereka yang akan mengarahkan." Jelas dari petugas.

"Ah iya, terima kasih sebelumnya pak." Ayara sedikit menunduk sebagai rasa hormat dirinya pada petugas tersebut.

Berjalan menuju bagian informasi, lalu Ayara menjelaskan apa yang menjadi tujuannya. Karyawan bagian informasi pun menghubungi seseorang, dan Ayara diminta untuk menunggu sebentar.

Tak lama kemudian, seorang pria menghampiri karyawaan tersebut dan berbincang. Tiba-tiba saja, keduanya melihat ke arah dimana Ayara berada.

"Nona Ayara?" Suara tegas Emry menyapa.

"Iy iya tuan, saya." Ayara kaget.

"Silahkan ikut saya." Emry langsung berjalan menuju lif dan di ikuti oleh Ayara dari arah belakang.

Terlihat jika mereka sedang menuju lantai tertinggi dari bangunan tersebut, angka terakhir dalam lif tersebut, yaitu 107. Saat pintu lif terbuka, Emry mengarahkan Ayara kembali untuk mengikutinya.

Tok tok tok...

Sebuah pintu terbaik yang pernah Ayara lihat, setelah Emry mengetuknya dan terbuka. Keduanya masuk dan disana sudah ada seseorang pria yang duduk membelakangi mereka berdua.

"Tuan, nona Ayara sudah tiba." Ucap Emry sebagai pemberitahuan.

Dalam hati dan pikiran Ayara saat ini adalah hanyalah pekerjaan, tidak ada yang lainnya. Karena untuk bertahan hidup, ia harus bekerja. Jika tidak, entah apa yang terjadi dalam hidupnya.

Kursi yang digunakan oleh orang tersebut berputar, terlihat seorang pria yang sangat tampan namun dingin disana. Akan tetapi, Ayara tidak melihatnya karena ia hanya menunduk dari adalah masuk ke dalam ruangan. Pria tersebut adalah Cakra, dengan begitu datar menatap Ayara.

Dimana ketika Cakra menjelaskan beberapa kata mengenai pekerjaan untuk Ayara, namun Ayara hanya menjawab singkat dan tetap menunduk.

"Apa lantai itu begitu menarik untukmu?!" Perkataan tegas Cakra yang mulai terlihat kesal.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!