WSMC.3

Pada ke esokan harinya...

Seperti biasanya, Cakra sedang dalam perjalanan menuju perusahaannya. Disaat mobil yang ia kendarai melintasi, tanpa sengaja ia melihat seseorang dengan penuh daya tarik untuk dirinya.

Di pemberhentian lampu lalu lintas yang masih berwarna merah, ia melihat seorang wanita yang sedang menyebrang dengan merangkul lansia disampingnya.

Senyumannya sangat begitu lepas, terpancar keceriaan dari wajahnya. Membuat Cakra menatapnya dalam kenyamanan, hingga lampu berubah hijau. Bayangan wanita itu menghilang bersama dengan laju kendaraan yang melintasi jalan tersebut, lalu wajah datar itu mengukir senyuman yang tidak pernah ia tunjukkan.

...Wah, tuan muda tersenyum. Ada apa ini, apa yang membuatnya bisa seperti itu!...

Supir pribadi Cakra, Jhony. Menyaksikan jika tuannya itu tersenyum, bahkan selama ini pria datar itu hanya menampakkan wajah dinginnya kepada orang-orang.

"Sudah sampai tuan." Jhony membuyarkan lamunan Cakra.

"Hem." Cakra segera masuk ke dalam perusahaannya, dimana Emry sudah menyambutnya di pintu lobby.

Setibanya mereka diruangan milik Cakra, Emry meletakkan sebuah berkas dihadapan pria itu secara langsung. Tanpa menaruh curiga, Cakra segera membacanya.

"Kau yakin, tidak ada yang terlewatkan?" Tanya Cakra yang masih menatap tulisan pada berkas tersebut.

"Aku bisa menjaminnya, oh ya. Nanti ada pertemuan dengan perusahaan milik manusia tengil, dia menunggu di tempat biasa." Emry merapikan berkas yang akan ia bawa dari meja Cakra.

"Hah! Menyebalkan sekali bekerjasama dengan dia, jika tidak saling membutuhkan. Sudah aku lempar dia ke kandang buaya." Cakra masih menatap berkas yang diberikan oleh Emry.

"Sama-sama buaya, tidak baik saling mencela. Hahaha." Emry bergegas keluar dari ruangan Cakra dengan seribu bayangan.

Untuk mengumpat asistennya itu, bahkan tidak sempat Cakra lakukan. Karena Emry sudah menghilang dari pandangannya, namun suasana hatinya saat itu cukup baik. Dengan membaca tulisan dari berkas tersebut, berisikan data mengenai orang yang sudah membuatnya dirinya merasa aneh.

"Ayara Bellamy." Tangan Cakra menopang dagunya, sempat ia mengkerutkan keningnya saat membaca semua yang tertera dalam berkas tersebut namun selanjutnya lalu ia tersenyum.

.

.

.

.

"Pergi kau dari sini, dasar anak tidak tahu diri. Seharusnya kamu itu bersyukur, karena kami masih mau menampungmu disini." Rosa membentak dan mengusir Ayara dengan sangat kasar.

"Apa salah Aya bi? Kenapa bibi mengusir Aya?" Suara yang sudah tertahan dengan sangat lirih, Ayara tidak tahu apa yang membuat bibinya itu marah.

Dari balik pintu kamarnya, Elina tersenyum dengan sangat puas. Karena ia berhasil membuat Ayara di usia oleh mamanya, sebelumnya ia sudah merencanakan sesuatu agar Ayara di usia dari rumahnya. Dengan meletakkan perhiasan milik mamanya di lemari pakaian Ayara, dan pada saat pagi harinya. Rosa berteriak telah kehilangan perhiasannya, lalu mereka menggeledah kamar Ayara yang dituduh oleh Elina.

"Ini apa? Apa kau tidak bisa melihat, hah! Pergi sana, aku benar-benar muak denganmu." Bentak Rosa kembali pada Ayara yang sudah menitikkan air mata.

"Aya tidak mengambilnya bi." Ayara mencoba menjelaskan dan membela dirinya dari tuduhan yang tidak ia lakukan.

"Memangnya perhiasan ini bisa jalan sendiri ke kamarmu, hah!"

Bentak dan tatapan tajam Rosa pada Ayara, dengan begitu. Ayara ingin sekali untuk membela diri, hanya bisa tertunduk menanggis tanpa suara. Jika ia harus keluar dari rumah pamannya, harus kemana lagi ia akan pulang. Karena, hanya pamannya lah satu-satunya keluarga yang Ayara punya.

"Tidak ada yang harus keluar dari rumah ini, jangan egois. Pikirkan kembali jika Ayara harus pergi dari rumah ini, kalau kalian bisa untuk mengeluarkan uang dalam mendapatkan karyawan. Silahkan saja." Suara pamannya yang baru saja bergabung bersama.

Pintu kamar Elina terbuka, ia segera keluar dari kamarnya saat mendengar suara padanya.

"Tapi pa, keponakanmu ini sudah berani mengambil perhiasanku." Bela Rosa yang tidak ingin disalahkan.

"Diam! Turuti apa ucapanku." Barry membentak Rosa yang sangat keras kepala.

Baik Rosa maupun Elina terdiam, mereka hanya bisa berdengus kesal dengan keputusan dari Barry. Lalu kedua ibu dan anak itu meninggalkan Barry dan Ayara, mereka kecewa dengan rencananya yang gagal.

"Bereskan barang-barangmu dan masuklah kembali. Barry berbicara pada Ayara dengan perkataan yang cukup pelan.

"Terima kasih paman." Ayara membereskan beberapa barangnya yang telah dilempatkan oleh bibinya.

Terpopuler

Comments

Natalia Luis Naik0fi

Natalia Luis Naik0fi

Lbih baik keluar aja dri pda tinggl dng paman

2024-04-26

0

Alifah Azzahra💙💙

Alifah Azzahra💙💙

Ngapain sih kmu masih bertahan Ayara😟 mending kmu pergi dari rumah bak neraka itu 🤣

2024-03-27

2

Rini Shop

Rini Shop

pergi aja ayara nge kos

2024-03-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!