Bab 14. Dijadikan Bahan Taruhan

Bina sudah sampai di alamat yang dikirimkan Hebat. Namun mereka tidak langsung datang ke area balapan mobil. Bina menyuruh Yurvi berhenti di pinggir jalan, bahkan Yurvi masih duduk di dalam mobil, tidak keluar menemani Bina yang berdiri di samping mobil.

“Bi, kamu yakin nggak mau aku anterin sampai di tempat balapan Hebat?” Yurvi bertanya karena khawatir jika ia meninggalkan Bina di pinggir jalan. Padahal menurutnya masih jauh dari tempat balapan Hebat.

“Nggak usah. Aku nggak mau Hebat marah-marah kalau lihat aku bawa teman. Lagipula, tempatnya udah dekat kok.” Bina melarang sepupunya ikut bersamanya karena tidak ingin Yurvi terlibat dengan Hebat.

Yurvi menghela nafas panjang mendengar Bina tetap kekeh ingin pergi sendiri tapi ia tidak mendesak sepupunya itu untuk mengizinkannya ikut. “Oke deh. Tapi kamu harus hati-hati ya. Kalau ada apa-apa, kamu hubungi aku soalnya aku kayak khawatir gitu sama Hebat yang tiba-tiba panggil kamu ke tempat balapan mobil.”

Bina mengangguk dengan menunjukkan senyumnya pada Yurvi agar Yurvi tenang dan tidak mengkhawatirkannya lagi. Yurvi pun memutar mobilnya dan melajukan mobil itu meninggalkan Bina yang masih berdiri menatap di pinggir jalan.

Disaat Bina mulai melangkah, sebuah mobil tiba-tiba berhenti tepat di sampingnya. Bina yang terkejut, menghentikan langkahnya dan memperhatikan mobil itu. Serly yang merupakan sekertaris Hebat, keluar dari mobil.

“Nyonya sedang apa di sini?” tanya Serly.

Bina tidak menjawab segera malah menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari orang selain dirinya. Sebab, ini pertama kalinya Serly menyebut ‘Nyonya’ Bina tidak berpikir bahwa panggilan itu ditujukan kepadanya.

Tak ada siapapun di sana selain dirinya dan Serly. Hal itu membuat Bina kembali menatap Serly. “Bu Serly ngomong sama saya?”

Serly mengangguk. “Tentu saja. Memang siapa yang harus saya panggil nyonya selain Anda?”

“Panggil nama saya aja Bu. Kayak biasanya. Saya bukan nyonya Bu Serly.” Bina tampak canggung dan risih melihat sikap Bu Serly yang tiba-tiba sopan kepadanya, bahkan memanggilnya ‘Nyonya’

Serly tiba-tiba membungkuk hormat di depan Bina hingga membuat Bina terkejut sampai tubuhnya refleks ke belakang. Bina bahkan melongo melihat Bu Serly.

“Maafkan sikap saya tempo hari! Seharusnya saya nggak boleh bicara tegas begitu pada Anda, Nyonya.” Serly meminta maaf dengan posisinya yang masih membungkuk di depan Bina. Ia sungguh merasa bersalah telah memperlakukan Bina seperti bawahannya. Seharusnya ia memperlakukan Bina dengan sopan karena Bina adalah istri tuannya. Ia sangat menyesal jika mengingat sikap tidak sopannya.

Bina makin canggung melihat Serly yang biasanya tegas padanya, kini berubah drastic. Bina pun merasa tidak enak hati melihat Bu Serly seperti itu hingga dengan cepat ia memegang kedua bahu Bu Serly lalu membantu Bu Serly berdiri tegak.

“Bu Serly nggak perlu begini di depan saya. Saya ini tetap karyawan Anda di hotel. Tolong, perlakukan saya seperti karyawan lainnya!” kata Bina memohon dengan sangat.

“Baiklah Nyonya. Tapi nyonya mau

ke mana? Mau ketemu sama Tuan ya?” tanya Bu Serly.

Bina mengangguk pelan tanpa

mengurangi senyumnya dan sikap ramahnya pada Bu Serly. Meski Bu Serly berubah

sopan padanya tapi ia tetap bersikap seperti biasanya di depan Bu Serly.

“Saya juga mau ketemu sama tuan. Jadi sebaiknya, Nyonya naik ke mobil saya aja!” ajak Serly sembari membuka pintu mobilnya.

Bina memandang sejenak Bu Serly yang berdiri tersenyum sembari memegang pintu mobil yang sudah terbuka. Karena tidak enak, membuat Bu Serly berdiri menunggu hingga ia buru-buru masuk ke mobil. Serly menyusul kemudian dan melajukan mobilnya menuju tempat hebat. Hanya dua menit, mereka sampai di area balapan mobil. Serly segera turun dari mobil dan membuka pintu mobil itu untuk Bina.

Hebat dan teman-temannya yang berdiri di dekat mobil mereka, memperhatikan Serly dan Bina turun dari mobil. Terutama Hery dan Maikel. Mata kedua pria itu hanya tertuju pada sosok Bina yang tinggi, berambut pendek sebahu dengan body indahnya. Perempuan itu hanya memakai kaos putih polos dengan switer dan celana jeans panjang tapi pakaiannya itu sudah membentuk badannya yang bagaikan biola.

“Wow, ini baru namanya kepuasan dunia.” Saking, tertariknya, Maikel sampai tak sadar memuji Bina di depan Hebat dan teman-temannya.

Adrian yang berdiri di samping Hebat, menggelengkan kepalanya melihat Maikel yang terus memandang Bina. Namun ia tidak heran mendengar pujian Maikel karena Maikel memang seperti itu jika melihat wanita cantik. Sedangkan Hebat, memandang tajam Maikel. Pandangannya yang menusuk, membuat Maikel seketika memalingkan wajahnya. Berbeda dengan Hery yang tidak takut pada Hebat. Pria itu malah terus memperhatikan wajah Bina yang berjalan ke arah mereka. Dan ekspresinya itu, menunjukkan ketertarikannya pada Bina.

“Kenapa tuan suruh saya kemari?” tanya Bina yang kini berdiri di depan Hebat.

“Saya …,”

Tiba-tiba Maikel mendorong Hebat menjauh dari Bina. Bahkan pria itu langsung mengulurkan tangannya di depan Bina. “Kita pernah ketemu di Hotel. Kamu pasti tidak ingat padaku. Aku perkenalkan diriku lagi. Aku Maikel.”

Bina memandang Maikel dengan pandangan tak senang. “Saya masih ingat dengan Anda, Tuan Maikel. Andalah yang memesan …,”

“Ooooo benar. Itu aku. Aku pikir, kamu sudah tidak ingat lagi dengan tamu hotel yang datang.” Maikel tidak ingin Hebat tahu bahwa dirinya lah yang menyuruh Bina datang mengantar anggur di kamar Hebat. Karena itu, ia memotong kata-kata Bina yang belum selesai.

Hebat yang memperhatikan mereka mengobrol, tampak tak senang. Terlebih ketika Maikel menarik tangan Bina, menjabat tangannya tapi ia hanya diam karena tidak punya urusan dengan mereka.

Hery ikut maju mendekati Bina. Dan dengan sikapnya yang sopan serta ramah, ia mengulurkan tangannya, memperkenalkan dirinya. “Aku temannya Hebat, Hery!”

Bina menerima uluran tangan Hery tapi ia tetap bersikap dingin. Lalu, ia kembali menatap Hebat yang berdiri sedikit jauh darinya. “Tapi kenapa aku dipanggil kemari?”

"Kamu duduk saja dengan Serly. Tunggu sampai pertandingannya selesai," ujar Hebat lalu beralih melihat Serly, "kamu bawa dia duduk."

"Ya tuan." Serly pun mengajak Bina pergi dari sana.

Raut wajah Bina tampak bingung dan penasaran dengan Hebat yang menyuruhnya ke tempat ini tapi hanya disuruh duduk. Meski begitu, Bina tak mengatakan apapun dan tetap mengikuti Serly.

Adrian mendekati Hebat dan memegang bahu kanannya ketika Bina berjalan pergi bersama Serly. "Sepertinya dia nggak tahu kalau kamu jadikan dia bahan taruhan. Dan dia terlihat bingung. Hebat, sebaiknya kamu ganti aja barang taruhannya. Karena dia akan semakin sakit hati kalau tahu dia dijadikan taruhan."

"Kita sudah menentukan bahan taruhannya. Masa tiba-tiba diganti. Nggak bisa. Dia sudah ditetapkan sebagai bahan taruhan," sahut Maikel tidak senang dengan ucapan Adrian.

To Be continued .......

Penampilan Hebat dan Bina sekarang.

Bina Cantika

Terpopuler

Comments

Denita Precilla

Denita Precilla

cocok banget visualnya Bina. cantik😍

2023-06-11

0

R⃟ Shezan Hayase

R⃟ Shezan Hayase

Hebat, kamu benar2 akan menyesal kalo kalah, Bina jd hadiah buat temanmu dan kamu tau dr Yurvi kalo Bina hamil

2023-06-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!