"Kamu sedang apa? Kok suara kamu terdengar ngos-ngosan begitu!" Heniya langsung berteriak karena ketika panggilannya diangkat, ia malah mendengar suara Hebat yang ngos-ngosan.
Hebat yang berlari, seketika menghentikan larinya dan mengatur nafasnya kemudian menjawab Heniya. "Aku sedang olahraga sayang. Aku lari keliling di sekitar gedung apartemen."
Terdengar Heniya menghela nafas panjang. Namun detik berikutnya ia bicara. "Aku pikir kamu sedang apa. Hebat, kamu udah janji ya sama aku kalau kamu nggak bakal sentuh perempuan pelayan itu."
"Haaaaa, iya Heniya. Aku janji dan nggak akan pernah melupakan janjiku itu. Ngomong-ngomong kamu ngapain sekarang?" Hebat tidak ingin membahas masalah yang ada sangkut pautnya dengan Bina karena itu hanya membuat kepalanya makin pusing. Ia hanya peduli dengan kegiatan Heniya hari ini. Karena itu, ia bertanya.
"Aku siap-siap mau ke kantor papa. Nih aku sarapan dulu. Kamu udah sarapan?"
"Belum. Aku olahraga dulu."
"Ya udah. Kamu lanjutin olahraga kamu tapi jangan lupa sarapan ya sayang," ujar Heniya lembut.
"Iya tapi Hen, ini hari minggu. Bukannya kamu harusnya di rumah aja. Kok ke kantor?" tanya Hebat penasaran.
"Papaku mau kasih aku jabatan di kantor. Dan hari ini aku datang untuk lihat-lihat ruang kerja baruku," jelas Heniya.
"Oooo begitu tapi kamu nggak lupa janji kita nanti malam kan?"
"Nggak dong sayang," jawab Heniya.
"Oke. Kita ketemu nanti malam ya."
"Mmmm!"
Panggilan keduanya pun berakhir dan Hebat melanjutkan kembali kegiatannya. Menit berikutnya ia kembali ke apartemennya dan Bina masih sibuk di dapur. Hebat sempat melirik perempuan itu sebentar ketika dirinya berjalan masuk ke kamarnya.
"Bina!"
Bina yang sedang sibuk, tersentak kaget ketika ia tiba-tiba mendengar teriakan Hebat di kamar. Buru-buru ia mendatangi lelaki itu di kamarnya dan Hebat yang hanya memakai handuk dipinggangnya, tengah berada di kamar mandi.
"Ada apa Tuan?" tanya Bina penasaran dan sedikit takut karena melihat ekspresi Hebat yang kesal.
"Kamu ngapain sediain air di bathtub? Saya kan, nggak suruh kamu?" Hebat bicara sembari menunjuk bathub di depannya.
"Saya kira tuan mau berendam, jadi saya siapin air di sana!"
"Kalau pagi begini, saya nggak suka berendam. Saya lebih suka mandi pakai shower. Kamu malah kasih air di bathtub. Bikin kesal aja kamu."
Bina tercengan melihat Hebat mempermasalahkan hal kecil seperti itu. "Kalau tuan nggak mau mandi pakai bathtub, ya udah nggak usah. Nanti saya buang airnya, tuan mandi aja."
"Buang sekarang! Saya nggak suka lihat ada air yang nggak dipakai di sana!" titah Hebat dengan tegas.
Bina yang tadinya tidak mau kesal karena Hebat, sekarang ikut kesal gara-gara kelakuan Hebat yang membuat orang darah tinggi. Hal sekecil itu pun harus diributkan.
"Sudah. Tuan bisa mandi dengan damai sekarang!" Setelah mengatakan itu, Bina keluar dari sana dengan perasaan yang masih kesal.
"Dia benar-benar orang yang ribet. Melebihi ibu-ibu zaman sekarang. Sesuatu yang harusnya diabaikan, malah dijadikan masalah besar," gumam Bina yang kini berada di ruang makan.
Sarapan di atas meja sudah siap. Bina kini duduk santai menunggu di ruang tengah sembari menonton TV.
"Bina!" Hebat kembali berteriak.
Bina yang baru saja duduk santai, kembali berdiri dan berlari mendatangi Hebat di kamarnya.
"Ya."
"Ambilkan sepatu putihku di lemari!" titah Hebat yang sibuk memasang kanci kemejanya.
Bina melangkah ke arah lemari kaca yang memenuhi berbagai model sepatu milik Hebat. Di sana banyak sepatu berwarna putih dan Bina bingung Hebat meminta yang mana.
"Ada lima yang berwarna putih. Tuan mau yang mana?" tanya Bina sembari menoleh ke Hebat.
"Yang paling bawah," tunjuk Hebat ke arah sepatu kets bagian paling bawah.
Bina pun meraihnya dan kembali mendatangi Hebat. Namun Hebat tak segera mengambilnya, malah melihatnya dengan kening mengerut.
"Ganti yang lain. Saya mau pakai sepatu pantofel," kata Hebat.
Bina kembali ke arah lemari sepatu dan meletakkan sepatu kets itu di tempatnya. "Tuan mau yang mana?"
"Yang coklat tua." Setelah menjawab, Hebat keluar dari ruang gantinya dan Bina tidak tahu.
Ketika menoleh ke belakang, barulah Bina sadar bahwa pria itu sudah keluar. "Loh, ke mana orangnya?"
Bina mengambil salah satu sepatu coklat tua, lalu keluar menyusul Hebat yang ternyata duduk di ruang tamu sembari memegang ponselnya. Pria itu sibuk dengan ponselnya dan tidak mengangkat wajahnya melihat Bina yang kini berdiri di depannya.
"Sepatunya tuan."
"Mmm!" Hebat masih tak memandang Bina dan hanya fokus dengan ponselnya. Pria itu sedang mengirim pesan kepada seorang temannya.
Bina tidak ingin dimarahi lagi oleh Hebat karena lambat. Oleh sebab itu, ia berjongkok sembari meletakkan sepatu Hebat di lantai. Setelah itu, ia mengangkat pelan kaki kiri Hebat lalu memasangkan sepatu itu ke kaki suaminya. Ia melakukannya secara bergantian.
Selesai, Hebat tiba-tiba saja berdiri sembari menyimpan ponselnya disaku celananya kemudian keluar dari apartemen itu tanpa mengatakan apapun pada Bina.
Sementara Bina menghela nafas panjang melihat pintu apartemen itu tertutup. Namun kemudian ia ke meja makan dan sejenak menatap semua sarapan yang ia siapkan untuk Hebat. "Aku udah dua kali masak dan dua kali juga masakanku diabaikan."
Bina terpaksa memakan sarapan yang ia siapkan untuk Hebat dan karena tidak ingin makanan itu mubazir, ia terpaksa membungkusnya untuk ia bawa ke kampus. Setidaknya ia tidak perlu mengeluarkan uang untuk membayar makan siangnya.
***
Bina kini berada di lantai bawah apartemen dan baru saja keluar lift. Hari ini ia punya jadwal kuliah pagi dan tentunya harus hadir.
"Bi!" Tiba-tiba suara seorang pria terdengar ketika Bina melewati pos penjagaan. Pria itu adalah Aldi-pria yang baru saja mengutarakan perasaannya pada Bina. Pria itu juga merupakan sahabat Yurvi, sepupu Bina.
Bina menoleh ke samping kanan dan kaget melihat Aldi berdiri di samping mobil. "Al!"
Perempuan itu pun segera mendekati Aldi yang tersenyum menatapnya. "Kok kamu ada di sini?"
"Aku datang jemput kamu."
"Dari mana kamu tahu aku tinggal di daerah sini?" tanya Bina penasaran dan ada sedikit rasa takut melihat Aldi datang.
"Dari Yurvi. Tiga hari ini aku nggak pernah lihat kamu dan kemarin aku hubungi kamu tapi nomor kamu nggak aktif. Makanya aku tanya sama Yurvi dan Yurvi kasih tahu alamat kamu di sini!"
Bina tidak mau temannya berurusan dengan Hebat. Ia tidak mau jika Hebat melihat Aldi di sana. Karena itu, Bina buru-buru menarik Aldi masuk ke mobilnya. Aldi senang melihat Bina menariknya masuk mobil tapi ia juga penasaran dengan Bina yang bersikap seperti itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments