Bina sama seperti Hebat. Ia tidak menginginkan pernikahan ini. Namun ia harus menjaga hubungan baiknya dengan Om Azil yang sudah banyak membantunya. Menolak dan memilih bercerai sekarang pasti akan membuat Om Azil malu.
Berbeda jika Hebat yang ingin bercerai. Bina tidak akan tersiksa begini. Karena itu, ia setuju dengan permintaan Hebat meski dijadikan pelayan. Itu juga demi menjaga statusnya sebagai mahasiswi terbaik. Karena berhenti magang malah membuatnya semakin susah.
"Saya sudah tanda tangan." Bina yang sudah tanda tangan pun menyerahkan map itu pada Hebat.
Hebat meraihnya lalu berkata, "kalau waktu perceraian kita tiba dan kamu menolak untuk bercerai, saya akan memenjarakan kamu. Kamu tahu siapa saya kan? Sekarang aja saya bisa membawamu ke penjara karena telah menjebak saya."
Hebat tidak percaya pada Bina yang bersedia bercerai darinya. Karena itu, Hebat mengancam Bina.
Ancaman Hebat membuat Bina takut tapi ia tidak menunjukkan ketakutannya itu. "Tenang saja. Saya sudah tanda tangan. Itu berarti saya akan menepati janji saya sesuai syarat perjanjiannya."
"Semoga kamu benar-benar bisa menepati janjimu."
"Saya bukan orang yang suka ingkar janji, Tuan Hebat!" tegas Bina.
Hebat malah tersenyum smirk, dengan ekspresi hina melihat Bina. "Saya tahu kamu perempuan seperti apa Bina. Saya sudah sering bertemu perempuan seperti kamu yang pura-pura suci tapi aslinya liar dan murahan."
Bina marah dan sakit hati mendengar hinaan Hebat tapi ia menahannya dengan mengepal kedua tangannya sembari menatap tajam Hebat.
Hebat tidak senang melihat cara Bina menatapnya hingga pria itu maju mencengkram dagu Bina. "Jangan menatap saya seperti itu. Kamu tidak pantas."
Bina menyingkirkan tangan Hebat dan ingin meluapkan amarahnya tapi ketika menatap langsung mata dingin pria itu, ia menjadi tak berani dan menjadi diam.
"Hari ini saya ingin bekerja. Kamu juga harus bekerja!" kata Hebat sembari memegang gagang pintu untuk keluar dari sana.
"Kerja?" Bina bingung mendengar maksud ucapan Hebat yang menyuruhnya bekerja.
Hebat yang sudah membuka pintu itu, menoleh melihat Bina dengan tatapan dinginnya. "Jangan bilang kamu mau berhenti kerja karena sudah jadi istri saya. Huh, kamu pikir, saya akan memberimu uang karena saya sudah jadi suami kamu. Dengar Bina, dalam hukum pernikahan, istri memang tanggungjawab suami. Tapi dalam peraturan saya, cukup dengan menikahimu. Yang lainnya, itu bukan tanggungjawab saya. Jadi jangan berharap kalau saya akan menjadi suami kamu seutuhnya."
Bina diam saja meski sebenarnya ia tidak mengharapkan apapun dari Hebat. Dinikahi oleh pria itu saja, sebuah siksaan batin untuknya.
Hebat keluar setelah puas menegaskan posisi Bina. Sementara Bina diam sejenak, mencoba membuat dirinya tenang. Menit berikutnya, setelah merasa sedikit tenang, Bina meninggalkan kamar itu menuju tempat kerjanya yang tidak jauh dari kamar pengantinnya.
"Loh, Bina. Kamu masuk kerja? Bukannya kamu cuti dua hari?" Salah satu teman Bina yang magang bersamanya di Hotel itu, heran melihat Bina masuk kerja. Namun temannya itu tidak tahu bahwa Bina baru saja menikah dengan pemilik Hotel tempat mereka bekerja.
"Tadinya memang mau cuti tapi sayang kalau aku melewatkan waktu dua hari. Aku nggak mau ketinggalan. Banyak pengalaman yang bisa aku ambil di sini! Lagipula, ini hotel terbaik dan teratas di Jakarta. Kalau dapat nilai terbaik di hotel ini, katanya aku bisa mudah dapat pekerjaan di perhotelan setelah lulus kuliah nanti." Bina menjelaskan pada temannya sembari membuka loker serta mengganti pakaiannya dengan pakaian seragam Hotel.
Temannya yang bernama Sifa, tidak mengatakan apapun lagi selain melihat Bina saja. Kemudian, mereka keluar dan mulai bertugas. Bulan ini adalah giliran Bina berjaga dibagian resepsionis, sedangkan Sifa bertugas di bagian kebersihan.
Beberapa tamu datang memesan kamar dan Bina yang melayaninya tapi ia tidak sendiri di sana. Ia bertugas bersama pegawai resepsionis yang sudah menjadi pegawai tetap di sana.
Menjelang makan siang, Bina minta izin untuk makan siang sebentar. Ia pun meninggalkan tempatnya tapi baru dua langkah dari meja kerjanya, tiba-tiba saja, Heniya mendatanginya dan tanpa mengatakan apapun, Heniya menampar wajah Bina.
Bina terkejut. Begitu juga dengan orang-orang yang melihat kejadian itu.
"Dasar perempuan licik! Jadi kamu yang menjebak tunanganku sampai berhasil menikahimu!" teriak Heniya penuh amarah dan dendam melihat Bina memegang pipinya.
"Anda salah paham Nona Heniya. Saya nggak pernah jebak tunangan Anda!" Bina sering melihat Heniya yang datang berkunjung di hotel ini. Oleh sebab itu, ia tahu nama Heniya, juga tahu bahwa Heniya tunangan Hebat.
Heniya pun juga mengenal Bina yang merupakan pegawai magang di hotel itu. Dan Heniya sejak awal melihat Bina bekerja di hotel tunangannya, memang tidak pernah senang melihat Bina. Heniya seringkali merendahkan Bina yang hanya seorang pegawai biasa. Terlebih, Bina pernah menjadi pengasuh anak demi mendapatkan uang dan Heniya tahu itu dari Hebat.
"Jangan coba membohongiku. Aku tahu kamu sengaja menjebak tunanganku demi bisa menjadi Nyonya Sandero. Dengar, kau itu cuma pelayan miskin. Nggak pantas bersanding dengan Hebat atau pria kaya manapun!" ujar Heniya tegas dengan mata melotot melihat Bina.
"Terserah nona mau bilang apa? Saya nggak peduli!" Bina tidak mau membuat masalah besar di sana. Karena itu, ia memilih menghindar.
Namun Heniya malah menarik rambut Bina ketika Bina memutar badannya. "Hai, kau mau ke mana?"
"Aaaaa, lepaskan! Sakit, lepaskan!" teriak Bina sembari berusaha melepaskan tangan Heniya yang terus menarik rambutnya.
"Aku tidak akan melepaskanmu. Pelacur sepertimu, harus diberi pelajaran." Heniya tidak hanya menarik rambut Bina tapi ia juga mendorong tubuh Bina ke dinding tembok untuk membenturkan kepala Bina di sana.
Namun Bina tidak ingin disakiti begitu saja. Terlebih ia tidak merasa bersalah. Karenanya, Bina memutar badannya dan berusaha meraih rambut Heniya lalu menariknya. Ia tahu bahwa ia akan dapat masalah jika membalas perbuatan Heniya yang merupakan anak orang kaya tapi jika ia diam maka ia akan berakhir di rumah sakit.
"Aaaa, beraninya wanita rendahan sepertimu menyentuh rambutku. Aaaa, lepaskan!"
Berakhirlah keduanya saling tarik menarik rambut. Orang-orang yang ada di sana hanya berdiri memperhatikan mereka yang bertengkar. Namun pegawai resepsionis yang bekerja bersama dengan Bina, menghubungi kantor pimpinannya dan melaporkan kejadian itu. Setelah melapor, pegawai itu berusaha melerai.
"Nona Heniya, Bina. Tolong berhenti!"
Mereka berdua tidak mempedulikan pegawai itu. Mereka malah terus bertengkar, tidak ada yang ingin mengalah hingga akhirnya Hebat berlari keluar dari lift.
"Berhenti!" teriak Hebat berlari mendatangi mereka lalu mendorong Bina menjauh dari Heniya.
Bina sampai jatuh tersungkur ke lantai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments