Sudah sebulan berlalu sejak Bina dan Hebat menikah. Bina masih mengingat jelas perkataan Hebat yang akan menceraikannya jika dirinya terbukti tak hamil. Bina pun percaya diri bahwa ia tidak mengandung anak lelaki itu. Karena itu, ia semangat ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya. Lalu memberikan bukti hasil pemeriksaannya pada Hebat.
Bina ditemani oleh Yurvi yang mengendarai mobil pribadinya. Keduanya pun kini sampai di rumah sakit, dan mereka baru saja turun dari mobil yang terparkir di parkiran rumah sakit.
"Dari tadi kamu senyum-senyum sendiri. Orang yang lihat sikap kamu, bakal ngira kalau kamu senang karena mau periksa kandungan. Padahal kamu senang karena bentar lagi mau cerai."
Bina menoleh melihat Yurvi tanpa mengurangi senyumnya. “Aku memang senang karena mau periksa kandungan kok. Karena, bentar lagi aku punya bukti yang bisa aku tunjukkin sama Hebat. Dengan bukti itu, aku bisa bebas dari Hebat dan Hebat nggak bakal nuduh aku lagi yang jebak dia.”
Yurvi tersenyum sembari merangkul Bina yang berjalan bersamanya. Namun raut wajahnya yang menatap sepupunya itu, tiba-tiba menjadi serius. “Aku orang yang paling bahagia kalau lihat Hebat menyesal karena sudah salah menuduh kamu Bi. Tapi bagaimana kalau hasil pemeriksaannya malah menunjukkan dirimu hamil?”
Seketika Bina menghentikan langkahnya dan hanya fokus melihat Yurvi yang masih memandangnya. “Kamu jangan khawatir! Aku nggak hamil Vi.”
“Kenapa kamu bisa seyakin itu Bi?” tanya Yurvi penasaran.
“Karena aku nggak ngalamin yang sering dialami ibu hamil. Aku udah cari tahu dan nggak ada gejala yang menandakan aku hamil. Kalau masalah menstruasi, aku memang sering telat dan menstruasiku memang nggak teratur. Jadi itu bukan masalah besar. Lagipula, kita ada di rumah sakit untuk periksa kandungan.”
Penjelasan Bina membuat Yurvi diam tapi itu tak membuat Yurvi yakin bahwa Bina tidak hamil. Bahkan ia merasa khawatir dengan Bina.
Keduanya kini berada di depan ruangan dokter kandungan. Mereka masuk bersama-sama setelah dipanggil masuk oleh seorang perawat. Yurvi yang menemani sepupunya, makin khawatir ketika Bina disuruh tespack. Apalagi ketika Bina selesai dan Bina diperiksa oleh dokter itu, Yurvi malah berkeringat dingin. Sementara orang yang sedang diperiksa oleh dokter, tampak santai dan tidak khawatirkan apapun.
Dokter tersenyum. “Selamat ya Bu! Anda hamil!”
Seketika raut wajah Bina berubah syok. Matanya yang menatap dokter kandungannya, terbuka lebar. “Dokter bilang apa?” tanyanya kemudian.
“Saya mengucapkan selamat kepada ibu karena Anda sedang mengandung!”
Ucapan dokter yang begitu jelas terdengar ditelinga kedua perempuan itu, membuat mereka makin syok. Terutama Bina yang tiba-tiba lemas menatap dokter kandungannya.
Dokter itu bingung dan khawatir melihat ekspresi Bina yang tidak semangat. “Apa Anda baik-baik saja Bu Bina?”
"Dokter bilang saya hamil? Bagaimana bisa dok? Selama beberapa hari ini, saya nggak mual-mual dan nggak ada tanda-tanda kalau saya hamil." Bina tidak terima dirinya dinyatakan hamil karena ia masih yakin jika ia tidak mengandung.
Dokter itu menunjukkan tespacknya di depan Bina. "Ini garis dua Bu. Ini artinya Anda hamil dan saya pun sudah periksa nadi, juga perut Bu Bina. Anda hamil dua Minggu dan hasil pemeriksaan saya nggak pernah salah Bu Bina. Lalu, masalah tanda-tanda hamil. Terkadang ada orang yang merasakannya. Terkadang juga tidak."
Bina makin lemas dan wajahnya tampak bersalah karena mempertanyakan kemampuan dokter itu. "Maafkan saya dok! Kata-kata saya nggak sopan karena terlalu syok."
"Nggak apa-apa Bu Bina. Saya mengerti. Ibu hamil memang emosinya naik turun dan terkadang muncul tiba-tiba." Dokter itu kembali tersenyum pada Bina, "sebelum pulang, saya akan resepkan obat untuk Anda."
Bina meraih resep dokter itu. Dan dengan tubuh lemasnya, ia berusaha berdiri dan buru-buru keluar dari ruangan dokter itu. Yurvi yang tentunya pun kaget mendengar Bina hamil, berdiri dari kursinya sembari meraih hasil pemeriksaannya. Ia keluar dari ruangan itu dan menyusul Bina setelah pamit pada dokter itu.
"Bi, kamu baik-baik aja kan?" tanya Yurvi yang baru saja sampai di parkiran mobil, dan ia terlihat khawatir melihat Bina berdiri diam di samping mobil.
Mendengar Yurvi yang mengkhawatirkannya, membuatnya semakin sedih. Ia yang berusaha menahan air matanya, tiba-tiba menangis dengan kepala menunduk. Yurvi yang berdiri di belakang Bina, memeluk Bina dari belakang.
"Aku nggak bisa melakukan apapun untuk meringankan beban mu. Aku cuma bisa memelukmu seperti ini. Keluarkan semua kesedihanmu Bi. Walau tidak bisa menghilangkan rasa sakitmu tapi menangis keras akan membuatmu sedikit lega."
Bina tak mengatakan apapun. Ia hanya menangis di sana. Puas menangis, ia memutar badannya menghadap Yurvi.
"Walau menangis dianggap lemah tapi aku tetap memilih menangis ketimbang diam. Seenggaknya menangis bisa membuatku sedikit nyaman. Nggak nangis malah mungkin bikin aku gila." Kata-kata yang diucapkan Bina adalah basa-basi untuk dirinya yang ingin mengabaikan kesedihannya.
Bahkan ia tersenyum di depan Yurvi. Lalu ia beralih melihat perutnya yang masih rata. Dengan tangan pelan, Bina menyentuh perutnya itu.
Yurvi memperhatikannya. "Kamu mau kasih tahu Hebat?"
Bina terdiam tanpa menatap Yurvi. Dari wajahnya terlihat ragu untuk memberitahu kehamilannya pada Hebat. Sebab jika Hebat tahu, maka ia dan Hebat tidak akan bercerai. Ia harus menunggu sampai melahirkan anak itu. Namun jika ia tidak memberitahu keberadaan janin itu, ia harus siap menjadi ibu tunggal setelah bercerai dari Hebat.
"Bi."
"Untuk sekarang nggak! Aku masih mikirin apa yang harus aku lakukan?"
Tiba-tiba ponsel Bina berdering dan yang menghubunginya adalah Hebat.
"Ya tuan!"
"Saya kirim alamat di nomormu. Cepat ke alamat itu sekarang!" Setelah bicara, Hebat mematikan panggilannya sendiri.
"Ada apa Bi?" tanya Yurvi sembari melihat Bina baca pesan Hebat.
Bina mengangkat wajahnya melihat Yurvi. "Anterin aku ke tempat Hebat."
Nafas kasar berhasil lolos dari mulut Yurvi karena tahu bahwa Hebat pasti memerintah Bian lagi. Namun Yurvi tak menolak mengantar Bina.
Sementara Hebat kini bersama teman-temannya di tempat balapan mobil. Ia tampak tak senang setelah menuruti keinginan teman-temannya untuk memanggil Bina.
Maikel yang berdiri di belakang bersama Hery, mendekati Hebat dan langsung merangkul bahu Hebat. "Gimana, barang taruhannya jadi datang?"
Hebat diam dengan raut wajahnya yang kesal. Itu membuat Maikel makin senang. "Jangan-jangan kamu mau ingkar janji Hebat. Hai, jangan lupa ya! Kamu udah setuju untuk menjadikan istrimu barang taruhannya."
Hebat menoleh dan menatap tajam Maikel. "Sebenarnya apa tujuanmu menukar barang taruhannya?"
"Aku sudah bilang kalau aku tertarik dengan wanita pelayan itu," ujar Maikel.
"Oke nggak masalah. Lagipula kau nggak akan bisa mengalahkan ku." Hebat percaya diri akan menang karena sudah sering menang dari teman-temannya. "tapi ingat, kalau aku menang, kalian masing-masing akan melakukan satu permintaanku." Ia bicara sembari melihat teman-temannya secara bergantian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Shin Gao
kalau aku JD bina gak mau ngasih tau kehamilan itu agar bisa cerai..tapi nanti dia jadi barang taruhan semoga dia JD benci hebat dan balas dendam sama hebat nanti nya
2023-06-12
1
Denita Precilla
😒ya ampun hamil🤦si hebat aj kyk blom siap JD bpk
2023-06-11
0
Ucie Indria
lebih baik kamu kabur bina,jgn kasih tau hebat klw kamu hamil krn percuma,perlakuan nya sama kamu gak ada baik2 nya,masih di jadiin bahan taruhan,iih kesel nih
2023-06-10
0