16

Bel pulang telah berbunyi.

Seperti biasa, Ily diteror Yohan agar bisa pulang bersama. Sejak dari membereskan peralatan tulisnya, sampai ketika Ily menggendong tas.

"Kamu harus pulang bersamaku. Seharusnya tadi pagi kita berangkat bersama, kamu mengingkari janji sebagai teman yang selalu ada untukku," kata Yohan tegas, menyalahkan Ily sepenuhnya.

Ily memutar bola matanya, ingin sekali memukul kepala Yohan agar tidak bicara asal. "Kapan aku berjanji padamu, Bambang?"

"Bambang? Siapa itu? Namaku bukan Bambang." Yohan malah mempermasalahkan nama yang diucap Ily.

"Aduh, kamu anaknya siapa sih?" tanya Ily kesal setengah mati.

"Aku anaknya Ibuku, kenapa? Kamu tidak relevan sekali, kenapa justru membahas hal itu?" tanya Yohan sarkas. "Aku memintamu pulang bersama, bukan adu bacot."

Ily melotot. Hampir saja memukul mulut Yohan yang runcingnya mengalahkan pisau untuk menyembelih kambing jika saja tak Yohan tak segera mundur melihat ancang-ancang dari Ily.

"Kasar sekali mulutmu! Siapa yang ngajarin?" tanya Ily tak mengerti, merasa tersinggung dan tersakiti.

"Kamu yang memaksaku untuk belajar bahasa gaul. Itu salah satunya, yang tadi aku ucapkan, itu darimu, bodoh," balas Yohan datar. Namun jelas, nada bicaranya menunjukkan betapa kesalnya dia.

Ily tak mengerti lagi mengapa mereka berdua menjadi berdebat hal yang tak perlu ketika seharusnya pulang saja dengan damai. Terlanjur kesal, Ily melangkah lebih dulu meninggalkan Yohan yang akhirnya segera menyusul meski ada tanya di benaknya.

Ketika sampai di parkiran, Yohan langsung mengepalkan tangannya saat melihat Elvan yang melipat tangan di depan dada seolah menunggu kedatangan Ily di atas motornya yang terparkir persis di sebelah motor Yohan.

Ily terlihat sama frustasi dengan Yohan saat menemukan Elvan. Bukannya Ily terlalu percaya diri dengan menganggap dirinya akan diperebutkan lagi oleh dua cowok ini, namun melihat mereka yang saling melempar tatapan tajam seperti ini membuat Ily yakin anggapannya benar.

"Ngapain lo?" tanya Elvan memulai perbincangan. Wajahnya tengil seperti biasa dengan senyum meremehkan di sana.

Yohan mengangkat bahu, terlihat acuh. Tanpa kata, laki-laki dari Korea itu menyalakan motornya dan memakai helm kemudian menoleh pada Ily dengan mata tajam. 

"Ily, naik," katanya mengajak dengan nada tegas.

"Jangan," sergah Elvan.

Sesuai dugaan Ily. Prasangkanya terbukti benar. Ia berkacak pinggang dengan wajah lelah. "Kalian punya masalah apa sih? Gue nggak peduli ya, jadi jangan lihatin gue dalam permainan nggak berguna ini. Selesaikan masalah kalian, jangan bawa-bawa gue. Gue pusing."

Yohan mengerjap terkejut. "Kamu nggak berniat untuk tak pulang denganku kan?"

Di sebelahnya, Elvan tampak meledek gaya bicara Yohan yang sepertinya diperuntukkan hanya untuk Ily. "Ly, pulang sama gue aja. Gue mau traktir otak-otak di taman kota sana. Ayo."

Mata Ily langsung berbinar, namun mulutnya justru melengkung ke bawah, menggambarkan perasaan sedih yang hakiki. "Gue pengen, tapi lagi diet dulu. Minggu ini gue udah makan jajanan kayak gitu. Lagian gue ada tugas Seni Budaya, mau latihan dulu."

Elvan berdecak. "Kalau gitu anterin gue aja. "

"Gue nggak ada waktu. Yaudah, ojol gue udah ada di depan. Duluan, ya, bye!"

Seperti mengalami de ja vu, Yohan menatap kepergian Ily dengan tatapan kecewa di wajah datarnya. Ia tak bisa menyusul dengan segera sebab Elvan mencengkram lengannya agak erat dan itu membuatnya terkejut sekaligus bersiap-siap.

"Lo ada maksud tertentu ke Ily?" tanya Elvan serius, matanya menyorot tajam dan Yohan yakin cowok itu pasti sudah akan menghantamnya jika tak berada di kawasan ramai seperti parkiran saat pulang sekolah.

"Kalau ada memangnya kenapa? Kalau tidak ada memangnya kenapa?"

"Jangan macam-macam sama gue. Jangan macam-macam sama Ily. Jangan macam-macam sama keluarga gue."

"Gue nggak akan," balas Yohan singkat, sebenarnya sudah gatal untuk menjalankan motornya untuk menyusul Ily.

"Jauhin Ily," kata Elvan memberi perintah yang tak ingin dibantah.

"Kenapa?" tanya Yohan meminta penjelasan lebih lanjut. "Lo bersikap seperti psikopat yang tak ingin melihat Ily dekat dengan orang lain. Jijik."

Elvan tertawa kecil, pada awalnya. Tawa kecil itu perlahan berubah menjadi tawa yang terdengar mengerikan di telinga Yohan, seolah menyiratkan sesuatu yang tidak baik. Membuat Yohan yakin bahwa ucapannya memang benar.

"Kalau iya kenapa?" Elvan membalas dengan tanya yang membuat Yohan sangat terkejut, namun Elvan melanjutkan pertanyaannya, "kalau nggak kenapa?"

Yohan menoleh tajam, merasa dipermainkan sekaligus penasaran. Namun ia tak menemukan apapun di wajah Elvan. Wajah itu terlalu ceria, cerah dan tanpa beban seolah tak menyimpan apa-apa yang membahayakan. Mata tajamnya telah berganti, entah pergi kemana.

"Apa maksud lo?" tanya Yohan penuh penekanan, rahangnya mengeras begitu saja.

"Semuanya akan selesai kalau lo menjaga diri. Jauhi Ily dan jangan pernah membuat sepupu gue dalam bahaya."

Elvan seketika teringat pada pertemuannya dengan Tiffany setelah melihat Ily dan Yohan sedang berjalan bersamaan dengan botol air mineral masing-masing di tangan, kelihatannya mereka berdua telah kembali dari kantin dan akan pergi ke kelas. Elvan berada di belakangnya kala itu, mendengar berita Tiffany.

"Sial, itu cewek emang nggak ngerti, ya, sama omongan gue? Ish!"

Langkah kesal yang Tiffany ambil membuat Elvan sadar akan situasi yang tengah terjadi. Jelas sekali Tiffany tak suka keberadaan Ily Yang berada di dekat Yohan, sama dengannya yang membenci Ily dapat tertawa karena orang lain yang bahkan belum dikenalnya sebaik Elvan.

"Gue nggak mengerti," kata Yohan jujur. Ia menyipitkan matanya untuk meneliti apa maksud Elvan sebenarnya. "Sepupu macam apa yang menjauhkan sepupunya dari temannya?"

"Lo nggak tau apa-apa, jangan menyimpulkan semaunya," balas Elvan tegas, jelas sangat marah dan ia menahannya saat ini.

"Lo juga menyimpulkan semuanya. Seolah gue orang jahat yang harus menjauhi Ily," tukas Yohan sama tegasnya.

"Kalau begitu, apa lo bisa jawab seandainya gue tanya?" tanya Elvan dengan mata menyorot serius pada mata tanpa emosi milik Yohan.

"Apa?"

"Alasan lo jadi tetangga Ily, masuk sekolah yang sama dengan Ily, satu bangku dengan Ily dan sekarang sangat dekat dengan Ily."

Yohan mengernyit sebentar. "Itu benar-benar kebetulan. Gue tidak menyengajanya. Itu takdir."

"Cih, takdir, kata lo, najis," ledek Elvan sambil tertawa sebal. "Lalu, apa alasan lo pindah ke sini?"

Untuk waktu yang lama, Yohan tidak menjawab. Justru memilih untuk menutup kaca helmnya dan menjalankan motornya meninggalkan Elvan yang menyeringai lebar, puas akan prasangkanya yang rupanya sudah 80% terbukti benar.

Jelas, sekarang misinya adalah untuk menjauhkan Ily dari bencana baru yang mungkin akan menghancurkan sepupunya seperti dua tahun yang lalu.

***

"Yohan."

"Hah?"

"Tetangga kamu," balas Ibu agak kesal karena anaknya terlihat seperti orang dungu saat mendengar siapa yang bertamu padanya semalam ini. Sekarang pukul delapan, tepat lima menit setelah keluarga Ily selesai makan malam.

Ibu yang membuka pintu dan menyuruh Ily untuk mengajak Yohan masuk. Ily jelas terkejut, namun akhirnya bangkit juga dari rebahannya untuk berjalan menuju pintu masuk. Ily membuka pintunya, menemukan Yohan yang berdiri dengan sweater dan celana bahan kotak-kotak.

"Kalau kamu mau makan malam, kamu telat lima menit," kata Ily datar. Berbeda dengan jantungnya yang telah berdebar-debar melihat Yohan yang entah mengapa terlihat lebih tampan malam ini.

"Aku ingin menginap," balas Yohan sama datarnya, berbeda dengan reaksi Ily yang langsung heboh memukul lengannya.

Ketika Ily akhirnya memutuskan untuk menutup pintu, Yohan menahannya dan memasang wajah serius.

"Tunggu," katanya menahan, membuat Ily mau tak mau meladeninya dengan sabar.

"Apa, Kim Yohan?"

"Aku ingin berlatih bersama," kata Yohan terlihat sedikit malu-malu. "Aku ingin berlatih untuk Seni Budaya bersamamu. Aku punya gitar."

Ily sedikit tak berminat sebenarnya, namun melihat wajah antusias Yohan, akhirnya ia mengangguk dan membuat Yohan tersenyum lebar.

"Aku akan ambil gitar," kata Yohan meminta ijin, namun pada akhirnya laki-laki berbalik pergi tanpa menunggu persetujuan Ily. Melihatnya, Ily memutar bola mata sambil tertawa kecil.

Ily menatap langit yang gelap tanpa kelip bintang-bintang seraya menunggu Yohan kembali. Sebenarnya tes Seni Budaya dilakukan minggu depan, namun Ily sudah lelah menunda-nunda tugas dan kini akan memantapkan untuk menyelesaikan tugasnya baik mungkin. Sudah dulu saja ia malas dan menggunakan sistem kebut semalam.

Kini Ily berubah. Seiring bertambahnya usia, perilaku juga harus semakin dewasa dan totalitas. Bukan anak-anak yang segalanya masih harus diatur dan didampingi. Sudah saatnya ia sendiri, memutuskan untuk jalan hidup ke depannya.

Ketika sedang melamun, saking seriusnya Ily sampai terkejut saat Yohan tiba-tiba sudah berada di depannya. Nafas laki-laki itu agak terengah-engah, namun justru membuat Ily semakin berdegup dan gugup.

"Kita latihan di kamarmu?" tanya Yohan polos, begitu saja dengan wajah tanpa dosanya.

Ily jelas terkejut, langsung melotot dan menolak pertanyaan itu keras-keras. "Tidaklah!"

"Lalu di mana?"

"Di ruang tengah pasti akan menggangu ayah yang sedang menonton TV, di dapur pun sepertinya tidak memungkinkan." Ily cemberut dengan wajah kecewa. Menatap Yohan sambil berpikir, sampai akhirnya sesuatu tiba-tiba datang  di benaknya, "ah,  agaimana kalau kita berlatih di taman belakang saja?"

Yohan mengangguk saja. "Oke."

"Aku akan bawakan karpet dan selimut, sebentar ya," kata Ily terlihat seperti buru-buru. "Kamu ke sana saja dulu. Intinya ke belakang rumahku, di sana ada kursi taman dan meja untuk santainya juga. Kamu duduk di sana dulu."

Yohan mengangguk, sementara Ily langsung masuk rumah dan bergegas menuju kamarnya untuk mengambil bukan hanya karpet dan selimut tetapi juga bantai, boneka dan lilin aroma pemberian Eza. Tak lupa ketika melewati dapur, Ily mengambil korek api.

Ketika Ibu dan ayah melihatnya dengan heran, Ily menjawab akan berlatih bersama Yohan untuk Seni Budaya dan pembicaraan mereka selesai di sana. Ily keluar dari pintu belakang dan segera melihat Yohan yang sudah duduk santai di kursi yang dimaksud Ily sebelumnya.

Mendengar suara grasak-grusuk, Yohan memilih untuk menoleh dan segera bangkit ketika melihat Ily ban barang-barang yang dibawanya sampai perempuan itu tak sanggup berjalan dengan normal.

Yohan berdecak melihatnya. "Kamu mau piknik atau naik gunung?"

"Jangan bicara tak perlu. Bantu saja. Kamu akan nyaman."

Mereka menghabiskan hampir lima belas menit untuk menyusun bantal, boneka dan selimut yang banyak perdebatannya. Ily ingin hangat, sementara Yohan tak mau ribet karena mereka akan bermain gitar sambil melihat buku yang berisi not angkanya. Sementara di meja depan mereka ada lilin aroma yang telah dinyalakan, boneka pinguin kecil yang Yohan herankan apa fungsinya menaruh di sana. Belum lagi boneka lainnya yang kini sedang Yohan bantu pegang saat Ily sedang membenarkan sweater cokelat dan rambutnya.

Ketika akhirnya Ily duduk nyaman, bersandar pada bantal, setengah tubuh diselimuti selimut lembut, ia mengulurkan tangan untuk meminta boneka pada Yohan dan memeluknya dengan nyaman.

Yohan mengernyit, namun ikut duduk dan menyelimuti diri dengan selimut. Ia menatap Ily dengan tatapan aneh. "Kamu mau tidur di sini, ya?"

"Terserah kamu mau berkata apa yang penting aku nyaman," balas Ily tak peduli. "Silahkan kamu dulu mainkan gitarnya. Aku penasaran."

"Aku jago, tahu."

Ily mengangkat bahu sambil tersenyum tak acuh, seolah merendahkan perkataan Yohan saat kini laki-laki itu sedang memangku gitarnya dan memeriksa senarnya satu-satu.

"Aku sudah lama tak bermain, tapi aku masih ingat," katanya menjelaskan sedikit, "lagu Indonesia pertama yang aku nyanyikan."

"Untuk siapa?" tanya Ily penasaran.

"Ibuku."

Ily sempat terkejut, tersentak dan tak bisa langsung percaya. Ia menatap Yohan tepat di mata, berharap ada canda di sana, namun yang ia cari tidak tertemukan juga. Akhirnya, Ily percaya saja, mungkin Yohan memang seberbakti itu pada orang tuanya. Ily saja belum pernah bernyanyi atau mengatakan hal-hal yang menggambarkan bahwa dirinya menyayangi ayah dan ibu.

Semua itu terlalu mau untuk Ily lakukan terang-terangan, jadinya ia hanya menyuarakan sayangnya lewat doa dan menjadi anak baik yang akan dibanggakan di masa depan. Ily akan membalasnya di masa depan, saat di mana dia telah sukses.

"Apa kamu pernah punya pacar?" tanya Ily lagi.

Yohan tersenyum tipis, tampak misterius dan membuat Ily bingung sekaligus heran. Namun, laki-laki Korea itu tahu bagaimana memainkan perasaan Ily. Bukannya menjawab, Yohan justru mulai memetik senar gitarnya, memainkan intro yang sangat familiar di telinga Ily.

Kau begitu sempurna

Di mataku kau begitu indah

Kau membuat diriku akan s'lalu memujamu

Di setiap langkahku

Ku kan s'lalu memikirkan dirimu

Tak bisa kubayangkan hidupku tanpa cintamu

Janganlah kau tinggalkan diriku

Tak kan mampu menghadapi semua

Hanya bersamamu ku akan bisa

Kau adalah darahku

Kau adalah jantungku

Kau adalah hidupku

Lengkapi diriku

Oh sayangku kau begitu

Sempurna...

Suara berat Yohan selaras dengan petikan gitarnya, membuat Ily sempat merinding dan segera bertepuk tangan setelah Yohan mengakhiri penampilan singkatnya itu dengan sedemikian rupa. Ily Tal menduga bila Yohan bisa sehebat ini.

"Sempurna, Yohan! Penampilanmu sangat sempurna, amazing, awesome, good!" seru Ily memuji dengan semangat. "Suaramu lumayan juga, ya."

"Bohong kamu," balas Yohan tak suka, membuat Ily langsung mematung tak paham. "Kata Ibu, suaraku seperti katak terendam air."

"Apa maksudnya katak terendam air?" Ily memandang Yohan dengan prihatin. "Suaramu bagus, Yohan. Berat-berat basah gitu, eh, serak-serak basah, maksudku. Cewek-cewek pasti suka!"

"Kamu sendiri ... suka?"

Ily mengangguk tanpa berpikir panjang. "Tentu! Kamu pasti dapat A!"

"Kalau begitu, coba sekarang giliran kamu. Nyanyikan sesuatu," kata Yohan. "Kamu memakai alat musik apa?"

"Aku pakai gitar juga, sini pinjam punya kamu," balas Ily, segera mengambil alih gitar Yohan untuk dia pangku dan mulai ia mainkan.

Satu persatu senar ia petik, dicoba untuk mengharmonikan nada. Ily mulai memasang kunci dan memetiknya sedemikian rupa, namun yang terdengar adalah suara tak jelas yang membuat Yohan mengernyit.

"Kamu tak bisa bermain gitar, ya?" tuduhnya langsung.

Ily langsung gegalapan, namun wajah sombongnya terpampang jelas. "Aku bisa! Waktu tes kelas 9 aku lulus! Aku menyanyikan laskar pelangi dan guru Seni Budaya di SMP-ku menikmatinya!"

"Tapi kamu tidak belajar lagi. Kamu hanya menyiapkan diri untuk satu hari hingga melupakannya karena tak pernah dites lagi." Yohan menatap tangan Ily yang  memasang kunci di gitarnya. "Dan tak ada kunci seperti yang kamu pasang. Kunci apa itu?"

Ily hanya mampu cengengesan. "Oke, aku menyerah. Aku akan minta bantuan Eza saja untuk mengajarkan."

"Apa?" tanya Yohan seolah tak terima.

"Ha? Kenapa? Apanya yang apa?" Ily justru kebingungan.

"Kenapa harus minta bantuan orang lain? Aku juga bisa mengajarimu," balas Yohan serius, matanya menyorot tajam dan membuat Ily semakin berdegup dengan pipi yang mulai memerah.

"Ka-kamu mungkin sibuk nanti," kata Ily memberi alasan yang terparkir di otaknya secara asal. "Aku takut mengganggu."

"Waktuku akan selalu luang untukmu, Ilyssa."

Tolong, siapapun segera jauhkan Yohan dari Ily sebab kini Ily hampir serangan jantung dan gadis itu tak mau Yohan disalahkan atas peristiwa yang mungkin saja akan terjadi.

Terpopuler

Comments

Irmadjokam

Irmadjokam

seruuuu...

2020-07-28

0

𝓝𝓾𝓷𝓪

𝓝𝓾𝓷𝓪

yohan gimana ni
sama tiffany suka sama illy juga suka

2020-03-31

3

lihat semua
Episodes
1 p r o l o g
2 01
3 02
4 03
5 04
6 05
7 06
8 07
9 08
10 09
11 10
12 11
13 12
14 13
15 14
16 15
17 16
18 17
19 18
20 19
21 20
22 21
23 22
24 23
25 24
26 25
27 26
28 27
29 28
30 29
31 30
32 e p i l o g
33 pengumuman
34 Dari Korea 2 01
35 Dari Korea 2 02
36 Dari Korea 2 03
37 Dari Korea 2 04
38 Dari Korea 2 05
39 Dari Korea 2 06
40 Dari Korea 2 07
41 Dari Korea 2 08
42 Dari Korea 2 09
43 Dari Korea 2 10
44 Dari Korea 2 11
45 Dari Korea 2 12
46 Dari Korea 2 13
47 Dari Korea 2 14
48 Dari Korea 2 15
49 Dari Korea 2 16
50 Dari Korea 2 17
51 Dari Korea 2 18
52 spesial; spoiler
53 Dari Korea 2 19
54 Dari Korea 2 20
55 Dari Korea 2 21
56 Dari Korea 2 22
57 Dari Korea 2 23
58 Dari Korea 2 24
59 Dari Korea 2 25
60 Dari Korea 2 26
61 Dari Korea 2 27
62 Dari Korea 2 28
63 Dari Korea 2 29
64 Dari Korea 2 30
65 Dari Korea 2 31
66 Dari Korea 2 32
67 Dari Korea 2 33
68 Dari Korea 2 34
69 Dari Korea 2 35
70 Dari Korea 2 36
71 Dari Korea 2 37
72 Dari Korea 2 38
73 Dari Korea 2 39
74 Dari Korea 2 40
75 Dari Korea 2 41
76 Dari Korea 3 42
77 Dari Korea 2 43
78 Dari Korea 2 44
79 Dari Korea 2 45
80 Dari Korea 2 46
81 Dari Korea 2 47
82 Dari Korea 2 48
83 Dari Korea 2 49
84 Dari Korea 2 50
85 Dari Korea 2 51
86 Dari Korea 2 52
87 Dari Korea 2 53
88 Dari Korea 2 54
89 Dari Korea 2 55
90 Dari Korea 2 56
91 Dari Korea 2 56
92 Dari Korea 2 57
93 Dari Korea 2 58
94 Dari Korea 2 59
95 Dari Korea 2 60
96 Dari Korea 2 61
97 Dari Korea 2 62
98 Dari Korea 2 63
99 Dari Korea 2 64
100 Dari Korea 2 65
101 Dari Korea 2 Last Part
102 Sebelum Extra Part
103 Extra Part 1 : Kotak Pizza
104 Extra Part 2 : Besok Kamu Kosong?
105 Extra Part 3 : Bukan Cuma Empat Tahun Lagi
106 Extra Part 4 : Jodoh Pada Pandangan Pertama
107 The Cast of WABBL
108 WABBL - PROLOG
109 WABBL - 1
110 WABBL - 2
111 WABBL - 3
112 WABBL - 4
113 WABBL - 5
114 WABBL - 6
115 WABBL - 7
116 WABBL - 8
117 WABBL - 9
118 WABBL - 10
119 WABBL - 11
120 WABBL - 12
121 WABBL - 13
122 WABBL - 14
123 WABBL - 15
124 WABBL - 16
125 WABBL - 17
126 WABBL - 18
127 WABBL - 19
128 WABBL - 20
129 WABBL - 21
130 WABBL - 22
131 WABBL - 23
132 WABBL - 24
133 WABBL - 25
134 WABBL - 26
135 WABBL - 27
136 WABBL - 28
137 WABBL - 29
138 WABBL - 30
139 WABBL - 31
140 WABBL - 32
141 WABBL - 33
142 WABBL - 34
143 WABBL - 35
144 WABBL - 36
145 WABBL - 37
146 WABBL - 38
147 WABBL - 39
148 WABBL - 40
149 WABBL - 41
150 WABBL - 42
151 WABBL - 43
152 WABBL - 44
153 WABBL - 45
154 WABBL - 46
155 WABBL - 47
156 WABBL - 48
157 WABBL - 49
158 WABBL - 50
159 WABBL - 51
160 WABBL - 52
161 WABBL - 53
162 WABBL - 54
163 WABBL - 55
164 WABBL - 56
165 ice breaking
166 WABBL - 57
167 WABBL - 58
168 WABBL - 59
169 WABBL - 60
170 WABBL - 61
171 WABBL - 62
172 WABBL - 63
173 WABBL - 64
174 WABBL - 65
175 WABBL - 66
176 WABBL - 67
177 WABBL - 68
178 WABBL - 69
179 WABBL - 70
180 WABBL - 71
181 WABBL - 72
182 WABBL - 73
183 WABBL - 74
184 WABBL - 75
185 WABBL - 76
186 WABBL - 77
187 WABBL - 78
188 WABBL - 79
189 WABBL - 80
190 WABBL - 81
191 WABBL - 82
192 WABBL - 83
193 WABBL - 84
194 WABBL - 85
195 WABBL - 86
196 WABBL - 87
197 WABBL - 88
198 WABBL - 89
199 WABBL - 90
200 WABBL - 91
201 WABBL - 92
202 WABBL - 93
203 WABBL - 94
204 WABBL - 95
205 WABBL - 96
206 WABBL - 97
207 WABBL - 98
208 WABBL - 99
209 WABBL - 100
210 WABBL - 101
211 WABBL - 102
212 WABBL - 103
213 WABBL - 104
214 WABBL - 105
215 WABBL - 106
216 WABBL - 107
217 WABBL - 108
218 WABBL -109
219 WABBL - 110
220 WABBL - 111
221 WABBL - 112
222 WABBL - 113
223 WABBL - 114
224 WABBL - 115
225 WABBL - 116
226 WABBL - 117
227 WABBL - 118
228 WABBL - 119
229 WABBL - The Last Chapter
230 break page
231 LSF - 1
232 LSF - 2
233 LSF - 3
234 LSF - 4
235 LSF - 5
236 LSF - 6
237 LSF - 7
238 LSF - 8
239 LSF - 9
240 LSF - 10
241 LSF - 11
242 LSF - 12
243 LSF - 13
244 LSF - 14
245 LSF - 15
246 LSF - 16
247 LSF - 17
248 LSF - 18
249 LSF - 19
250 LSF - 20
251 LSF - 21
252 LSF - 22
253 LSF - 23
254 LSF - 24
255 LSF - 25
256 LSF - 26
257 LSF - 27
258 LSF - 28
259 LSF - 29
260 LSF - 30
261 LSF - 31
262 LSF - 32
263 LSF - 33
264 LSF - 34
265 LSF - 35
266 LSF - 36
267 LSF - 37
268 LSF - 38
269 LSF - 39
270 LSF - 40
271 LSF - The Last Chapter
272 Extra: Langit Meets Lami
273 SEKUEL WABBL
Episodes

Updated 273 Episodes

1
p r o l o g
2
01
3
02
4
03
5
04
6
05
7
06
8
07
9
08
10
09
11
10
12
11
13
12
14
13
15
14
16
15
17
16
18
17
19
18
20
19
21
20
22
21
23
22
24
23
25
24
26
25
27
26
28
27
29
28
30
29
31
30
32
e p i l o g
33
pengumuman
34
Dari Korea 2 01
35
Dari Korea 2 02
36
Dari Korea 2 03
37
Dari Korea 2 04
38
Dari Korea 2 05
39
Dari Korea 2 06
40
Dari Korea 2 07
41
Dari Korea 2 08
42
Dari Korea 2 09
43
Dari Korea 2 10
44
Dari Korea 2 11
45
Dari Korea 2 12
46
Dari Korea 2 13
47
Dari Korea 2 14
48
Dari Korea 2 15
49
Dari Korea 2 16
50
Dari Korea 2 17
51
Dari Korea 2 18
52
spesial; spoiler
53
Dari Korea 2 19
54
Dari Korea 2 20
55
Dari Korea 2 21
56
Dari Korea 2 22
57
Dari Korea 2 23
58
Dari Korea 2 24
59
Dari Korea 2 25
60
Dari Korea 2 26
61
Dari Korea 2 27
62
Dari Korea 2 28
63
Dari Korea 2 29
64
Dari Korea 2 30
65
Dari Korea 2 31
66
Dari Korea 2 32
67
Dari Korea 2 33
68
Dari Korea 2 34
69
Dari Korea 2 35
70
Dari Korea 2 36
71
Dari Korea 2 37
72
Dari Korea 2 38
73
Dari Korea 2 39
74
Dari Korea 2 40
75
Dari Korea 2 41
76
Dari Korea 3 42
77
Dari Korea 2 43
78
Dari Korea 2 44
79
Dari Korea 2 45
80
Dari Korea 2 46
81
Dari Korea 2 47
82
Dari Korea 2 48
83
Dari Korea 2 49
84
Dari Korea 2 50
85
Dari Korea 2 51
86
Dari Korea 2 52
87
Dari Korea 2 53
88
Dari Korea 2 54
89
Dari Korea 2 55
90
Dari Korea 2 56
91
Dari Korea 2 56
92
Dari Korea 2 57
93
Dari Korea 2 58
94
Dari Korea 2 59
95
Dari Korea 2 60
96
Dari Korea 2 61
97
Dari Korea 2 62
98
Dari Korea 2 63
99
Dari Korea 2 64
100
Dari Korea 2 65
101
Dari Korea 2 Last Part
102
Sebelum Extra Part
103
Extra Part 1 : Kotak Pizza
104
Extra Part 2 : Besok Kamu Kosong?
105
Extra Part 3 : Bukan Cuma Empat Tahun Lagi
106
Extra Part 4 : Jodoh Pada Pandangan Pertama
107
The Cast of WABBL
108
WABBL - PROLOG
109
WABBL - 1
110
WABBL - 2
111
WABBL - 3
112
WABBL - 4
113
WABBL - 5
114
WABBL - 6
115
WABBL - 7
116
WABBL - 8
117
WABBL - 9
118
WABBL - 10
119
WABBL - 11
120
WABBL - 12
121
WABBL - 13
122
WABBL - 14
123
WABBL - 15
124
WABBL - 16
125
WABBL - 17
126
WABBL - 18
127
WABBL - 19
128
WABBL - 20
129
WABBL - 21
130
WABBL - 22
131
WABBL - 23
132
WABBL - 24
133
WABBL - 25
134
WABBL - 26
135
WABBL - 27
136
WABBL - 28
137
WABBL - 29
138
WABBL - 30
139
WABBL - 31
140
WABBL - 32
141
WABBL - 33
142
WABBL - 34
143
WABBL - 35
144
WABBL - 36
145
WABBL - 37
146
WABBL - 38
147
WABBL - 39
148
WABBL - 40
149
WABBL - 41
150
WABBL - 42
151
WABBL - 43
152
WABBL - 44
153
WABBL - 45
154
WABBL - 46
155
WABBL - 47
156
WABBL - 48
157
WABBL - 49
158
WABBL - 50
159
WABBL - 51
160
WABBL - 52
161
WABBL - 53
162
WABBL - 54
163
WABBL - 55
164
WABBL - 56
165
ice breaking
166
WABBL - 57
167
WABBL - 58
168
WABBL - 59
169
WABBL - 60
170
WABBL - 61
171
WABBL - 62
172
WABBL - 63
173
WABBL - 64
174
WABBL - 65
175
WABBL - 66
176
WABBL - 67
177
WABBL - 68
178
WABBL - 69
179
WABBL - 70
180
WABBL - 71
181
WABBL - 72
182
WABBL - 73
183
WABBL - 74
184
WABBL - 75
185
WABBL - 76
186
WABBL - 77
187
WABBL - 78
188
WABBL - 79
189
WABBL - 80
190
WABBL - 81
191
WABBL - 82
192
WABBL - 83
193
WABBL - 84
194
WABBL - 85
195
WABBL - 86
196
WABBL - 87
197
WABBL - 88
198
WABBL - 89
199
WABBL - 90
200
WABBL - 91
201
WABBL - 92
202
WABBL - 93
203
WABBL - 94
204
WABBL - 95
205
WABBL - 96
206
WABBL - 97
207
WABBL - 98
208
WABBL - 99
209
WABBL - 100
210
WABBL - 101
211
WABBL - 102
212
WABBL - 103
213
WABBL - 104
214
WABBL - 105
215
WABBL - 106
216
WABBL - 107
217
WABBL - 108
218
WABBL -109
219
WABBL - 110
220
WABBL - 111
221
WABBL - 112
222
WABBL - 113
223
WABBL - 114
224
WABBL - 115
225
WABBL - 116
226
WABBL - 117
227
WABBL - 118
228
WABBL - 119
229
WABBL - The Last Chapter
230
break page
231
LSF - 1
232
LSF - 2
233
LSF - 3
234
LSF - 4
235
LSF - 5
236
LSF - 6
237
LSF - 7
238
LSF - 8
239
LSF - 9
240
LSF - 10
241
LSF - 11
242
LSF - 12
243
LSF - 13
244
LSF - 14
245
LSF - 15
246
LSF - 16
247
LSF - 17
248
LSF - 18
249
LSF - 19
250
LSF - 20
251
LSF - 21
252
LSF - 22
253
LSF - 23
254
LSF - 24
255
LSF - 25
256
LSF - 26
257
LSF - 27
258
LSF - 28
259
LSF - 29
260
LSF - 30
261
LSF - 31
262
LSF - 32
263
LSF - 33
264
LSF - 34
265
LSF - 35
266
LSF - 36
267
LSF - 37
268
LSF - 38
269
LSF - 39
270
LSF - 40
271
LSF - The Last Chapter
272
Extra: Langit Meets Lami
273
SEKUEL WABBL

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!