Ilyssa Devania adalah seorang gadis biasa yang tak begitu menonjol di kelasnya, tak terlalu dikenal di sekolahnya ataupun ternama atas prestasinya sampai walikota sekalipun mengenalnya.
Gadis itu berumur 18 tahun yang genap hari ini. Biasa dipanggil Ily dan tak ada yang spesial dari pesta ulang tahunnya kini. Biasanya orang-orang seumurannya akan mengadakan perayaan besar-besaran, namun itu tak berlaku pada Ily. Bahkan ulang tahunnya yang kemarin hanya dirayakan di halaman belakang rumah dengan kue tart sederhana buatan Ibu.
Ily cemberut menatap kue donat cokelat di depannya. Ia hanya ditemani Ayah dan Ibunya di atas meja makan dengan sebuah lilin untuk mati lampu di depannya. Mungkin keuangan keluarga sedang tak lancar, tapi Ily menyadari tekad Ayah Ibunya untuk merayakan hari ulang tahunnya.
Namun, tetap saja, Ily masih merasa kurang.
"Ayah, Ibu, Ily mau pesta," rengek Ily merasa kecewa. Minggu ini adalah musimnya liburan, namun ia harus berada di rumahnya bahkan saat berulang tahun. Ily merasa sangat mengenaskan.
Mereka bertiga hanya memakai piyama dan tak ada pernak-pernik ulang tahun seperti topi kerucut ataupun balon-balon. Benar-benar sederhana. Bahkan Ily tak melihat kotak kado.
"Ini kita lagi pesta," kata Ayah semangat. Tangannya bergerak heboh, bertepuk tangan dan mulai bernyanyi, "happy birthday to you, happy birthday Ily, happy birthday Ily! Woouuuu!"
"Yeah, sekarang tiup lilinnya. Ily mau apa, bilang aja," tambah Ibu dengan nada tak ajalah cerita.
"Ini jam 8 malam, malam Minggu dan Ily harap bisa berada di pantai sekarang juga," kata Ily dingin.
Ayah dan Ibu saling berpandangan dengan mata khawatir. Melihatnya, Ily justru tertawa dan membuat Ayah Ibu menatapnya dengan senyuman kecil.
"Ily bercanda, kok, hehe." Ily masih juga tertawa. "Makasih udah rayakan hari ultah Ily."
Tawa Ayah Ibu langsung menyusul, mengudara bahagia.
"Semoga kamu selalu sehat dan makin pintar, ya, nak," kata Ayah menyuarakan doanya.
"Semoga ulang tahun kamu kali ini diberkahi dan banyak kebaikan yang datang, ya," tambah Ibunya dengan senyum lebar. "Harapan kamu apa, nak?"
"Aku ingin lulus dengan nilai UN besar, masuk PTN dan meraih cita-citaku setinggi-tingginya," jawab Ily semangat.
Kalau bisa dapet pacar ganteng juga, sih, tambah Ily dalam hati.
"Bagus," puji Ayahnya sambil mengacak kecil rambut anak putrinya itu. "Semangat ya, bentar lagi kamu masuk sekolah sebagai siswi kelas XII."
"Iya, yah." Ily tersenyum lebar dan merasa semangat atas kata-kata dari Ayah. "Sekarang mana kadonya?"
Ily menengadahkan kedua tangannya pada Ayah dan Ibu yang kini lagi-lagi berpandangan dengan tatapan khawatir. Ily hampir saja merenggut kecewa saat Ayah Ibu tak tiba-tiba bangkit dari duduknya dan memeluk Ily dengan segenap kasih sayang.
"Kadonya Ayah Ibu. Ily akan selalu Ayah Ibu temani sampai menikah, punya anak dan pulang pada Sang Pencipta. Kita bertiga akan selalu bersama dan bahagia."
Harusnya Ily selalu menyadari, tak ada bahagia selain diberi cinta yang melimpah dari Ayah Ibunya yang sederhana ini.
"Ily beruntung jadi anak satu-satunya Ayah Ibu."
***
Kegiatan pagi keluarga Ily berlangsung damai dan bahagia meski dibangun dalam kesederhanaannya yang khas.
Ibu sedang menggoreng telur mata sapi untuk sarapan di dapur dengan semua jendela rumah yang dibuka, membuat udara segar dan cahaya matahari yang lembut menghiasi rumah sederhana ini.
Ditemani suara burung tetangga, Ayah berhadapan koran di sofa ruang keluarga dengan kacamata bertengger di pangkal hidungnya, wajahnya tampak serius. Tentu, Ayah sedang memecahkan permainan sodoku di dalamnya.
Sementara Ily baru saja bangun karena menghirup aroma telur mata sapi buatan Ibu. Penciuman Ily lebih tajam dari pendengarannya saat tidur. Ini keunikannya.
"Ily! Ayah! Sarapan!" seru Ibu ketika setelah menyiapkan tiga piring dengan porsi masing-masing.
Ily segera mendudukkan diri di salah satu kursi meja makan. Menghadap seporsi sarapan dengan mata berbinar.
"Makasih Ibu udah siapin sarapan," kata Ily seperti biasanya. Kemudian Ayah akan melanjutkan perkataannya setelah duduk di seberang Ily.
"Jangan bosan-bosan, ya," kata Ayah akhirnya.
Ily tertawa, diikuti Ibu yang membalas dengan tawa yang sama juga. Ayah ikut tertawa setelah Ibu duduk di sebelahnya. Bahkan sesering apapun mereka melakukanya, itu selalu lucu.
"Ayo sarapan!" seru Ily bahagia.
Mereka bertiga sarapan dengan hening. Lagipula siapa juga yang akan sarapan dengan bising? Tak ada. Sekitar lima belas menit, meja makan telah kosong dan Ibu kini akan mencuci piring.
Seperti yang telah disepakati, Ily menyapu dan Ayah menyiram tanaman yang ada di halaman rumahnya. Di sana ada bunga mawar, anggrek, tanaman stroberi dan beberapa tanaman hias yang beragam.
Rumah keluarga Ily sesederhana penghuninya. Rumahnya tak bertingkat, namun memiliki taman belakang dan halaman yang luas. Isi rumahnya pun tak kalah luas dengan terdapat lima kamar, tiga kamar mandi di dalamnya.
Setelah kegiatan pagi selesai dilakukan, Ayah, Ibu dan Ily berkumpul di ruang tengah. Di sofa, menonton televisi sambil beberapa saat mengobrol acak ditemani kue jahe langganan keluarga.
Mereka menghabiskan pekan liburan seperti ini. Bersama, sederhana dan bahagia. Mereka bertiga sama-sama kurang menyukai kegiatan di luar.
Sampai tak terasa, kini penghujung hari libur telah di depan mata. Ily merasa liburannya singkat dan bahagia karena ada orang tuanya.
Tak ada harta yang lebih berharga daripada keluarga. Ily sangat menyetujui kata-kata itu. Di mana lagi dia bisa menemukan keluarga serukun ini?
***
Di malam liburannya--meskipun ini yang terakhir, seperti biasa, Ily berada di kamarnya. Menghadap laptop yang menyala dengan makanan ringan di sekelilingnya. Rutinitas Ily sejak ia menginjak bangku SMP yang bahkan tak akan ia hilangkan sampai kapanpun, karena apapun.
Menonton drama Korea, tentu saja. Ia kan menghabiskan tiga jam untuk menonton sambil makan cemilan, lalu mendengar lagu-lagu yang dibawakan penyanyi favoritnya, Shawn Mendes sampai puas kemudian tidur.
Ayah Ibunya tak melarang, karena semuanya tak masalah asal Ily bahagia. Sedamai itu keluarganya.
Jangan iri, ya.
Ily hampir bisa melihat drama dari semua genre. Fantasi, komedi, romantis, thriller, sampai action. Namun, tentu, ada yang menjadi favoritnya. Ily tak begitu menyukai drama romantis yang hanya akan membuatnya cemburu, ia juga tak begitu menggemari lawakan hingga membuatnya kelelahan karena tertawa, serta kurang menikmati drama bergenre fantasi yang segalanya hanya khayalan.
Thriller, action dan misteri merupakan genre favoritnya. Butuh pemikiran kritis, super konsentrasi dan menyiapkan mental. Semua itu seru dan Ily sangat-sangat menyukainya melebihi apapun.
Namun, Ily tak bisa menonton film horor. Benar-benar tak bisa. Jangan tanyakan mengapa.
Suara getaran ponselnya membuat Ily mengalihkan perhatiannya dari layar laptop. Ia berdecak, mengambil ponselnya dan mengumpat kecil karena lupa mematikan datanya. Kini notifikasi di grup kelasnya yang tak berbobot mengotori penyimpanan Ily.
Ily penasaran, mengapa bisa sampai ada seribu obrolan dalam grup yang beranggotakan duapuluh sembilan jiwa ini.
Bima : guys, malam Senin nih, JANGAN LUPA BESOK SEKOLAH
Bima : JANGAN LUPA BESOK SEKOLAH
Bima : JANGAN LUPA BESOK SEKOLAH
Bima : JANGAN LUPA BESOK SEKOLAH
Fani : ayo guys, semangat besok sekolah~~
Hafiz : jangan males-males, ya, mari sekolah
Gina : ayo semuanya sekolah~~ woo~~ rame lho
Alfin : ketua kelas, wakilnya, bendara sama sekretarisnya udah bawel noh nggak mau sibuk ngurusin yang absen
Fani : bacot Alfin lo juga seksi keamanan
Gia : gue nggak sekolah ye, sakit pilek
Alfin : cupu
Gia : nanti dikirim surat dokternya
Karin : siap-siap bosque, gue bakal sekolah besok! Ketemu dong! Kangeeeen!
Alfin : centil
Karin : bacot Alfin
Gina : bacot Alfin
Fani : bacot Alfin
Alfin : kok gua?!?!
Ily langsung menyecroll sampai ke bawah dan tak ada kepentingan yang perlu ia urusi. Grup kelasnya hanya berisi perdebatan antara pengurus kelas dengan anak-anak bandel, siswi centil dan siswa bermulut pedas atau tukang pamer dan tukang gosip. Selain itu, tak ada chat penting yang masuk juga dalam akun WhatsApp miliknya.
Ily berdecak sekali lagi dan akhirnya mematikan data ponselnya, menyimpannya kembali ke tas meja belajar dan lanjut menonton dramanya.
Semulus itu hidup Ily.
Sekali lagi, jangan iri, ya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 273 Episodes
Comments
zkdlinmy
aku mampiir
2021-08-03
0
Asyik Ahmad
😥
2020-08-15
0
Widiyawidi
aiieidijcjc
2020-08-04
0