02

"Hai, kecil!"

"Eh, si pendek, makin pendek aja deh keliatannya!"

"Wah, udah dua minggu nggak ketemu, kok lo nggak ninggiin sih?"

"Cari lo mah gampang, tinggal liat aja yang pake tas pink! Nggak ganti-ganti juga itu tas, hadeuh!"

Bukan sapaan senang atau yang menggambarkan betapa kangennya seseorang pada sosok Ily setelah dua minggu tak bertemu, namun cacian dan ledekan yang ia dapatkan dari anak sekelasnya. Ily cemberut, memilih berjalan ke tempat duduknya dan mengabaikan mereka yang ingin berkata sepuasnya.

Dia tak punya teman dekat. Hidup ini pilihan. Ily memilih untuk sendiri dan terhindar dari segala marabahaya yang bisa ditimbulkan oleh pertemanan anak SMA jaman sekarang.

Ily memilih bukan tanpa alasan, salahkan saja pada siswa-siswi SMA Taruna Utara ini yang sangat-sangat sensitif terhadap tinggi badan. SMA ini menyeleksi calon muridnya dengan mengukur tinggi badan, paling pendek itu 155 cm dan saat masuk Ily benar-benar pas di tinggi itu.

Sementara banyak dari siswi-siswi yang tumbuh, kini rata-rata mereka 160 cm. Namun hal itu tak terjadi pada Ily. Selama dua tahun hidup, ia hanya tumbuh 2 cm dan itu sangat menyebalkan. Banyak dari temannya di kelas 10 yang meninggalkannya, seolah tak mau mengenal Ily lagi. Ditambah sistem sekolah ini yang mengklasifikasikan kelas siswa-siswinya berdasarkan nilai.

Setiap tahun selalu berubah. Yang paling tinggi nilainya berada di IPA-1 atau IPS-1 maupun Bahasa-1. Kini, setelah dua tahun setengah berlalu dan Ily naik kelas, dirinya berada di kelas XII IPA-4, hampir saja menjadi penghuni kelas paling bawah.  Total kelas IPA setiap angkatan ada 6.

Otomatis, teman-teman satu kelas Ily selalu berubah dan tak tentu juga akan satu kelas lagi dengan teman-teman dulunya. Sekarang Ily benar-benar tak punya teman di sisinya, yang membantu atau membela dirinya saat sedih karena mendapat perlakuan tak baik karena tinggi badannya.

Ily tahu mereka bercanda, namun ia tak pernah menganggap cemoohan fisik untuk dirinya itu adalah candaan. Tak bisa. Tak pernah bisa.

Setengah semester Ily berada di kelas ini, menerima perlakuan itu dengan diam. Ia hanya harus bertahan enam bulan lagi.

Selama menunggu bel masuk berbunyi, di antara anak kelas yang saling berbicara, saling bercanda, saling bermain atau saling menggoda, Ily memilih untuk memainkan ponselnya sendiri. Ia menyalakan data dan bermain game werewolf di Hago.

Ingin tahu apa yang tak kalah menyakitkan lagi?

Ily duduk sendiri. Harusnya satu meja diisi dua orang. Pada awal kelasnya terbentuk, Pak Aldi, wali kelas XII IPA-4, menggunakan sistem acak untuk penempatan tempat duduk. Setiap kursi diberi nomor dan para murid memilih kertas gulungan yang berisi salah satu nomor.

Takdir pahit menghampiri Ily, karena jumlah siswa dan siswinya tak seimbang (laki-laki ada 14, perempuan ada 15), ia duduk sendiri. Di barisan paling ujung dari pintu kelas, kursi paling depan.

Ily benar-benar merasa terasingkan selama ini. Namun, ia terima saja dengan sabar. Mau bagaimana lagi?

Akhirnya bel masuk berbunyi. Ily kira kelas XII akan efektif KBM-nya, mengingat tiga bulan lagi mereka UN. Namun, rupanya hari ini tak ada pelajaran apapun seperti kata Bima, ketua kelas.

"Hari ini guru-guru pada sibuk ngurusin anak baru sama program mengajar. Kita kelas kosong sampai jam dua, udah itu boleh pulang. Jangan main, belajar. Ingat, tiga bulan lagi UN, guys!"

"WOO! PUR, AYO MAEN!" seru Lito, cowok gondrong yang sering main dengan Purna, semangat dengan mata membara.

"OKE-OKE!" balas Purna, cowok yang sebangku dengan Alfin langsung berdiri dengan semangat membara.

"WEI, IKUT DONG!" seru Maldi, tak mau ketinggalan.

"OKE-OKE! SEMUANYA BOLEH IKUT, RUMAH GUE FREE!" seru Purna, seperti biasa, ia punya rumah besar yang sedikit penghuninya. Purna selalu jadi sasaran menyediakan prasarana untuk apa-apa.

"CAPCUS!"

"Eh, kita jalan-jalan ke cafe yang baru itu, yuk!" seru Melly, cewek yang paling sosialita di kelas ini, jelas tak mau kalah juga dengan anak cowok.

"Ayo, ayo!" balas Dina, cewek imut yang selalu memakai bandana di rambutnya, tak kalah semangat. "Gue pengen banget ke sana. Kata temen gue di sekolah sebelah, tempatnya itu instagramable, lho!"

"Iya, makanya gue ngajak lo!"

"Hu, anak cewek nggak seru banget," ledek Lito tiba-tiba.

"Apasih, To," decak Melly tak suka.

"Hei, dasar, kata guru-guru kan belajar, bukan main, woi," kata Bima mengingatkan.

"Jangan abisin itu uangnya, jangan susah buat ditagihin uang kas. Ini buat lo-lo pada kok nantinya," tambah Fani, selaku bendahara, mengingat juga.

Anak-anak kelas langsung mengeluh tak suka. Di dunia ini, memangnya siapa sih yang suka dengan adanya uang kas?

"Eh, gimana kalau kita keluar bareng?" saran Alfin yang sedari tadi diam. Dia selaku wakil ketua kelas, berniat untuk mengajak temen kelasnya pada arah yang baik. "Kita ke rumah Purna, belajar bareng. Kita bentar lagi UN, nggak ada waktu buat dibuang-buang. Kita harus lulus dengan nilai bagus dan banggakan orang tua kita."

Hampir seluruh anak kelas, mulai terajak hatinya. Mereka juga ingin bagus nilainya, ingin cerdas dan mencapai cita-cita. Bahkan Lito yang semester kemarin malas-malasan, segera menyahut semangat.

"Gue setuju!"

"Gue juga!" Maldi ikut berseru semangat.

"Gue juga!" Dani menyahut kemudian.

"Gue juga ikut!" seru Akbar juga setuju atas pemikiran sang wakil ketua kelas.

Alfin tersenyum atas keantusiasan teman kelasnya."Oke. Kalau begitu, Gin, mau kan jadi guru kita-kita?"

Gina, sekretaris kelas, sekaligus si peringkat satu yang merasa namanya dipanggil itu berpaling dari buku yang dia baca. Ia langsung disambut tatapan tanya dari teman-temannya, juga Alfin yang menaik-naikan alisnya.

"Lo baik, deh," kata Lito memelas. "Ayo, belajar bareng-bareng. Gue merasa tersulut."

Gina tersenyum tipis. Kemudian mengacungkan jari jempolnya. Membuat suara-suara senang anak kelas menyahut gembira.

Ily hanya mendengarkan obrolan seru anak kelasnya yang akan belajar bersama sambil bermain itu. Ily tak minat untuk mengikuti kegiatan anak kelasnya itu, ia sudah punya agenda sendiri di rumah.

***

Dengan tangan yang memegang eskrim cone yang tadi ia beli di mini market seberang jalan masuk komplek, Ily berjalan menuju rumahnya yang berada di serambi kiri komplek urutan ke tiga dari rumah yang paling ujung.

Jam dua siang yang sepi karena waktunya jam kerja membuat suara sepatu Ily yang menggesek aspal terdengar jelas. Suara burung berkicau milik tetangga sesekali terdengar, namun begitu Ily berbelok menuju tempat rumahnya berada, suara mesin truk besar yang nyalakan tiba-tiba, benar-benar membuat terkejut hingga hampir menjatuhkan eskrim cone-nya.

Pasalnya, perumahan ini jarang sekali ada truk yang masuk, mobil pun hanya sesekali, paling banyak itu sepeda dan motor karena kebanyakan penghuninya tak punya garasi yang besar untuk cukup menampung mobil. Setelah Ily telusuri, kebanyakan orang-orang di sini lebih suka menanam di halaman depan rumahnya, karenanya udaranya sangat sejuk.

Ily terus berjalan, sementara truk itu sudah melaju melewatinya. Setelah dilihat, rupanya truk itu membawa barang-barang dalam kotak dus milik rumah seberapa rumahnya.

Ada penghuni baru? Ily bertanya-tanya dalam hati. Namun ia tak seberani itu untuk menghampiri dan masuk untuk menyala tetangga baru itu. Yang Ily lakukan selanjutnya adalah membuka gerbang rumahnya dan masuk seperti biasa.

Ily membuang sampah bekas eskrim cone-nya di tempat sampah pinggir pintu masuk, kemudian membuka sepatunya dan membuka pintu rumahnya. Ia meletakkan sepatunya di rak, kemudian berjalan di dapur untuk menemukan Ibunya yang sedang memasak.

"Ibu!" seru Ily senang.

"Lah, udah pulang?" tanya Ibunya terkejut. Ia melepas apron yang melekat di badannya kemudian memeluk Ily dan mencium keningnya, kebiasaannya sejak dulu. "Kenapa?"

"Guru-guru sibuk urusin anak baru sama program mengajar katanya," jawab Ily jujur. "Aku mau ke kamar, ya, Bu. Dah!"

Ibu tertawa. "Ya udah, nggak ada yang larang."

Ily mengacungkan jempolnya kemudian berlari ke kamarnya. Setelah masuk, ia melepas tas dan segera berbaring di ranjang empuknya sambil membuang napas panjang dengan mata terpejam.

Yang lebih nikmat dari berbaring setelah penat melanda, ada?

Kamarnya yang berada paling ujung, dekat dengan taman belakang, dengan jendela besar menjadi kesenangan tersendiri bagi Ily. Ia dapat melihat langit, awan dan tanaman bunga rambat milik keluarga dari kamarnya.

Ily memejamkan matanya lebih lama, membayangkan dirinya berada di taman bunga-bunga, kemudian benar-benar terlelap.

Ini adalah agenda yang ia rencanakan sejak di sekolah.

***

Mata Ily langsung terbuka saat mencium aroma cokelat. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah jendela kamarnya, kemudian wajah kesal Ibu yang menjauhkan brownies cokelat dari hadapannya.

Ily mengernyit bingung. "Kenapa dijauhin, Bu? Ily pengen brownies-nya."

"Kamu kenapa nggak ganti baju dulu, itu jadi kusut gitu seragamnya. Besok masih dipake, kan?" tanya Ibu khawatir, menatap anak putrinya sambil geleng-geleng kepala.

Ily langsung bangun, terkejut karena kini seragam yang masih harus dipake besok sudah kusut tak karuan. Perlu setrika untuk merapikannya, Ily berniat melakukannya nanti malam.

"Aku beresin nanti malem, ya, Bu. Maaf," kata Ily.

"Mending sekarang kamu mandi, udah sore. Kita makan brownies bareng-bareng. Ayah juga udah pulang soalnya KBM masih belum efektif."

Ily mengangguk semangat. "Siap, Bu!"

Baru saja Ibu hendak keluar dari kamarnya saat Ily bersiap-siap untuk mandi di kamar mandi yang berada di sebelah kamarnya, Ily menghentikan langkah Ibu dengan pertanyaan.

"Kenapa beli brownies, Bu?" tanya Ily pemasaran. Setahunya, Ibu lebih suka donat cokelat ketimbang brownies.

"Dikasih tetangga baru," jawab Ibu seadanya.

"Oh, jadi beneran tetangga baru, ya. Pas pulang sekolah aku lihat truknya," kata Ily bercerita. "Untunglah, ya, Bu. Aku takut kalau kelamaan nggak berpenghuni, bakal ada 'penghuninya'."

Ibu tertawa kecil. "Iya, untung. Kita nggak perlu merasa terlalu takut lagi, apalagi kalau malam. Gelap banget, seram, kalau keluar."

"Iya, benar, Bu," balas Ily merasakan hal yang sama. Setiap kali ia ingin membeli sesuatu keluar saat malam, kadang niat itu diurungkan karena melihat rumah seberang yang mencekam.

"Kamu sekarang nggak perlu takut lagi," kata Ibu sekali lagi, merasa senang mendapat tetangga baru.

"Bukan aku, tapi kita," koreksi Ily dengan senyum lebar.

"Tetangga kita baik, lho," simpul Ibu gembira.

"Iya, jelas, hati pertama pindah aja udah ngasih bingkisan, apalagi nanti," balas Ily setuju.

"Katanya ini buatan sendiri," kata Ibu lagi, sambil menunjuk brownies yang ia bawa.

"Woah! Hebat!" seru Ily senang tiada tara. "Aku pengen banget cobain!"

Ibu agak melotot. "Kok kita jadi ngobrol?"

"Biasa, cewek," jawab Ily ringan.

"Kamu mandi cepet, kita makan nih brownies. Euh, wanginya nggak nahan!" Ibu berseru sebelum akhirnya pergi dari kamar Ily dan membuat Ily berlari untuk segera mandi.

Dia juga menginginkan brownies itu. Sangat-sangat.

Sekitar lima belas menit, akhirnya Ily selesai dengan piyamanya dan keluar dari kamarnya. Ia berjalan ke ruang keluarga dan mendapati Ayah Ibu sedang duduk sambil berbincang ringan. Ily segera berlari, duduk di antara dua orang yang ia sayangi itu dan segera bertepuk tangan dengan riang.

"Ayo, makan!" serunya sambil melihat brownies yang sedang dipotong kecil-kecil oleh Ibu.

"Kayak anak kecil," kata Ayah sambil mengacak kecil rambut sebahu Ily dengan gemas.

Ily hanya tertawa. Tak ada yang bisa mengalahkannya menyukai cokelat. Apapun itu, asal ada cokelatnya, Ily bahkan sanggup melahapnya sampai perutnya penuh.

Ketika akhirnya Ibu membolehkan, Ily mengambil sepotong dan mengunyah brownies yang super lezat itu dengan mata terpejam, menikmati. Ayah Ibu hanya tertawa melihatnya, ikut menikmati juga.

Sepotong, dua potong, tiga potong, empat potong, Ily sudah menghabiskannya. Lalu saat tangannya mengambil potongan ke lima, bel rumah berbunyi dan membuatnya langsung berdiri.

"Biar aku aja, paling itu tukang kirim koran Ayah, kan," kata Ily pada Ayah.

Ayah mengangkat bahunya. "Ayah udah terima tadi siang, masa dikirim lagi sekarang?"

"Ya udah, siapapun itu, akan aku sambut," putus Ily akhirnya, berjalan menuju pintu rumah dengan langkah riang.

Ayah dan Ibu hanya berpandangan, kemudian tertawa kecil. Mereka tahu jelas, setiap anak semawayangnya memakai cokelat, mood-nya akan naik dua ratus persen.

Sementara itu, Ily membuka pintu dan langsung melotot terkejut ketika melihat dua orang asing yang berdiri sebagai si pembunyi bel. Satu perempuan dan satu lagi laki-laki. Jelas, itu adalah Ibu dan anak.

Ibunya membawa makanan dalam kotak makan yang mengeluarkan wangi cokelat, jelas ini semakin membuat Ily bahagia. Anak dari Ibu itu memang tampan dan membuat Ily salah tingkah, namun semuanya memudar karena fokus Ily hanya satu.

Wangi cokelat.

"Sore, Tante," sapanya ramah.

"Oh, kamu anaknya Alisa, ya," katanya dengan logat yang khas. "Tante tetangga baru, namanya Sofie."

Ily mengangguk. "Tante kenal Ibuku?" tanya Ily heran.

"Tadi Ibumu bercerita saat Tante ke sini, berkunjung. Lalu Tante lupa masih ada donat yang belum dikasih, makanya Tante ke sini lagi," jelas Tante Sofie dengan ramah. Ia begitu saja menyerahkan kotak makan berisi donat itu pada Ily.

Ily tersenyum lebar. "Tante baik banget sih," pujinya sambil menerima kotak itu dengan haru.

Tante Sofie tertawa melihat tingkah Ily yang begitu gembira hanya dengan makanan. "Kamu harus kenalan sama anak Tante," katanya kemudian. "Kalian seumuran. Tante udah ngobrol banyak sama Ibumu juga. Ibumu udah ketemu anak Tante juga, ngobrol-ngobrol dikit."

Ily yang sedang menatap kotak makan donat itu dengan liur hampir menetes itu segera mendongak, kemudian menatap laki-laki yang sedari tadi diam dengan wajah datar.

"Oh, namaku Ilyssa, Tante, biasa dipanggil Ily," kata Ily ramah, bahkan mengulurkan tangannya pada laki-laki itu, sebagai bentuk penghormatan pada Tante Sofie yang telah baik padanya.

Laki-laki itu menjabat tangan Ily, namun tanpa senyum dan hanya wajah datar, ia menjawab, "Kim Yohan."

Jabatan tangan mereka lepas begitu saja. Kening Ily mengerut. "A-apa?"

Tante Sofie tertawa kecil. "Suami Tante orang Korea, anak Tante juga lahir di Korea, jadi namanya begitu. Kamu kaget, ya?"

Ily menggeleng-gelengkan kepalanya, seperti tak percaya. "Da-dari Korea?"

Tante Sofie mengangguk kecil. "Kalian bisa berteman, kok. Yohan bisa pake bahasa Indonesia. Iya, kan?"

Yohan mengangguk kecil, setelah terdiam lama ia agak gatal juga untuk segera bicara. "Aku belajar delapan belas tahun dari Ibu. Bahasa Indonesiaku lancar seperti pribumi."

Mata Ily mengedip berkali-kali. Yohan bukan lancar seperti pribumi, dia seperti robot di mata Ily. Dari wajah datarnya, suara beratnya dan tubuh tegapnya. Ditambah wajah tampannya, kini Ily merasa mimpi saja.

Melihat reaksi Ily, Tante Sofie tertawa renyah, kemudian menepuk-nepuk punggung Yohan dengan wajah meyakinkan. "Yohan anak baik, kok. Kamu nggak perlu khawatir. Kalian yang akur, ya."

"Eh, iya, Tante," balas Ily canggung. Seumur-umur ia tak pernah punya teman laki-laki. Lalu kini, disarankan untuk akur dengan tetangga laki-laki ini.

"Kamu teman pertama Yohan di sini, karena kalian seumuran, Tante yakin kalian akan cocok."

Ily membuang napas tak percaya. Mimpi macam apa ini?

***

Terpopuler

Comments

Hoshi Kanako

Hoshi Kanako

capek ngobrol depan pintu kasian berdiri tamunya wkwkwk

2020-08-22

0

Sendy

Sendy

ga dj sruh masuk tuh tamu.. ngobrol depan pintu wkwkwk..

2020-08-15

1

Deviani Gintink Devi Abel

Deviani Gintink Devi Abel

hkk bgj vv. hfb. hf

2020-08-08

0

lihat semua
Episodes
1 p r o l o g
2 01
3 02
4 03
5 04
6 05
7 06
8 07
9 08
10 09
11 10
12 11
13 12
14 13
15 14
16 15
17 16
18 17
19 18
20 19
21 20
22 21
23 22
24 23
25 24
26 25
27 26
28 27
29 28
30 29
31 30
32 e p i l o g
33 pengumuman
34 Dari Korea 2 01
35 Dari Korea 2 02
36 Dari Korea 2 03
37 Dari Korea 2 04
38 Dari Korea 2 05
39 Dari Korea 2 06
40 Dari Korea 2 07
41 Dari Korea 2 08
42 Dari Korea 2 09
43 Dari Korea 2 10
44 Dari Korea 2 11
45 Dari Korea 2 12
46 Dari Korea 2 13
47 Dari Korea 2 14
48 Dari Korea 2 15
49 Dari Korea 2 16
50 Dari Korea 2 17
51 Dari Korea 2 18
52 spesial; spoiler
53 Dari Korea 2 19
54 Dari Korea 2 20
55 Dari Korea 2 21
56 Dari Korea 2 22
57 Dari Korea 2 23
58 Dari Korea 2 24
59 Dari Korea 2 25
60 Dari Korea 2 26
61 Dari Korea 2 27
62 Dari Korea 2 28
63 Dari Korea 2 29
64 Dari Korea 2 30
65 Dari Korea 2 31
66 Dari Korea 2 32
67 Dari Korea 2 33
68 Dari Korea 2 34
69 Dari Korea 2 35
70 Dari Korea 2 36
71 Dari Korea 2 37
72 Dari Korea 2 38
73 Dari Korea 2 39
74 Dari Korea 2 40
75 Dari Korea 2 41
76 Dari Korea 3 42
77 Dari Korea 2 43
78 Dari Korea 2 44
79 Dari Korea 2 45
80 Dari Korea 2 46
81 Dari Korea 2 47
82 Dari Korea 2 48
83 Dari Korea 2 49
84 Dari Korea 2 50
85 Dari Korea 2 51
86 Dari Korea 2 52
87 Dari Korea 2 53
88 Dari Korea 2 54
89 Dari Korea 2 55
90 Dari Korea 2 56
91 Dari Korea 2 56
92 Dari Korea 2 57
93 Dari Korea 2 58
94 Dari Korea 2 59
95 Dari Korea 2 60
96 Dari Korea 2 61
97 Dari Korea 2 62
98 Dari Korea 2 63
99 Dari Korea 2 64
100 Dari Korea 2 65
101 Dari Korea 2 Last Part
102 Sebelum Extra Part
103 Extra Part 1 : Kotak Pizza
104 Extra Part 2 : Besok Kamu Kosong?
105 Extra Part 3 : Bukan Cuma Empat Tahun Lagi
106 Extra Part 4 : Jodoh Pada Pandangan Pertama
107 The Cast of WABBL
108 WABBL - PROLOG
109 WABBL - 1
110 WABBL - 2
111 WABBL - 3
112 WABBL - 4
113 WABBL - 5
114 WABBL - 6
115 WABBL - 7
116 WABBL - 8
117 WABBL - 9
118 WABBL - 10
119 WABBL - 11
120 WABBL - 12
121 WABBL - 13
122 WABBL - 14
123 WABBL - 15
124 WABBL - 16
125 WABBL - 17
126 WABBL - 18
127 WABBL - 19
128 WABBL - 20
129 WABBL - 21
130 WABBL - 22
131 WABBL - 23
132 WABBL - 24
133 WABBL - 25
134 WABBL - 26
135 WABBL - 27
136 WABBL - 28
137 WABBL - 29
138 WABBL - 30
139 WABBL - 31
140 WABBL - 32
141 WABBL - 33
142 WABBL - 34
143 WABBL - 35
144 WABBL - 36
145 WABBL - 37
146 WABBL - 38
147 WABBL - 39
148 WABBL - 40
149 WABBL - 41
150 WABBL - 42
151 WABBL - 43
152 WABBL - 44
153 WABBL - 45
154 WABBL - 46
155 WABBL - 47
156 WABBL - 48
157 WABBL - 49
158 WABBL - 50
159 WABBL - 51
160 WABBL - 52
161 WABBL - 53
162 WABBL - 54
163 WABBL - 55
164 WABBL - 56
165 ice breaking
166 WABBL - 57
167 WABBL - 58
168 WABBL - 59
169 WABBL - 60
170 WABBL - 61
171 WABBL - 62
172 WABBL - 63
173 WABBL - 64
174 WABBL - 65
175 WABBL - 66
176 WABBL - 67
177 WABBL - 68
178 WABBL - 69
179 WABBL - 70
180 WABBL - 71
181 WABBL - 72
182 WABBL - 73
183 WABBL - 74
184 WABBL - 75
185 WABBL - 76
186 WABBL - 77
187 WABBL - 78
188 WABBL - 79
189 WABBL - 80
190 WABBL - 81
191 WABBL - 82
192 WABBL - 83
193 WABBL - 84
194 WABBL - 85
195 WABBL - 86
196 WABBL - 87
197 WABBL - 88
198 WABBL - 89
199 WABBL - 90
200 WABBL - 91
201 WABBL - 92
202 WABBL - 93
203 WABBL - 94
204 WABBL - 95
205 WABBL - 96
206 WABBL - 97
207 WABBL - 98
208 WABBL - 99
209 WABBL - 100
210 WABBL - 101
211 WABBL - 102
212 WABBL - 103
213 WABBL - 104
214 WABBL - 105
215 WABBL - 106
216 WABBL - 107
217 WABBL - 108
218 WABBL -109
219 WABBL - 110
220 WABBL - 111
221 WABBL - 112
222 WABBL - 113
223 WABBL - 114
224 WABBL - 115
225 WABBL - 116
226 WABBL - 117
227 WABBL - 118
228 WABBL - 119
229 WABBL - The Last Chapter
230 break page
231 LSF - 1
232 LSF - 2
233 LSF - 3
234 LSF - 4
235 LSF - 5
236 LSF - 6
237 LSF - 7
238 LSF - 8
239 LSF - 9
240 LSF - 10
241 LSF - 11
242 LSF - 12
243 LSF - 13
244 LSF - 14
245 LSF - 15
246 LSF - 16
247 LSF - 17
248 LSF - 18
249 LSF - 19
250 LSF - 20
251 LSF - 21
252 LSF - 22
253 LSF - 23
254 LSF - 24
255 LSF - 25
256 LSF - 26
257 LSF - 27
258 LSF - 28
259 LSF - 29
260 LSF - 30
261 LSF - 31
262 LSF - 32
263 LSF - 33
264 LSF - 34
265 LSF - 35
266 LSF - 36
267 LSF - 37
268 LSF - 38
269 LSF - 39
270 LSF - 40
271 LSF - The Last Chapter
272 Extra: Langit Meets Lami
273 SEKUEL WABBL
Episodes

Updated 273 Episodes

1
p r o l o g
2
01
3
02
4
03
5
04
6
05
7
06
8
07
9
08
10
09
11
10
12
11
13
12
14
13
15
14
16
15
17
16
18
17
19
18
20
19
21
20
22
21
23
22
24
23
25
24
26
25
27
26
28
27
29
28
30
29
31
30
32
e p i l o g
33
pengumuman
34
Dari Korea 2 01
35
Dari Korea 2 02
36
Dari Korea 2 03
37
Dari Korea 2 04
38
Dari Korea 2 05
39
Dari Korea 2 06
40
Dari Korea 2 07
41
Dari Korea 2 08
42
Dari Korea 2 09
43
Dari Korea 2 10
44
Dari Korea 2 11
45
Dari Korea 2 12
46
Dari Korea 2 13
47
Dari Korea 2 14
48
Dari Korea 2 15
49
Dari Korea 2 16
50
Dari Korea 2 17
51
Dari Korea 2 18
52
spesial; spoiler
53
Dari Korea 2 19
54
Dari Korea 2 20
55
Dari Korea 2 21
56
Dari Korea 2 22
57
Dari Korea 2 23
58
Dari Korea 2 24
59
Dari Korea 2 25
60
Dari Korea 2 26
61
Dari Korea 2 27
62
Dari Korea 2 28
63
Dari Korea 2 29
64
Dari Korea 2 30
65
Dari Korea 2 31
66
Dari Korea 2 32
67
Dari Korea 2 33
68
Dari Korea 2 34
69
Dari Korea 2 35
70
Dari Korea 2 36
71
Dari Korea 2 37
72
Dari Korea 2 38
73
Dari Korea 2 39
74
Dari Korea 2 40
75
Dari Korea 2 41
76
Dari Korea 3 42
77
Dari Korea 2 43
78
Dari Korea 2 44
79
Dari Korea 2 45
80
Dari Korea 2 46
81
Dari Korea 2 47
82
Dari Korea 2 48
83
Dari Korea 2 49
84
Dari Korea 2 50
85
Dari Korea 2 51
86
Dari Korea 2 52
87
Dari Korea 2 53
88
Dari Korea 2 54
89
Dari Korea 2 55
90
Dari Korea 2 56
91
Dari Korea 2 56
92
Dari Korea 2 57
93
Dari Korea 2 58
94
Dari Korea 2 59
95
Dari Korea 2 60
96
Dari Korea 2 61
97
Dari Korea 2 62
98
Dari Korea 2 63
99
Dari Korea 2 64
100
Dari Korea 2 65
101
Dari Korea 2 Last Part
102
Sebelum Extra Part
103
Extra Part 1 : Kotak Pizza
104
Extra Part 2 : Besok Kamu Kosong?
105
Extra Part 3 : Bukan Cuma Empat Tahun Lagi
106
Extra Part 4 : Jodoh Pada Pandangan Pertama
107
The Cast of WABBL
108
WABBL - PROLOG
109
WABBL - 1
110
WABBL - 2
111
WABBL - 3
112
WABBL - 4
113
WABBL - 5
114
WABBL - 6
115
WABBL - 7
116
WABBL - 8
117
WABBL - 9
118
WABBL - 10
119
WABBL - 11
120
WABBL - 12
121
WABBL - 13
122
WABBL - 14
123
WABBL - 15
124
WABBL - 16
125
WABBL - 17
126
WABBL - 18
127
WABBL - 19
128
WABBL - 20
129
WABBL - 21
130
WABBL - 22
131
WABBL - 23
132
WABBL - 24
133
WABBL - 25
134
WABBL - 26
135
WABBL - 27
136
WABBL - 28
137
WABBL - 29
138
WABBL - 30
139
WABBL - 31
140
WABBL - 32
141
WABBL - 33
142
WABBL - 34
143
WABBL - 35
144
WABBL - 36
145
WABBL - 37
146
WABBL - 38
147
WABBL - 39
148
WABBL - 40
149
WABBL - 41
150
WABBL - 42
151
WABBL - 43
152
WABBL - 44
153
WABBL - 45
154
WABBL - 46
155
WABBL - 47
156
WABBL - 48
157
WABBL - 49
158
WABBL - 50
159
WABBL - 51
160
WABBL - 52
161
WABBL - 53
162
WABBL - 54
163
WABBL - 55
164
WABBL - 56
165
ice breaking
166
WABBL - 57
167
WABBL - 58
168
WABBL - 59
169
WABBL - 60
170
WABBL - 61
171
WABBL - 62
172
WABBL - 63
173
WABBL - 64
174
WABBL - 65
175
WABBL - 66
176
WABBL - 67
177
WABBL - 68
178
WABBL - 69
179
WABBL - 70
180
WABBL - 71
181
WABBL - 72
182
WABBL - 73
183
WABBL - 74
184
WABBL - 75
185
WABBL - 76
186
WABBL - 77
187
WABBL - 78
188
WABBL - 79
189
WABBL - 80
190
WABBL - 81
191
WABBL - 82
192
WABBL - 83
193
WABBL - 84
194
WABBL - 85
195
WABBL - 86
196
WABBL - 87
197
WABBL - 88
198
WABBL - 89
199
WABBL - 90
200
WABBL - 91
201
WABBL - 92
202
WABBL - 93
203
WABBL - 94
204
WABBL - 95
205
WABBL - 96
206
WABBL - 97
207
WABBL - 98
208
WABBL - 99
209
WABBL - 100
210
WABBL - 101
211
WABBL - 102
212
WABBL - 103
213
WABBL - 104
214
WABBL - 105
215
WABBL - 106
216
WABBL - 107
217
WABBL - 108
218
WABBL -109
219
WABBL - 110
220
WABBL - 111
221
WABBL - 112
222
WABBL - 113
223
WABBL - 114
224
WABBL - 115
225
WABBL - 116
226
WABBL - 117
227
WABBL - 118
228
WABBL - 119
229
WABBL - The Last Chapter
230
break page
231
LSF - 1
232
LSF - 2
233
LSF - 3
234
LSF - 4
235
LSF - 5
236
LSF - 6
237
LSF - 7
238
LSF - 8
239
LSF - 9
240
LSF - 10
241
LSF - 11
242
LSF - 12
243
LSF - 13
244
LSF - 14
245
LSF - 15
246
LSF - 16
247
LSF - 17
248
LSF - 18
249
LSF - 19
250
LSF - 20
251
LSF - 21
252
LSF - 22
253
LSF - 23
254
LSF - 24
255
LSF - 25
256
LSF - 26
257
LSF - 27
258
LSF - 28
259
LSF - 29
260
LSF - 30
261
LSF - 31
262
LSF - 32
263
LSF - 33
264
LSF - 34
265
LSF - 35
266
LSF - 36
267
LSF - 37
268
LSF - 38
269
LSF - 39
270
LSF - 40
271
LSF - The Last Chapter
272
Extra: Langit Meets Lami
273
SEKUEL WABBL

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!