Teman-teman yang lain malah mengerubungi kami berdua, mereka malah bersorak gembira melihat aku yang bisa melawan Sintia. Sintia sudah kewalahan melawanku. Enak saja dia selalu meremehkan ku, saat aku marah beginilah aku akan melampiaskan segalanya amarah aku pada orang yang memang benar-benar salah.
Tiba-tiba terdengar suara peluit yang begitu melengking, sampai-sampai aku melepaskan cakaran ku di tangan Sintia. Sintia tiba-tiba saja terjatuh dia menangis tersedu-sedu seperti aku sudah menganiayanya.
Padahal kami sama-sama melukai, bahkan pipiku juga ada goresan bekas kuku Sintia. Lalu tanganku ada gigitannya dan rambutku juga berantakan serta di tangan Sintia dia menggenggam banyak rambutku, yang dia cabut rasanya sakit sekali.
"Ada apa ini kenapa ribut-ribut, kalian juga bukannya memisahkan malah melihat seperti ini "teriak seorang guru sambil berkaca pinggang menatap Ayana sambil melotot.
"Kamu juga Ayana ada-ada saja membuat ulah. Kamu ini di sini anak beasiswa seharusnya kamu mengerti posisi kamu. Ya ampun Sintia kamu tidak apa-apa kan, bawa-bawa panggil anak PMR bawa Sintia dan obati dia. Ayo cepat-cepat jangan lalai. Sedangkan kamu Ayana ikut ke ruangan kepala sekolah sekarang juga dan saya akan menelpon Ibu kamu untuk datang kemari"
Wajahku langsung pucat saat mendengar kata Ibu, aku bisa dihajar habis-habisan kalau Ibu sampai tahu tentang masalah ini. "Kenapa harus aku saja Bu yang dipanggil orang tuanya. Kenapa Sintia juga tidak dipanggil orang tuanya. Di sini bukan aku saja yang salah Ibu juga bisa lihat CCTV siapa yang salah sebenarnya, dan siapa yang membuat ulah pertama" aku harus membela diriku.
"Sudahlah cepat ayo kamu masuk ke ruangan kepala sekolah, aku tidak mau mendengar kata-katamu. Kamu yang salah ataupun Sintia yang salah tetap saja kamu yang salah di sini. Cepat masuk ke ruangan kepala sekolah sekarang juga"
Tubuhku sampai didorong oleh guru itu, aku mengambil tasku yang tergeletak dan merapikan sedikit rambutku yang berantakan. Bukan berantakan lagi tapi aku sudah seperti orang yang baru terkena setruman. Rambutku naik-naik ke atas.
Ayana mengetuk pintu ruangan Kepala sekolah dan langsung disuruh untuk masuk "Ada apa ini Bu Meli, kenapa Ayana berantakan seperti ini"
"Begini Pak Ayana sudah menyerang Sintia, Sintia sekarang diobati dia pasti sangat parah sekali" wajah Bu Meli sangat terlihat khawatir sekali.
"Maaf Pak tadi ceritanya bukan seperti itu, aku bisa menjelaskan semuanya" aku kembali membela diriku, aku tidak mau disalahkan sendiri disini.
"Sudah Ayana duduk dan tunggu orang tuamu datang "ucap kepala sekolah mutlak tidak mau mendengarkan dulu ceritaku atau ya versiku lah, apa yang terjadi sebenarnya.
Aku yang memang tidak tahu harus melakukan apalagi, karena dari tadi wajahku ditatap oleh kepala sekolah dengan tatapan yang begitu marah dan benci. Aku jadi ciut untuk berbicara padanya.
Kepala sekolah menelfon sambil masih menatap wajahku. Aku juga tak ingin kalah aku menatap kepala sekolah juga, jadi kami seperti saling tatap tapi berbeda ekspresi saja.
Tidak butuh waktu lama Ibuku datang tergopoh-gopoh, bersama Bu Meli yang tadi membawaku kemari "Silakan Ibu duduk, kepala sekolah akan berbicara dengan Ibu. Anak Ibu sudah menjadi berandalan di sini sampai-sampai melukai siswi kami "
Ibuku langsung duduk dan mendelikan matanya padaku, aku hanya bisa pura-pura tidak tahu apa-apa karena memang aku di sini tidak salah lalu apa yang perlu aku takutkan. Hanya saja tadi ingin menjelaskan tidak bisa karena mata kepala sekolah itu seperti menusuk ke arah jantungku. Untung saja jantungku tidak bolong kan.
"Jadi begini Bu, Ayana sudah menyerang temannya"langsung saja kepala sekolah tho the point.
Ibuku menatapku kembali lalu kembali fokus ke hadapan kepala sekolah "Tolong maafkan anak saya Pak" ibuku mulai memohon.
"Ibu harus tahu siapa yang diserang oleh Ayana. Dia itu siswi yang paling dilindungi di sekolah ini. Orang tuanya adalah penyumbang uang terbanyak Bu, kalau mereka sampai marah melihat anaknya dianiaya seperti ini oleh Ayana bisa-bisa Ayana di penjara Bu, bagaimana ini Bu. Bagaimana didikan Ibu sampai-sampai anak Ibu menjadi seperti ini"
Aku melihat Ibuku, dia masih saja diam "Boleh aku menceritakan dulu Pak semuanya tentang kronologi kejadiannya, aku akan jujur atau kalau perlu kita lihat CCTV agar semuanya beres agar semuanya terselesaikan dan kita bisa lihat siapa yang benar dan siapa yang salah Pak di sini. Jadi tidak menyalahkan satu pihak saja kan"
Kepala sekolahku langsung mengangkat tangannya "Ayana kamu tidak usah membela dirimu. Kami sudah tahu kejadiannya. Kalau kamu yang lebih dulu menyerang Sintia, jadi kamu tidak bisa membantah apa-apa lagi. Kamu hanya perlu diam jangan berkata apa-apa lagi, saya sudah tahu semuanya tanpa harus kamu jelaskan"
"Tapi Pak_" aku bersikukuh untuk membela diriku sendiri ini.
"Ayana diamlah "Ibuku malah balik marah dan mencubit pahaku. Aku hanya bisa mengusapnya perih sekali rasanya.
"Jadi bagaimana Bu ini. Ibu harus tanggung jawab atas luka-luka yang telah Sintia alami. Dia bahkan tadi sampai dibawa ke rumah sakit Bu"
Dalam hati aku berbicara. Kenapa begitu lebay harus dibawa ke rumah sakit, sedangkan aku saja di sini yang sama parahnya malah didiamkan di ruangan kepala sekolah tanpa diobati sedikitpun.
Tapi Sintia langsung dibawa ke rumah sakit, memang ya uang itu segalanya makanya aku harus giat mencari uang agar aku punya uang seperti mereka dan aku bisa membuktikan pada mereka kalau aku juga bisa seperti mereka.
"Maafkan anak saya Pak, tapi kami tidak punya uang untuk mengganti semuanya"
"Nah maka dari itu Bu. Ibu kan bersama keluarga tidak punya uang, lalu sekarang kelakuan Ayana seperti ini. Ayana itu anak yang berprestasi di sini saya akui dia sangat pintar sekali, sampai-sampai bisa mengharumkan nama sekolah. Tapi ini kelakuan yang ini yang satu ini begitu fatal Bu, bisa-bisa Ayana dikeluarkan dari sekolah ini "ancam kepala sekolah sambil menatapku dengan tajam.
"Tolong jangan keluarkan anak saya Pak, apalagi sekolah sebentar lagi kan. Sebentar lagi Ayana juga akan lulus Pak. Tolong pertimbangkan semuanya. Kalaupun nanti Ayana pindah sekolah mau ke mana dia di masa-masa akhir seperti ini Pak " Ibuku memohon-mohon sambil mengatupkan kedua tangannya.
"Baiklah tapi saya minta Ibu untuk menasehati anak Ibu agar tidak seperti ini lagi. Mungkin sekolah akan menanggung atas semua yang Ayana lakukan, karena dia sudah banyak menyumbangkan piala dan juga mengharumkan nama sekolah seperti yang saya bilang tadi. Jadi saya akan memberi sedikit kelonggaran pada Ayana. Ibu harus lebih menjaga anaknya lagi agar tidak seperti itu lagi. Bagaimana kalau pada murid-murid yang lain kan itu akan sangat memalukan sekali Bu"
"Baik Pak saya akan menasehati anak saya, maafkan kelakuan anak saya Pak sekali lagi saya minta maaf"
"Iya bu. Silahkan Bu pintu keluar ada di sana"sambil menunjuk pintunya.
Ibuku langsung menarik tanganku keluar dari ruangan kepala sekolah, aku ditarik dengan kasar oleh Ibu bahkan teman-temanku banyak yang melihatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 273 Episodes
Comments
Xiena Arabella
kayanya itu bukan ibunya ayana maksud gua itu mak tirinya ayana deh
2023-12-28
0
Laila Rahmawati
kebetulan aku seorang guru BK.... ingin rasanya aku masuk ke cerita ini dan membela ayana...kapan perlu laporkan anak orang kaya itu ke polisi
2023-11-30
0
Drina Natalia
ya Allah nyesek jika di posisi ayana/Cry/
2023-11-23
0