Dari SEDAYU ~ JOGJAKARTA, YANKTIE mengucapkan selamat membaca cerita sederhana ini.
"Jangan terlalu pedas loh, kasihan mami enggak kuat lambungnya," kata Lieke.
"Ini enggak pedas Kak." Anak-anak gadis itu tadi belanja bahan lagi ke pasar dan mereka melihat ada buah salak dan buah kedondong mereka beli kedua jenis buah itu.
Kedondong mereka bikin rujak serut dan salaknya dibikin sebagai asinan salak.
"Ini kurang manis sedikit," kata Lieke pada saat mencicipi bumbu asinan.
"Oke Kak, nanti kita tambahkan gula," kata Helli lagi.
"Nah jadi sudah. Kalau asinannya enaknya dimakannya nanti kalau sudah meresap," kata Betty.
"Kalau rujaknya bisa kita makan sekarang."
"Aduh Mami udah ngilu duluan," kata Clarissa memandang rujak serut kedondong itu.
"Ih enak tau Mam," ujar Karenina.
"Kalian ini, yang hamil siapa yang ngidam siapa," kata Veronica.
"Alah Kakak juga suka dari tadi malah kedondongnya sudah Kakak makan dengan garam." Betty menanggapi Veronica.
"Habis enak, makanya tadi Kakak beli begitu lihat ada kedondong." Memang tadi Vero membayangkan makan kedondong dengan garam, tak tahunya saudara-saudaranya berinisiatif membuat rujak serut.
\*\*\*
"Kak Betty itu ada tamu," ujar Helly.
"Oke."
Sekarang mereka sering menerima order di panti karena ada beberapa konsumen yang datang.
Dan biasanya Betty yang bertugas menerima orderan. Kalau dia tidak ada maka akan digantikan siapa pun yang ada saat itu.
\*\*\*
"Apa kabar Bu?" kata Betty ramah.
"Baik mbak Betty. Saya mau pesan baju lagi dong."
"Mau yang bagaimana Bu?" Betty menyiapkan buku besar pemesanan order.
"Ini saya bawa baju contohnya, bisa nggak ya? Anak saya kan umurnya 3 tahun."
"Dress yang biasanya kan baju-baju baby."
"Oh bisa Bu. Ibu mau model seperti apa?" tanya Betty.
"Ini size-nya ya Nak sizenya segini tambahkan 1 cm."
"Oke Bu. Panjangnya tambah berapa Ibu karena panjang kan pasti cepet kependekan," Betty mencatat semua dengan rapi di buku besar.
"Panjangnya tambah 5 cm." Pinta ibu itu.
"Oke saya catat ya Bu, nanti Ibu paraf karena saya tidak mau disalahkan kalau yang saya catat tak sesuai permintaan Ibu," kata Betty.
"Nanti Ibu teliti dulu catatan saya benar atau salah. Kalau sudah sesuai, Ibu paraf sebagai bukti bahwa semua yang saya catat itu benar."
"Saya mengerti nak Betty.
"Jadi kalau ukuran badan tambah 1 cm dari baju sample dan panjang tambah 5 cm. Benar Bu?"
"Benar Nak."
"Terus modelnya seperti apa?"
"Modelnya ini," sahut ibu itu sambil mengeluarkan baju ukuran bayi umur 6 bulan.
"Bisa nggak?"
"Bisa Bu, mau warna apa?"
"Ibu maunya warnanya pink dan hijau seperti ini." Lalu si ibu memberikan contoh potongan bahan pink dan hijau yang dia inginkan.
"Oke saya simpan." Ujar Betty sambil merekatkan potongan warna bahan yang diminta si ibu ke buku dengan staples.
"Ada yang lain Bu?"
"Dress untuk anak usia tiga tahunnya tadi dua di tambah jumpsuitnya saya minta setengah lusin ya."
"Setengah lusin jumpsuit untuk baby boy dengan warna dan gambar berbeda."
"Tambahannya setengah lusin jumpsuit ya Bu."
"Ukuran berapa yang Ibu mau?" Febby mengambilkan sample size yang mereka buat yaitu S-M-L.
"Yang M aja Nak."
"Jumpsuit ukuran M setengah lusin beda warna, kombinasinya untuk baby boy begitu Ibu pesanannya?"
"Iya."
"Ibu mohon teliti lagi yang saya catat. Dan tolong tanda tangani serta kasih tanggal hari ini. Juga diberi nomor telepon dan nama ibu ya Bu."
"Loh bukannya nomor dan nama saya sudah ada nak Betty?"
"Iya Bu tapi setiap order harus dicantumkan nama dan nomor telepon biar tidak lupa atau salah orang Bu."
"Namanya kami anak-anak takut salah."
"Aduh anak-anak apa? Kalian masih kecil sudah pintar berbisnis." Puji si ibu tulus.
"Bisnis ini buat membantu operasional panti Bu. Kami memang mencari cara untuk memberi tambahan uang panti. Selama ini panti sudah membiayai kami tanpa pernah meminta apa pun dari kami kecuali kami diminta jadi anak yang sopan dan taat pada Tuhan."
"Oh begitu? Bukan buat kalian aja uangnya?"
"Tidak Bu ini memang usaha yang di modali kakak penghuni panti agar kami bisa berwirausaha, tidak selalu menerima dari bu Clarissa pemilik panti."
"Sejak saya ditaruh di panti ini saya tidak pernah memberi apa pun. Jadi saatnya sekarang kami memberi untuk panti, walau hanya sekedar sumbangan membayar iuran bulanan petugas sampah." Jelas Betty.
"Kalian perempuan-perempuan yang mulia," kata ibu itu. Lalu dia mengambil beberapa lembar uang lalu dia masukkan ke kotak amal di Panti.
"Terima kasih Bu," kata Betty.
"Ibu kira uang itu buat kalian."
"Tidak Bu, 50% keuntungan dialokasikan untuk uang kas panti. Sisanya baru kami bagi beberapa pos terutama buat keperluan sekolah kami."
"Oh begitu," kata si ibu.
"Ibu akan memberitahu masalah ini ke teman-teman agar lebih banyak pesan ke sini."
"Terima kasih promosinya Bu," kata Betty.
Sejak saat itu order semakin bertambah. Rupanya banyak orang mau bersedekah dengan cara memberi order.
\*\*\*
"Maaf Bu, kata Kak Lieke, Ibu bisa menghubungi nomor ini saja," Helly memberikan kartu nama ibu Ariani SH.
"Kak Lieke bilang tak ada yang perlu dibicarakan dengannya. Kalau perlu bicarakan langsung dengan ibu Ariani saja pengacaranya kak Lieke."
Magdalena melihat seorang anak kecil menyodorkan kartu nama pengacara padanya.
"Di mana Lieke-nya?"
"Kak Lieke sedang istirahat Bu dan nggak boleh diganggu."
"Bisa bertemu dengan Bu Clarissa?"
"Bu Clarissa sedang bertemu pengacara Pak Lucky namanya."
"Kalau Ibu mau hubungi Bu Clarissa, dia sedang bersama pengacaranya."
"Ada apa lagi dengan Bu Clarissa? Mengapa berhubungan dengan pengacara?" Magdalena penasaran.
"Itu soal pendapatan rutin panti asuhan ini Bu. Panti asuhan ini kan dapat dana rutin dari uang saham bu Clarissa di perusahaan besar."
'*Ternyata Clarissa itu punya saham. Aku kira dia hanya mendapat uang dari pensiun Steve dan dari belas kasihan donatur saja*,' kata Magdalen dalam hatinya.
'*Pantas panti asuhan ini tidak kumuh dan selalu terlihat terawat. Anak-anaknya juga sehat*.'
"Jadi saya nggak bisa bertemu dengan Lieke?" tanya Magdalena masih berupaya untuk bisa membujuk anak kecil ini.
"Saya ini mertuanya lho Nak."
"Siapa pun nggak bisa Bu. Kalau Kak Lieke sudah bilang tidak mau bertemu dengan siapa pun itu berarti tidak mau. Kami tak mau disalahkan kak Lieke dan mami Rissa."
"Mami berpesan kak Lieke tak boleh di ganggu dan harus istirahat penuh," jawab Helli sopan.
Magdalena memperhatikan anak kecil dihadapannya. Dia menilai anak ini sangat cerdas. Bahasanya tersusun baik dan sopan.
"Sampaikan salam buat Lieke dan Clarissa ya. Ini buah dan sussu ibu hamil hadiah dari Ibu."
"Saya terima ritipan Ibu, tapi saya tidak menjamin kak Lieke mau makan atau meminumnya atau tidak."
Magdalena tertegun dengan jawaban anak itu. Ngomongnya kok bisa langsung mengena padahal tanpa teks.
"Berikan saja mau dibuang atau mau diapakan terserah."
"Kalau diterima pasti diterima Bu, tak akan mungkin membuang rezeki. Tapi soal mau dimakan atau tidak oleh kak Lieke itu yang saya tidak tahu. Biasanya kalau kak Lieke menerima pemberian orang, dia akan berikan pada orang yang lebih membutuhkan."
"Baiklah." Magdalena langsung langsung mengucapkan permisi.
"Ya Bu silakan dan hati-hati," kata Helli lagi.
\*\*\*
"Ada apa lagi Ma?" tanya Pieter melihat wajah lesu istrinya.
"Ini sudah keempat kalinya Mama ditolak oleh Lieke. Kali ini Mama ketemu anak kecil yang sangat hebat. Dia kasih Mama kartu nama lalu dia minta Mama hubungi pengacaranya Lieke aja."
"Tapi kata-katanya sangat hebat sekali. Semua kata-kata Mama bisa dia balikin dengan sopan tapi tajam. Aku kagum pada anak itu," kata Magdalena.
Perempuan itu lalu menceritakan seutuhnya semua kalimat yang Helli katakan tadi.
"Ya sudah Ma, yang penting kita sudah berusaha terus mendekat pada Lieke. Jangan sampai dia merasa kita sama sekali nggak mencari dia. Nanti hasilnya akan lebih parah kalau dia merasa diabaikan."
"Satu kali seminggu kita datangi dia, agar dia tahu bahwa kita selalu ada untuk dia," kata Pieter.
"Iya Pa, aku ngerti kok. Lebih bahaya kalau kita nggak datang sama sekali. Lieke akan merasa terbuang dan tersisih."
"Karena aku yakin Axel belum pernah satu kali pun datang kesana," jelas Magdalena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments